
Entah sudah helaian ke berapa dalam hitungan angka manusia ketika sehelai daun jatuh lagi ke bumi, disini. Sehelai daun jambu, jambu air dan bukan jambu klutuk. Seperti helaian yang telah jatuh sebelumnya, sehelai daun yang baru jatuh ini meninggalkan pesan.
" Aku tiba memenuhi janji siklusku. Siklusku tiba pada janji dimana aku harus jatuh ke bumi, dengan pertolongan sang angin. Maka pada sang angin yang telah meniupkanku salam takzim harus diberikan. Aku tumbuh berupa tunas hijau muda malu-malu. Menjadi daun segar warna hijau tua. Berfotosintesis untuk semesta untuk sekian lama. Akhirnya tiba jua pada bagian dimana warna hijauku mulai pupus, digantikan semburat kekuningan yang menjadi coklat. Itulah tanda akhir sikulusku. Sang angin menghantarkanku pada haribaan bumi. Maka lihatlah kalian wahai penghuni semesta, janji pada akhir siklus kita akan tiba. Berkaryalah dengan liukan indah nan harmonis sebisa yang kita lakukan sebelum tiba pada akhir siklus yang tak bisa ditolak kedatangannya...."
" Aku tiba memenuhi janji siklusku. Siklusku tiba pada janji dimana aku harus jatuh ke bumi, dengan pertolongan sang angin. Maka pada sang angin yang telah meniupkanku salam takzim harus diberikan. Aku tumbuh berupa tunas hijau muda malu-malu. Menjadi daun segar warna hijau tua. Berfotosintesis untuk semesta untuk sekian lama. Akhirnya tiba jua pada bagian dimana warna hijauku mulai pupus, digantikan semburat kekuningan yang menjadi coklat. Itulah tanda akhir sikulusku. Sang angin menghantarkanku pada haribaan bumi. Maka lihatlah kalian wahai penghuni semesta, janji pada akhir siklus kita akan tiba. Berkaryalah dengan liukan indah nan harmonis sebisa yang kita lakukan sebelum tiba pada akhir siklus yang tak bisa ditolak kedatangannya...."
Saya termangu, merenungi pesan sehelai daun yang jatuh ke bumi itu. Apakah ini pesan yang layak untuk kita renungkan bersama ? Entahlah. Mari kita renungkan untuk menjawabnya.
saya melihat helai daun itu tersenyum saat semburat kuning kemudian coklat merayapi tubuhnya, ia begitu bahagia telah menuntaskan tugasnya sampai akhir dan senyumnyapun tetap mengembang saat sang angin mengajaknya terbang menuju peristirahatan terakhir...
ReplyDeletepada saatnya kita, manusia pun akan begitu... akan memenuhi siklusnya... dan berpeluk dg bumi. apakah bumi akan menerima kita seperti ia menerima sehelai daun?
ReplyDeleteMeskipun kita sudah berada di akhir siklus semoga karya kita ada gunanya.
ReplyDeleteSalam kangen
sehelai daun dan sebuah pertanggung jawaban akan amanah dari sang pencipta mbak...
ReplyDeletesemoga kita bisa belajar banyak ttg tanggung jawab dari sehelai daun kering yang mulai tanggal dari dahannya.
sungguh indah.
sang daun... ketika "hijaunya" dia menciptakan bermilyar2 oksigen yang selalu dia berikan buat kehidupan tanpa mengharapkan pamrih sedikitpun... masihkah ada manusia yang seperti daun ketika "hijaunya"
ReplyDeletesang daun... ketika "hijaunya" dia menciptakan bermilyar2 oksigen yang selalu dia berikan buat kehidupan tanpa mengharapkan pamrih sedikitpun... masihkah ada manusia yang seperti daun ketika "hijaunya"
ReplyDeletesiklus juga yang membawaku kesini, bunda. fotosintesa visi dan realita..hmmm.
ReplyDeletesegala-galanya, yg di atas bumi, patuh tunduk pada sunah Tuhan..... gravitasi.... (sepenggal lirik lagu Bimbo)
ReplyDeletebahkan dlm sehelai daun yg jatuh, pada fenomena gravitasi, terdapat filosofi tentang sunatullah
walau begitu kan si daun-daun tua udah menyumbangkan oksigen utk di hirup makhluk yg ada di bwah naunganya?jgn kwtr bu,akan tmbuh daun2baru yg lebih muda dan segar,setidaknya itu yg dikatakan hokage ke 3 menjelang wafat di tangan orocimaru,ahahaha. . .kok jd kartun siH?
ReplyDeletewalau begitu kan si daun-daun tua udah menyumbangkan oksigen utk di hirup makhluk yg ada di bwah naunganya?jgn kwtr bu,akan tmbuh daun2baru yg lebih muda dan segar,setidaknya itu yg dikatakan hokage ke 3 menjelang wafat di tangan orocimaru,ahahaha. . .kok jd kartun siH?
ReplyDeletesaya masih bingung dengan apa yang akan saya renungkan, karena saya masih belum bisa memahami pesan yang disampaikan.
ReplyDeleteyang saya tahu hanyalah bagaimana siklus itu terjadi seperti bagaimana siklus sebelumnya terjadi..
ya, semua mempunyai masa sendiri-sendiri...
ReplyDelete@all (Noor, Ducky, Puspita, Becce_lawo, Rangga, Ivan, de asmara, Aditya, Sigit, semuanya) terimakasih komentarnya. Baru agak nyantai, baru buka blog lagi. Ya, begitulah siklusnya, dalam sikluspun ada pesan bila kita menemukannya. Seperti itulah kira-kira Sigit. Selamat menyambut malam yang menjelang.
ReplyDelete@Baho, mantap. Itulah itulah satu pesannya. Dan mari manfaatkan masa kita.
ReplyDeleteSetuju dg mas Baho, semua ada masanya. Dan ketika masa itu tiba,suka ato tidak kita harus menerimanya. Ada kepatuhan disana..
ReplyDeleteSelamat malam Bu..
Dalamnya filosofi daun yang jatuh itu.
ReplyDeletelayak banget buat direnungin mbak...makasih, moga tak pernah lelah berbagi renungan ^^
ReplyDeleteSebuah siklus, harus dilewati dengan terima apa adanya..
ReplyDeleteada kalanya kita berfungsi di atas menjadi alat fotosintesa namun ada masanya kita harus turun menjadi pupuk buat tanah..
semua tetap ada fungsinya
salam bwt elly aja ah, udah nomer 17 ini. Ntr deh kalo petromak,,kupuas2sin komentar na
ReplyDelete@all (Ajeng, Rumah Ide dan Cerita, Penikmat Buku, Itik Bali, Trimatra, semuanya) terimakasih komentarnya yang muantap ini.
ReplyDeletenambah mbak..gpp walaupun jadi yg terakhir yg penting ngabsen disini..hehe
ReplyDeletesemoga siklus perjalanan hidup kita seindah siklus daun jambu itu ya mbak..suka banget baca postingan mbak, selalu dalem maknanya :)
wah, dari sehelai daun saja bisa ada pesan khusus ya.
ReplyDeletebukankah itu siklus hidup yg dahsyat kawan...
ReplyDeleteanalogi sebuah perjalanan hidup kalo ternyta tidak ada yg abadi di dunia ini...
rasanya kita semua akan seperti daun yang jatuh itu,.. yang tinggal hanyalah hasil fotosintesis yang pernah kita buat selama kita masih bergantung di ranting pohon..
ReplyDeleteseperti halnya dengan sehelai daun,...kita pun suatu saat ditakdirkan untuk gugur. maka seharusnya kita senantiasa mempersiapkan diri untuk itu.
ReplyDeletesebuah renungan yang mantap mbak.
analogi yg sgt bagus, mengena sekali buat jadi perenungan kita semua :) salam kenal ya:)
ReplyDeletemampir lagi bu elly......:)
ReplyDeleteTak ada yg tahu kapan akhir siklus kita akan tiba. Yg terbaik adalah melakukan yg terbaik selama kita masih diberikan 1 siklus lagi ke depan...
ReplyDeleteSetiap makhluk hidup di bumi ini diciptakan dengan tujuan masing2, khususnya untuk manusia. jadi, kewajiban kita adalah merenunginya dan memahaminya.
ReplyDeletegreat job mbak..!!!
@All (Zahra, Sang Cerpenis, Bandit Pangaratto, At Works, Stiawan, Aulawi, Aditya, Fanda, Gaitsam, semuanya) terimakasih atas komentar penuh makna ini. Aulawi Ahmad, Bandit, salam kenal juga ya.
ReplyDeleteSebuah perenungan sederhana, dari helaian dedauanan. Sungguh, kita tak tahu, kapan waktu kita akan "terjatuh" seperti daun2 tersebut.
ReplyDeleteDi tengah hiruk pikuknya pekerjaan yang menunggu tuk diselesaikan... aku memang jadi kurang memperhatikan alam...
ReplyDeleteSehingga pesan dari sehelai daun yang jatuh tak sempat mampir dalam benakku.... untung saja aku mampir kesini dan sempat membaca pesan itu dituliskan disini.
Makasih mbak Elly utk renungannya...