
Sejak kapan masyarakat sebagai konsumen tidak boleh curhat, mengeluarkan keluhannya ?. Padahal bu Prita cuma menuliskan uneg-uneg dari kejadian yang dia alami di surat pembaca di suatu situs, ya berupa surat elektronik. Sambil saya ngopi ini, saya merenung sendiri, apa sebabnya sehingga sampai berujung penahanan? Ya, saya kira salah satunya adalah karena tidak semua pihak rela dibeberkan kesalahannya, dikritik. Padahal kritik itu katanya sarana untuk memperbaiki kondisi agar di kemudian hari menjadi lebih baik. Seperti pesan bu Prita sendiri di surat elektroniknya itu, agar masyarakat lain tidak mengalami apa hal yang telah ia alami. Kalau pihak yang diritik itu pihak berduit, pihak yang memiliki power, dengan mudahnya ia menggunakan kekuasaannya untuk memberangus kritik. Mungkin inilah hal yang telah dialami bu Prita.
Saya berpikir lagi, Mungkinkah Undang-undang ITE itu tidak tepat kalau ditujukan kepada bu Prita ? Sebab bu Prita dalam kerangka menuntut keadilan akan haknya sebagai konsumen berupa curhat di surat pembaca, juga dalam rangka koreksi kepada pihak RS tersebut agar masyarakat lain tidak mengalami hal serupa. Bukan sekedar fitnah tidak berdasar. Belajar dari kejadian ini, tidak ada salahnya kita sama-sama merenung, mungkin lain kali curhat seperti ini dilakukan secara langsung saja, misal secara kekeluargaan, dengan bahasa yang bijak dan arif. Bila masih tidak diindahkan bisa dilakukan pengaduan lewat YLKI, atau menuntut secara hukum pihak RS.
Kata tv tadi bu Pritha dibebaskan dari status tahanannnya menjadi tahanan kota. Ini, salah satunya adalah berkat dukungan dari berbagai kalangan yang begitu besar kepada bu Prita. Mudah-mudahan kasus ini bisa diselesaikan dengan baik. Pasti ada hikmah yang bisa kita petik dari kasus ini. Demikian renungan sore saya. Anda pasti punya pendapat sendiri soal kasus ini, mari kita renungkan bersama.
Susah memang klo melawan orang berduit dan berkuasa... curhat aja bisa jadi tuntutan pidana pencemaran nama baik...
ReplyDeleteweleh..weleh...
Di tunggu kabar selanjutnya aja deh...hehehehhe...
ReplyDeleteSemoga yang benar tetaplah menang...
@Yudie, hehe, begitulah
ReplyDelete@buwel, alhamdulillah, sdh dikeluarkan tadi dr tahanan. Sdh pulang ke rumah. Berkat berita ini diekspos, dan mendapat simpati dr berbagai kalangan. Pihak RS Omni International, membantah telah melakukan malpraktek. Pihak kejaksaan akhirnya mmebantah telah memasukkan UU ITE kdalam dakwaan kpd Prita. Bener-bener weleh weleh......
Heeh, bener kata mas Yudie, yang punya uang yang selalu menang ...hikhik...
ReplyDeleteWah mbak, menyedihkan yah hukum di negara kita? sepertinya, harus lebih hati-hati lagi nih curhat meskipun di blog juga :)
ReplyDeleteAku terkejut juga waktu kemarin mengetahui kasus ini. Aku jadi berpikir, kita harus ekstra hati-hati nih dalam mengungkapkan isi hati yang menyangkut orang lain...
ReplyDeletekita katanya negara demokrasi lho :D
ReplyDeletePadahal si Mba Pritha gak ngelanggar UU ITE katanya, wadoh bingung nih
Tapi kabar terakhir, dia udah keluar dari LP ya mba .
Yah bagaimana mbak..undang2 itu akhirnya menjadi suatu undang2 yang mengurusi dan menjerat sesuatu yang sebenernya gak penting
ReplyDeleteTapi terlepas dari UU tersebut,
saya merasa ikut Prihatin dengan nasib ibu Prita
Beliau it sedang sakit
tapi kok ya yang memenjarakan itu gak punya hati Nurani
setelah kasus ini mencuat ke permukaan
semua pada mau lepas tangan
Pengacara rumah Sakit katanya hanya melayangkan tuntutan ke polisi bukan menyuruh memenjarakan
sementara Polisi bilang kalo itu bukan atas perintahnya..
Saya cuma ingin bertanya kepada pengacara, polisi, dokter dsb.
Bila istrinya atau ibunya atau saudara perempuannya di begitukan
apa mereka juga bakalan rela?
@Anak Rantau, masa seh, hehe
ReplyDelete@Anazkia, ya kita jaga sj curhatnya benar & netral
@Reni, betul mbak. Sbenarnya bu Prita cm sdg komplen akan ketidak puasannya, dlm hal ini posisinya adalah sbg konsumen, tentu dia berhak melakukan hal tsb. Yg perlu kita pelajari mgkn mekanisme komplennya.
@Jonk, ya jonk ini memperihatinkan. Untungnya semua berbgegas membantu Prita, mulai dr wapres, DPRD, LSM. LBH, member facebook, sampai para blogger. Mudah2an kejadian serupa tdk terulang lagi. Smg bu Prita bbs dr sgl tuntutan
@Itik Bali, siip Itik, thanks atas komentarnya yang mantap ini.
belajarlah menerima kritikan dari orang/pihak lain. krn dengan kritikan itu semoga kita bisa menjadi lebih baik dan tidak mengulangi kesalahan yg sama lagi.
ReplyDeleteKoq bisa jadi gitu yah,.... Saya jadi kepikiran nih kalau mau posting.
ReplyDelete@Penny, ya gitulah mbak, artinya tidak semua pihak siap dikritik. Pdhl pihak RS seharusnya bisa melakukan hak jawab di surat pembaca Prita tsb.
ReplyDelete@Setiawan, begitulah hidup, bnyk dinamikanya. Ini pembelajaran bagi kita semua. Kejadian spt ini seharusnya tidak membuat kita atau siapapun pihak yang dirugikan untuk bungkam.
itulah, kadang kita tidak menyangka, suatu kegiatan yang kita anggap sederhana...ternyata berdampak luar biasa...
ReplyDeletebtw, untung akhirnya Prita mendapatkan banyak perhatian dan dukungan...sehingga dia dapat kembali memeluk anak-anaknya...
memang teknologi yang semakin canggih, manyuguhkan kebebasan tetapi juga ancaman...tetap cermat dan hati-hati!
ReplyDeletePadahal justru dgn bersikap keras kepada org yg mengkritiknya, nama si RS akan lbh tercoreng lg. Semoga kasus ini sbg pembelajaran semua pihak, badan hukum agar lbh adil, tdk hanya memenangkan yg berkuasa; masyarakat agar lbh hati-hati dlm melontarkan kritik; dan perusahaan agar lbh dewasa dan bijak dlm menangani kritik. Kritik sebenarnya bisa diubah menjadi peluang kalau mereka smart!
ReplyDeletesyukurlah bu prita sekarang dah bisa bertemud engan keluarganya,
ReplyDeletesecara tidak langsung ini adalah iklan negatif bagi RS OMNI International.
dengans endirinya masyarakat akan menghindari masuk tuh rumah sakit bu...
Kasus Bu Prita telah membuka mata kita tentang sisi lain dari betapa berpihaknya suatu penegakan hukum di republik tercinta ini.
ReplyDeleteKita doakan mudah2an Ibu Prita kuat menghadapi persidangan natinya.
Nice sharing
@Ernut, ya sykurlah mbak
ReplyDelete@Duo emak, ya setuju hrs cermat dan berhati2, tp ttp kritis
@Fanda, siip, mantap neh komengnya.
@Mas Icang, ya mas ini pelajaran berharga jg buat RS itu
@Kabasaran Soultan, ya kita doakan saja semoga beliau terbebas dari segala tuntutan. Sidangnya hari ini tuh.
Oalah..kalau curhat saja kita sudah tidak boleh,lalu yang boleh dinegeri kita ini apa to?
ReplyDeleteTernyata status masih menentukan keberpihakan keadilan ya mbak?
Prihatin..prihatin..
Saya melihatnya RS OMNI lebih cenderng kepada pendekatan kekuasaan bukan pendekatan ilmu marketing. Polisi dan Jaksa lebih berpihak pada "penguasa uang" sehingga proses penyidikannya terlalu berpihak. Hakim yang menangani perkara perdatanya juga demikian. Pengacara juga demikian. na'udzubillahi mindalik, mudah2an kita tidak berurusan dengan 4 pihak tersebut.
ReplyDeleteSalam kenal ya ....
Sak Tujuh Kang BIG SUGENG.
ReplyDeleteNegeri ini memang sudah dikuasai Uang. Negara Pasar Terbuka ( upsss bener gak ya ? ). Negara yang memfasilitasi Kepentingan si-Empu Uang tanpa Batas.
Banyak Bukti untuk ini.
Untuk Prita, Pantang Mundur. Kalau perlu DEMO RS OMNI International.
kalau aku rasa itu salah satu bentuk belum dewasanya demokrasi di indonesia. kasus tsb dianggap bukan suatu feedback yang seharusnya dijadikan tingkat kepuasan pasien, tapi lebih ke pencemaran nama baik... gugatan perdata pihak RS sudah dimenangkan, padahal seharusnya tindak pidana dulu yang yang harus dibuktikan baru ke perdata (kata pakar hukum - yang aku dengar dari radio).
ReplyDeletekentalnya budaya patriarkhi menjadikan perempuan sebagai scond sex. perempuan yang katanya lebih mengutamakan perasaan dibanding rasio - hal tsb dibuktikan dengan curhat mbak Prita - semakin mengukuhkan akar pemahaman budaya tersebut yang memang telah diwariskan. dengan pelabelan perempuan sebagai mahluk yang tidak rasional, semakin menempatkan posisi tawar perempuan sebagai mahluk yang ke dua, yg maaf bodoh. nah dari label yang telah disematkan tersebut, pihak RS (power) merasa sangat terhina, karena yang bersuara adalah mahluk yang bodoh.
persoalannya sekarang menurut aku, belum siapnya budaya demokratis diterapkan, alih2 ditambah kasus mencuatnya perempuan bersuara... jangankan perempuan yang bersuara laki2pun yg bersura pasti "lewat".... (duh kayak orang cerdas aja nih mbak komentnya, hehehe)
@Ajeng, iya ini pemingkeman namanya ya
ReplyDelete@Big Sugeng, ya sepertinya begitu mas.
@Ari, setuju saya jg mengatakan spirit yg sama
@Eden, hehe, sy kira meski dia laki-laki bu Prita ttp akan melakukan hal yg sama, menyuarakan komplennya. Sy gak mau melabelli hal ini dengan ini kasus perempuan atau kasusu laki2 den. Thanks komengnya.
sungguh prihatin...prihatin.....
ReplyDeletesemoga kasus ini cepat tuntas dgn keadilan yg tak berpihak.
saya bener2 kecewa dg sistim hukum di Indonesia sehub dg kasus Prita. sbg org hukum, saya tahu banget semuanya ini krn jaksanya ngawur. seenak jidat aja menerapkan pasal 27 UU ITE. Tapi..pasal itu memang pasal karet jadi bisa diterapkan macam2. kasihan bu Prita, dia jadi korban penegak hukum yg seenaknya aja menerapkan hukum.
ReplyDelete@boykesn, ya mas semoga saja
ReplyDelete@Sang Cerpenis, setuju mbak. Makanya kalau kasus ini kita diamkan saja, bisa tambah semena2 dan ngawur mrk. Ini pembelajaran buat kita semua.
setuju mbak. kita harus bersuara membela bu Prita agar tak ada lagi Prita2 lain yg jadi korban keganasan hukum yg semena2. duuuh, kalo soal beginian selalu aja bikin saya gemes nih.
ReplyDeleteSaya berpikir memang ada hikmah dibalik setiap peristiwa yg terjadi, termasuk yg "kemasannya" dirasakan buruk oleh yg mengalami. Apa yg terjadi terhadap Prita merupakan pembuka mata bagi banyak pihak. Dan semoga kita semua sama2 belajar menjadi lebih baik.
ReplyDelete@all, hari ini Prita Mulyasari dibebaskanb dari statusnya sebagai tahanan kota. Hari ini dia betul-betul memulai harinya sebagai manusia bebas kembali. Bemoga kasus Prita ini membuka mata pihak2 yang merasa berkuasa utuk berhati2 juga santun thd rakyat kecil.
ReplyDeletetulisan bagus bu...numpang beken lagi
ReplyDeletehttp://cangkirkayu.blogspot.com/2009/06/pengadilan-monyet-prita.html