Dapur Sebagai Tempat Paling Bebas dan Ekspresif, Berkreasilah, Jangan Ragu


Source: foodandwine.com

Sering ragu dengan kemampuan memasakmu? sering? Sebaiknya jangan. Percaya pada ekperimen rasa dan feeling memasakmu. Saya gak pernah ragu dengan kemampuan memasak saya, absolutely. Kalau ada yang meragukan, ya itu masalahnya dia.

Kok saya sePede itu ? Pede dong. Sebab syarat utama untuk mendapatkan hasil masakan yang baik adalah Pede. Percaya pada indramu. Percaya pada kemampuanmu, percaya pada pengetahuanmu. Bahkan harus percaya pada intuisimu.

Selebihnya adalah soal rasa. Rasa yang relatif. Sebab saya masak untuk diri sendiri dan keluarga saya, ya saya nyaman-nyaman saja. Jikapun ada tamu dan keluarga sedang menginap, pasti akan saya masakkan dengan cara saya memasak. Paling saya tanya, sukanya apa? ada alergi dengan bahan apa? Itu saja. Sisanya, saya biarkan felling memasak saya dituntun oleh bahan yang ada di dapur, keuangan dan mood saya. Sudah syukur saya jamu, ihiks.

Sejujurnya...aslinya memang saya suka memasak. Sejak kecil bahkan. Kebetulan ibu saya sangat mendukung anak gadisnya memasak. Dulu ibu saya punya warung manisan yang menjual sembako dan sayur-yuran serta bahan rumah tangga lain.

Beliau akan senang sekali kalau saya mencoba memasak ini, itu, masak apapun. Dengan cepat beliau akan menyediakan apapun bahan yang saya butuhkan. Saya akan masak mempraktekkan resep yang saya dapat dari ibu, teman, dari bibi dan uwak saya. Bahkan resep pelajaran PKK ketika SMP. Bangganya, ibu saya sesekali akan memuji saya.

Seiring waktu, ketika SMA tau-tau body saya agak ndut, dan saya mulai jatuh cinta, pelan-pelan saya mulai meninggalkan hoby memasak saya. Terlebih ketika masa saya harus meraih prestasi sekolah. Saat ulangan, ujian smester tiba, ibu saya akan membebaskan saya dari pembagian tugas di rumah. Saya tidak mencuci piring, bahkan tidak memasak. Hanya disuruh belajar dan belajar. Kalau saya pikir-pikir, betapa hebatnya beliau ya.

Ketika masa kuliah, saya masih melanjutkan memasak sebab saya merantau dan indekost. Musti hemat toh, body agak ndut lagi, aih. Lalu masuk dunia kerja, tinggal di rumah dinas berdua dengan teman dimana kami punya si mba yang membantu mengurus rumah membuat saya tidak lagi memasak. Dunia kerja seperti menelan saya dan membuat saya melupakan dapur. 

Saya baru memasak lagi ketika menikah. Hanya, sebab latar belakang berbeda membuat saya tidak bebas berekpresi di dapur. Hehe, selera yang berbeda bahkan cara penggunaan bumbu yang berbeda membuat era memasak saya pada masa itu kurang ekspresif bagi saya. 

Hidup yang misterius membuat saya dan suami berpisah di jalan masing-masing hingga kami sama-sama menemukan pasangan baru. Singkatnya, pada era pernikahan yang ini, rasanya mood dan ekspesi memasak saya bangkit lagi. Saya seperti menemukan jati diri saya di dapur. Pede saya pada kemampuan memasak saya muncul lagi.

Jadi kalau ada orang yang mengatakan Dapur itu tempat paling aman, paling nyaman dan paling merdeka buat dia mengkepresikan diri, saya setuju sekali. Seperti yang dikatakan Jerelle Guy, seorang Narablog dan penulis buku terkenal  Black Girl Baking: Wholesome Recipes Inspired by a Soulful Upbringing.

Sebelumnya, saya lebih dulu menemukan sosok Jarelle di acara High On the Hog, How African-American Cuisine Transformed America, episode "Kebebasan" di Netflix.




"Aku tak suka aturan. Aku merasa itu membatasiku"
"Ketika aku masuk dapur, itulah satu-satunya saat aku harus menjadi diri sendiri"
"Aku menjadi bebas dan ekspresif"
"Dapur adalah satu-satunya tempat teraman buatku"
"Dapur memberiku kekuatan"...suara Jarelle bergetar saat mengatakan ini, saking terharunya doi.

Jarelle memasak dengan resep hasil kreasi yang dibuatnya dengan intuisi kekebasan yang ia punya. Juga dari sejarah yang ia pelajari terkait perjuangan di kaumnya. Juga perjuangan emasipasi yang ia geluti.

Kue hasil bakingnya begitu cantik dan menyiratkan kebebasan. Ada semburat warna merah gelap pada Red Velvet Four Layer cake yang dibuat Jarelle. Warna yang dia dapat dengan penambahan bit dan sirup maple. Sebab bagi Jarelle warna tersebut adalah warna yang akrab dengan warna perjuangan kaum kulit hitam sejak zaman perbudakan.
Source : netflix
Terlepas perjuangan saya dan Jarelle yang tidak sama dan tentu saja jauh berbeda, saya sepakat bahwa memasak itu adalah soal kebebasan berekspresi. Setiap orang boleh memasak apapun dengan caranya. Soal pengembangan, tinggal bagaimana orang tersebut belajar sejarah, seni dan budaya terkait kuliner yang dia suka.  

Saya, sebab saya memang suka memasak, saya gemar membaca, saya pede dengan intuisi saya, saya punya basic Ilmu Teknologi Pangan juga Ilmu Lingkungan, rasanya itu klop dan baik-baik saja. Bahkan sangat menunjang kemampuan memasak saya yang dibesarkan dengan budaya makan dan masak aneka kuliner lokal tempat saya dibesarkan. Kata saya sih.

Begitulah. Memasak itu soal kebebasan dan ekspresi, jangan ragu masak di dapur, bebaskan dirimu. Salam.

Mau liat IG Jarelle Guy, DISINI
Mau liat Cookpad saya DISINI
 

Comments

  1. Sepakat, I am completely myself in the kitchen. Intensitas memasak saya memang nggak sesering dulu karena ada prioritas lain tapi begitu saya di dapur, dunia milik saya sendiri. Hehehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.