Ketika Kita Sibuk Berkutat Dengan "Nissa Sabyan" dan Gosip Lain, Perempuan Baniwa Membangun Desa Dengan Berkutat Pada Cabe Rawit Mereka

He, kadang saya gak habis pikir, kenapa kita (Kita...? tepatnya saya) menghabiskan begitu banyak waktu melototi segala hal yang dijejalkan di timeline HP kita. Semua Platform sosial media berkejaran menjejali kita dengan hal remeh-temeh bin receh itu. Kita, eh saya, mau pula mengklik semua link berita tersebut.

Entah sekadar iseng. Entah karena jari gak sengaja kepencet sebab jari saya jempol semua (apahhhh?) Bukan, sebab aplikasi HP pun menanamkan semua link berita tersebut, dengan judul dan gambar sedemikian menarik serta membuat penasaran. 

Padahal.... kita bisa abaikan saja, kalau kita mau. Sejujurnya sejak lama saya mulai abaikan semua berita gosip dan rumour macam itu. Hanya, kadang demi kekompakan obrolan di WAG saya masih ikut membahas. Alasannya sedikit memberi komentar netral dan fair dari berbagai persfektif, haiyah.

Pada saat yang sama, di sela waktu weekend saya yang panjang itu dan sebab saya mencoba mengurangi keluar rumah karena protokol COVID_19 ini, saya nonton aneka film, kadang baca buku dan tentu saja masak. Masak apa saja yang saya suka.

Terkait nonton film tadi, saya tonton dari salah satu aplikasi penyedia film dll, yaitu Netflix. Sesungguhnya kadang bosan juga nonton film. Apalagi kalau dalam seminggu film independen dan film drama yang saya sukai belum ganti daftarnya, he. Saya akhirnya terjerat menonton acara "Chef's Table"

Banyak Chef yang ditampilkan, dari Asma Khan, Musa Dagdeviren, Alex Atala, Dominique Crenn dan lain sebagainya. Ketika sedang melihat Performa Chef Alex Atala, chef asal Brazil yang bangga menyajikan kuliner Brazil dan menggunakan bahan lokal. Saya melihat bagaimana sang chef keluar masuk kawasan Amazon mempelajari banyak hal. Hingga dia menyebut soal Perempuan Baniwa yang mengembangkan Cabe Rawit mereka. Disitulah saya terjerat membaca lebih jauh tentang Perempuan Baniwa dan Cabe Rawit mereka.


Perempuan Baniwa dan Cabe rawit Mereka

Yupz Orang Baniwa, Perempuan Baniwa.  Orang Baniwa tinggal di perbatasan Brazil dengan Kolumbia dan venezuela. Tepatnya di desa-desa yang terletak di Sungai Icana dan anak-anak sungai di Culairi dan di komunitas upper Rio Negro dan wilayah lain. Konon mereka adalah bagian dari Indigenous People Benua Amerika, Suku Indian.

Kenapa saya batasi Perempuan Baniwa, karena di Baniwa, perempuanlah yang lebih banyak tinggal di desa. Para lelaki konon ke kota menjadi pekerja tambang dan lain sebagainya. Cabe dan komunitas Indian sudah lama terjalin erat. Tentang hal ini mungkin kita perlu membaca di beberapa jurnal penelitian.

Orang Baniwa, Perempuan Baniwa begitu gencar muncul dan dipromosikan karena menjadi bagian dari gerakan pertanian berkelanjutan juga gerakan adat di wilayah tersebut. Tentu saja pengembangan Cabe Rawit mereka yang disebut Baniwa Jiquitaia Chili Pepper









Ada sekitar 78 varietas cabe rawit yang ditanam dan dikelola secara eksklusif oleh perempuan Baniwa. Ada yang bentuknya lonjong, bulat, agak oval dan lain sebagainya. Ya hampir sama dengan Cabe rawit yang ada di sekitar kita (saya di Palembang kenalnya cabe burung, cabe cungak, cabe rawit setan dsb). Tetapi setau saya Cabe Rawit memang berasal dari Amerika Tengah.

Cabe tersebut tak selesai hanya ditanam, dipanen lalu dipasarkan. Sebagian besar justru diolah menjadi beberapa sambal dan jenis kuliner khas Baniwa. Antara lain, Quinhapira (Cabe Rawit ditambah ikan) dan kuliner lain. Ya cabe rawit tersebut tidak hanya menjadi bagian dari sekadar masakan, dimakan lalu selesai. Cabe Jiquitaia Pepper menjadi bagian dan ritual dan budaya mereka. 

Cabe rawit itu mereka percaya juga sebagai obat bagi kesehatan dan kemurnian jiwa mereka, wow.







Mereka gencar mempromosikannya. Tak main-main, dengan tagline "Baniwa Jiquitaia Pepper for Body and Soul"


Pada acara Chef's Table dengan bintang Chef Ales Atala itu saya mendengar bahwa di Baniwa ketika seorang gadis menikah maka ibunya akan memberikan hadiah perkawinan yang unik. Bukan lemari, atau tempat tidur atau rumah tapi bibit Cabe Rawit Baniwa yaitu Jiquitaia Pepper tadi. Sebuah hadiah dengan pesan moral yang mendalam saya kira. Pesan agar generasi berikutnya tetap menanam dan mengembangkan Cabe Rawit mereka itu. 

Apakah Sibuk di Pusaran Timeline Kita Begitu Penting ?

Jawabannya tergantung kondisi kita masing-masing. Jika kita penulis, pembuat konten, penggiat sosial media, mungkin penting juga supaya dapat bahan. Tetapi jika kita melihat hal remeh-temeh di timeline kita sekadar sibuk dan menghabiskan waktu, memuaskan esmosi jiwa tanpa manfaat yang betul-betul setara dengan waktu kita yang terbuang? mungkin perlu kita kurangi. Menurut saya. 

Apapun itu, semua berpulang kepada diri kita masing-masing. Bahwa gosip itu asyik, semua kita tau. Bahwa kita masih manusia biasa yang sesekali ngobrolin hal yang lagi trend itupun dimaklumi. Toh kita bukan malaikat. Daripada jaim tapi diam-diam kerjanya berkutat pada apa saja gosip sedang trend, hehe. Semua ada hitung-hitungannya. Semua ada baik dan buruknya, silahkan kita pilih porsi sesuai kebutuhan dan kemanfaatan bagi kita. 

Jangan sampai masakan jadi gosong karena sibuk melototi berita artis. Jangan sampai kerjaan gak selesai, atau selesai tapi asal-asalan karena waktu kita tersita untuk berita remeh dan receh tadi. 

Semoga ada manfaatnya. Salam.

Comments

  1. Kalo nggak update nggak gaul. padahal itu membuat otak stress kebanyak informasi masuk. apolagi kalau asupan negatif. salam sehat selalu

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.