Obituari, Kok Tungguk Niku Nur


Seandainya para arwah bisa saling menyapa, pastilah almarhumah ibu saya yang telah berpulang ke Rahmatullah hampir sepuluh tahun lalu akan menyapa almarhum bapak dengan ucapan itu. Kok tungguk niku nur? Sebuah kalimat dalam bahasa Ibu mereka (Komering) yang artinya, sudah sampai kau, Nur?


Sampai disana saya tercenung sendiri. Teringat lagi bagaimana mereka berdua berjuang melahirkan dan membesarkan kami 9 (sembilan) bersaudara dengan kasih sayang mereka. 

Bagaimana mereka saling menyapa dengan panggilan "Nur". Begitulah nama anak pertama mereka (Nuraini, nama Ayuk/kakak saya yang pertama). Sebagaimana adab orang-orang Komering zaman dahulu, mereka tidak menyapa suami/istri dengan sapaan mama/papa, abi/umi atau sayang atau beib..., melainkan saling memanggil dengan nama anak pertama mereka.

Jika beberapa suku lain di Sumatera Selatan saling memanggil istri/suami dengan sapaan endung Nur/Bapak Nur, Umak/Ubak Nur, kedua orang tua saya memenggal sapaan tersebut langsung dengan nama anak pertama mereka. Rasanya masih terngiang di telinga saya bagimana mereka saling meyapa dengan sapaan "Nur.." tersebut.



Maka pada Hari Selasa, tanggal tanggal 13 Agutus 2019 lalu, mungkin sapaan itu yang diucapkan arwah ibu saya kepada ayah saya. Tepat ketika ayahanda kami, H.Basturi Putro Dalom meninggal dunia di RS Siloam Palembang pada usia 89 tahun dimana almarhum ayahanda kami dimakamkan disamping makam ibunda kami sebagaimana permintaan beliau.



Selamat jalan Abah kami tercinta, doa kami selalu mengiringimu. 

Comments

  1. Jadi inget kawan-kawan SD pas masih di OKU (belum pemekaran) dulu. Banyak nian wong Komering, sampe sempet apal lagu Umbay Akas. Terus kalo dinakali anak lain, kalimat andalan yang bakal keluar: "Tumbuk ku niku, nyemulung." :D

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.