Pembantu Atau Budak ?

Pada dasarnya kalian itu manja, kalau tak mau disebut malas. Maka diadakanlah pembantu yang diperhalus menjadi asisten, ada pula yang menyebut si mbak dsb. Sesungguhnya, bagimu mereka itu pembantu atau budak ?

Pertanyaan yang muncul tak tertahan akhir-akhir ini. Sebab menjelang dan seusai lebaran timeline sosmed dipenuhi aneka curcol soal pembantu. Sebagian melegakan karena mereka memperlakukan pembantu dengan baik. Termasuk menghargai hak pembantu untuk berlebaran di kampungnya yang berarti siap mandiri di rumah saat lebaran. Sisanya, ini yang bikin jengkel dan agak memuakkan. Yaitu mereka yang sibuk curcol mengumpat pembantu, dari soal pulang lebaran sampai hal hal kecil yang mengisyaratkan keinginan untuk selalu dilayani pembantu. Mereka itu pembantu atau budakmu ?

Kalau semua pekerjaan rumah diserahkan ke mereka dari pagi hingga malam, disertai pula pekerjaan ekstra seperti memijat dan kerokan kalau majikan masuk angin, digaji tidak seberapa. (Jangan-jangan di bawah UMR), maka dia bukan lagi pembantu tapi budakmu. Itu sudah perbudakan terselubung. 

Jangan karena posisi mereka lemah, pendidikan rendah, tidak punya keterampilan selain menjadi pembantu, jumlah orang seperti mereka banyak maka kau semena-mena. Berpikirlah. Pembantu yang setiap hari bekerja, semua pekerjaan rumah, dari pagi hingga malam layak mendapat gaji paling tidak 5 juta per bulan. Layak pula diperlakukan dengan baik, dihargai, diberi hak untuk cuti lebaran. 

Mereka itu pembantu, bukan budakmu. Adakah kau paham? Jika tidak, berhentilah manja. Berhentilah punya mental ingin selalu dilayani. Lihatlah di luar sana orang-orang mandiri karena gaji pembantu itu sangat mahal. 

Suara ilalang yang menari di kepala


Comments