Siapakah Yang Lebih Tabah, Aku Atau Hujan Bulan Juni?

"tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan juni
dirahasiakannya rintik rindunya
kepada pohon berbunga itu...."  


Hujan deras, muncul lalu menghilang. Sambung menyambung sejak kemarin-kemarin itu hingga rasa jengah memelukku erat. Tak bisa kemana-mana. Maka siapakah yang lebih tabah, aku atau hujan bulan juni ini?

Pada hujan sambungan yang kesekian, pagi tadi itu, sebuah teriakan parau terdengar, auuuuu!. Teriakanku. Kasurku kena ompol para keponakan yang datang dan tidur bersamaku. Ah, secangkir kopi tak cukup kuat untuk menghalau keengganan untuk bangkit membereskan bekas dan bau ompol itu. Itu King Koil yang tak bisa kuangkat untuk dijemur. Untuk beberapa hari ke depan, bau ompol itu akan bersamaku. Maka siapakah yang lebih tabah aku atau hujan bulan juni ini?

Sebuah suara tiba-tiba hinggap di telingaku,

"Tabah itu bukan sekadar sabar dan diam, atau pasrah menunggu seperti yang kau kira dari puisi Sapardi yang kau dengar dari kaset lama musikalisasi puisi kiriman temanmu itu...

"Tabah itu adalah soal kesetiaan. Setia mendatangi, memberi arti dan makna pada semesta...

"seperti hujan bulan juni ini, tabah mendatangimu entah kau layak didatangi lagi atau tak layak, iya setia padamu. Memberi arti dan makna yang hanya kau yang tau..."

"jika kau bisa, maka kau setabah hujan bulan juni ini.."

Tabahkah aku? Ah, entahlah.Kukira, aku mencoba menabahkan diriku

#NulisRandom2015

Comments