Nyetrumnya Perempuan dan Laki-laki

Bukan cerita baru. Mungkin, tadi saya baru sempat memikirkannya. Tentu saja dengan sudut pandang  saya. Baca saja kalau mau..

Tentang nyetrum, chemistry apapun istilahnya, antara perempuan dan laki-laki itu memang sudah lama ada. Fitrah, katanya. Hanya, hm, apa semua rasa nyetrum itu harus diturutkan ? demi siapa? Untuk siapa? Jawabannya, pasti tergantung kasus per kasus. Daripada semakin melebar, baiklah saya mulai saja.

Kemaren lusa, saya beserta rombongan (2 perempuan, 1 laki-laki) ditugaskan ke wilayah paling selatan Provinsi Sumatera Selatan. Dengan berbagai pertimbangan, kami bertiga sepakat tidak menggunakan kendaraan kantor melainkan naik travel. Dari sinilah kisah nyetrum ini bermula. Rupanya, sudah menjadi kebiasaan pihak travel untuk meletakkan penumpang perempuan di sebelah sopir. Alasannya, mungkin supaya sopir tidak ngantuk, bisa ngobrol, semangat nyetir sampai tujuan, apalagi kalau penumpang perempuan itu lumayan manis.

Hal tersebut jelas terlihat saat keberangkatan kami. Tepat disamping pak sopir, ada penumpang, cewek manis yang sering terlibat percakapan dengan pak sopir.  Pak sopir memang terlihat semangat, tidak ngantuk, sering bercanda dengan para penumpang. Seperti itulah.

Ketika tugas kami selesai kemaren sore dan kami memesan travel yang sama (sopirnyapun ternyata sama) untuk kembali ke Palembang, hal  seputar nyetrum ini jadi makin saya pikirkan. Taukah kenapa?  Rupanya, mungkin karena tidak ada penumpang perempuan yang lain, saya dan teman perempuan saya mau diletakkan disampig pak Sopir. Sementara seorang lagi, yang laki-laki diletakkan di belakang. Spontan, dengan lugunya saya protes,

"Pak, kalau bisa kami bertiga tetap satu deret dong. Barisan di belakang sopir, sesuai pesanan lewat telpon kemaren.."

Wew, pihak travel tak bisa menolak permintaan saya. Pak sopir cemberut. Kenapa ? Entahlah. Mungkin membayangkan bisa bercanda, ngobrol dengan teman perempuan saya yang lumayan manis (seperti saya juga, huhahahaha) tapi gagal. Sepanjang perjalanan yang lumayan lama beliau terlihat tak begitu semangat. Tak ada obrolan diantara 3 orang laki-laki yang duduk di barisan paling depan itu. 

Ya ya ya, sebetulnya manusiawi bahwa laki-laki lebih suka ngobrol dengan perempuan daripada dengan  sesama laki-laki. Apalagi untuk perjalanan panjang yang lebih dari 8 jam perjalanan darat ini. Tetapi, hadeuhhh, saya kok agak jengkel dengan kebiasaan yang seperti ini. Tidak pada tempatnya kalau perempuan terus saja jadi objek nyetrum. Nyetrum untuk jenis dan level apapun. Kalau sekedar ngobrol supaya tidak ngantuk, kenapa harus ada unsur nyetrum ini.  Rasanya nyaman saja ngobrol dengan sesama jenis asal sama-sama nyambung topiknya, ya kan. Kalau semangat nyetrum itu harus dengan perempuan, kenapa tidak bawa istri/pacar saja untuk tiap hari nyetir, beres kan. 

Begitulah. Tentu saja cuma pendapat pribadi. Betapa setiap perjalanan miliki ceritanya sendiri. Salam.

Comments

  1. Wah kalau bicara soal nyetrum, ehemmm ..tahu ah, gelap hehehehe...apa kabar, bunda..?

    ReplyDelete
  2. nyetrumnya yang begitu tooo
    saya kira nyetrum kayak perang-perangan gituuuuu

    ReplyDelete
  3. selamat malam,salam buat temen2 blogger.

    semua terjadi karena keserasian dan ada kekhasan tersendiri jika pasangan itu berbeda dengan kita. karena bisa saling berbagi dan mengisi melengkapi dan tentunya dengan candaan..

    ReplyDelete
  4. pengalamannya menarik.. salam kenal ya

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.