Kisah Hujan Ketika Itu


Saya pengen cerita ya, ayo ayo merapat. 

Suatu hari, yang saya masih ingat hari apa, yaitu Senin, Tanggal 22 April 2024. Satu hari setelah Hari Kartini.

Sedang hujan deras ketika itu di kota saya.  Entah kenapa, saya pengen makan semangkuk sayur segar masakan sendiri. Di pikiran saya, sayur apa sajalah. Entah semangkuk kangkung tumis, sayur bening bayam atau sayur asem.

Keinginan yang datang begitu saja padahal tak diundang. Ya iyalah secara sudah 2 hari saya tidak makan sayur, dan sayuran di kulkas sudah habis.

Tanpa bisa dicegah siapapun, he, saya sedang sendirian di rumah, saya melesat menembus hujan berbekal payung abu-abu.

Hujan sudah ditembus, semua warung sayur da tempat saya biasa beli kalau sayuran di kulkas habis tutup. Bahkan warung di pojokan yang cukup jauh dari rumah sayapun tutup.

Dengan gontai dan memendam rasa kuciwa saya melangkah pulang menuju ke arah rumah saya. 

Sedang saya melangkah, 200 meter dari warung pojok yang tutup itu, saya dikagetkan oleh serombongan anak kecil yang tiba-tiba. Saja keluar dari lorong kecil sebelah rumah dekat Sekolah Dasar yang tentu cuma saya yang tau namanya, he, SD sebuah Yayasan yang didirikan Ki Hajar Dewantara.

Salah seorang anak kecil itu, entah mengapa begitu melihat saya, dia menangis. Mungkin kakinya sudah lelah, mungkin ingin pulang ke rumah dll. Saya tersentak juga. Dia satu-satunya anak perempuan dalam rombongan 6 anak kecil itu.

Otak detektif saya muncul begitu saja. Bahaya juga kalau anak itu terus main lalu teman lainnya lengah, lalu ada orang dewasa asing yang berniat jahat dsb dsb. 

Maka segera saya gandeng tangannya sambil saya katakan, ayo sayang. Saya antar kamu pulang, dimana rumahmu ? 

Segera saja kami seperti rombongan spontan yang janggal. Ya agak mirip rombongan topeng monyet. Saya si tua bangka ini mengandeng anak kecil perempuan sambil saya payungi dia bersama rombongan anak-anak lain (Untung gak ada yang maen gendang).

"Kakaknyo yang besak tadi melok kami, tapi ngilang" ujar salah seorang anak laki-laki itu. Tau kau artinya, ah carilah Kamus Bahasa Palembang.

Untunglah rumahnya tak begitu jauh. Hanya sekitar 700 meter dari pojokan tempat saya menemukannya. 

Sesampainya saya di rumah anak kecil perempuan itu dia segera menghambur masuk ke dalam rumahnya. 

Ibunya terlihat segan. Mungkin segan, takut saya mengira dia tidak menjaga anak perempuannya. Tidak bu, saya paham kadang sudah dijagapun anak-anak tetap bisa main ke luar rumah atau kemana saja. 

Begitulah. Moral storynya.... saya kira Tuhan yang membuat saya keluar rumah menembus hujan deras itu, sebetulnya bukan karena Dia ingin saya menemukan warung yang buka lalu membeli sayuran. Tetapi karena Dia ingin saya bertemu anak kecil itu dan membantunya. Entahlah.

Kenapa saya membantunya? Karena otak detektif saya !? Mungkin. Tapi... saya kira karena jiwa keNyaian/keNenekan saya. Saya paling tidak bisa melihat anak kecil menangis, apalagi dia anak perempuan. 

Selamat Hari Kartini semua perempuan. Entah anak kecil perempuan, gadis remaja, ibu muda dan lansia seperti saya.

Jangan galau ya membaca caption video di atas dan musik pengiringnya. Muncul begitu saja saat akan saya posting. 

Salam.



Comments

  1. Beruntung ketemu umek dan dianterin balik. Zaman gini soalnyo ngeri >.<

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya Yan. Ngebayangi kalau itu terjadi sama anak/cucu. Terimakasih sudah mampir membaca 🙏

      Delete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.