Selera Memang Absurd

Apakah yang menggerakkan manusia melakukan sesuatu ? Barangkali karena sesuatu yang disebut "Motivasi". Ada motif tertentu yang menggerakkan manusia melakukan sebuah perbuatan. Padahal, jujur, motif yang saya suka cuma satu, batik, hehe. Ups, bercanda.

Atas dasar motivasi tadi maka perbuatan A s/d Z dilakukan manusia. Bagaimana dilakukan, cara dan gayanya, ini tergantung selera. Bicara soal selera, memang sangat beragam dan tentu saja unik untuk orang per orang. Selera juga susah dipatok dan diberi standard. Buat saya, sesuatu menyangkut selera ini tak bisa dikotak-katik. Ia melekat pada kepribadian orang per orang.

Sekedar contoh saja, saya punya teman yang suka sekali melaporka semua aktivitas sehariannya di FB. Motivasinya ? manalah saya tau. Mungkin sekedar mengisi waktu karena memiliki banyak waktu luang (meski saya tau dia itu pegawai). Eksis sekali di Fb. Seperti itulah kira-kira. Cara dia eksis, tentu saja cara dia. Kadang terlihat agak aneh buat saya. Sebagaimana kita tau selera orang memang sulit dipahami oleh orang lain.

Suatu kali, entah hari apa, dalam 5 menit dia menuliskan 5 status yang isinya sama, "Sedang check in di terminal F Soeta". Hehe, mungkin salah pencet. Tapi hari-hari yang lain, terulang lagi. Nama akunnya, nama lengkap dengan seluruh gelar akademis yang dia punya. Dia gemar sekali mengupload foto-fotonya di FB. Foto kapan saja dimana saja. Gaya jreng, busana jreng, body lebih dosis untuk disebut sexy. Saat terlihat oleh saya, yang berkomentar pertama adalah ilalang di kepala saya,

"Hadoooh, itu badan kaya ubi, dandanan persis gaya mbok Bariah. Kaca , kemana kaca ...?"

Saya tak tahan mendengar suara ilalang itu, hahaha. Dia memang lugas dan lugu. Selera orang lain, manalah bisa kita mengerti. Sebagaimana juga orang lain mungkin tidak bisa mengerti selera kita. 

Teman saya yang lain, Roro itu lagi, beda lagi seleranya. Dia suka dengan cowok gondrong. Alasannya ? tak jelas. Usut punya usut, hehe, waktu Roro beranjak remaja (masa SMP) dia suka sama teman-teman abangnya yang sering datang ke rumah. Sebagaimana cowok-cowok zaman jadul dulu, rambut mereka gondrong. Di mata Roro yang masih bau kencur itu, cowok gondrong itu pinter, baik hati. Pintar main gitar. Pintar bikin puisi yang dipesan Roro jika ada tugas dari sekolah. Sampai ia dewasa, Roro masih menyimpan selera yang sama.

"Sudah abad 21 loh Ro, gak musim banget deh cowo rambut godrong..." goda saya

Roro tetap tak bergeming. Sebab itu seleranya. Harus dihargai.  Selera manusia memang berbeda-beda dan tak bisa dipahami dengan sebuah patron tertentu. Buat saya, cowok berambut gondrong itu, hehe, aneh saja. Mereka itu sering keramas gak ya ? wakakakak. 

Begitulah soal selera. Cuma cara saya menghabiskan 1 jam yang gerah ini sambil menunggu acara minum kopi sore tiba. Menulis, cara mengisi libur akhir pekan sebagaimana biasa. Menulis ini dan itu. Bila orang lain belanja ke mall atau liburan ke sebuah tempat, saya menulis. Inipun karena sesuatu yang disebut "Selera". Ya, selera memang absurd. Selamat berakhir pekan. Salam.

Comments