Secangkir Kopi Krem Siang Ini
Sesekali minum kopi yang bukan kopi kampungku. Sesekali dan seringkali, memang harus berdamai dengan suasana. Sebab tentu tak bisa menyeruput secangkir kopi kampungku dimana saja. Maka siang ini kuseruput secangkir kopi yang bukan kopi kampungku. Secangkir kopi krem yang kudapati disini...
Tak banyak pilihan. Sebab situasi tak bisa ditawar, sedang lelah ini telah membuat muak. Maka kumasuki saja sembarang lounge yang ada. Cukup menghemat. Hanya limapuluh ribu bisa mendapatkan seperangkat kenyamanan yang ada. Ruangan bersih dan nyaman. Dekorasi sederhana yang manis dan pencahayaan yang baik. Meski tak begitu banyak jenisnya, tersedia cukup makanan dan minuman. Tentu saja toilet bersih dan tempat sholat yang cukup memadai. Penerbangan pulag ke kotaku masih dua jam lagi.
Sungguh, kopi ini agak aneh di lidahku. Rasanya tentu tak seperti kopi kampungku. Sudahlah. Sebab sudah lama lidahku ini berdamai dengan aneka keanehan rasa pada suasana darurat seperti ini. Sebab kopi yang bukan kopi kampungku, harus ditambah sedikit krem supaya rasa anehnya berkurang. Maka jadilah ia secangkir kopi krem itu. Begitulah.
Di tengah regukan secangkir kopi krem siang ini, entah regukan ke berapa, tiba-tiba aku ingat dia. He, sahabatku. Kalau tau dia aku sedang menikmati fasilitas kaum kapitalis ini (begitulah dia punya istilah) marahlah dia, hahahaha. Buatnya menikmati fasilitas seperti ini adalah sebuah kemunafikan. Sebuah penghianatan. Tak layak dinikmati. Sebab kita kaum proletar, bukan kaum borjuis. Begitulah kata sahabatku itu. Kataku bagaimana..? He, kau ingin tau. Tentu saja aku bukan dia. Aku punya pendapat sendiri. Kapan-kapan kuceritakan. Aku minum kopi (krem) ku dulu ya. Salam.
emang nya kopi kampung mba itu rasanya gimana sih...? koq sepertinya buat mba tidak sudi meneguk kopi lain
ReplyDelete