Ransel Hitam

Tiba-tiba saja kutemukan sebuah ransel hitam. Teronggok di dekat jendela. Agak ke sudut kiri meja kerjaku. Entah kapan ia ada disana..

Milik siapakah ransel itu ? Tak jelas. Hanya, entah mengapa ia seperti memanggil-manggil. Seolah minta kubuka. Perasaan janggal. Tentu saja kutepiskan. Sebab lelah sepulang dari pabrik telah merangsek seluruh sendi-sendi tubuhku. Keengganan telah bercampur rasa malas. Bukankah aku berhak menikmati sedikit saja waktuku sebelum gelap itu tiba. Maka kunikmati sore yang tinggal sejengkal itu dengan menghirup secangkir kopi sambil menjuntaikan kakiku.

Beberapa belas menit kemudian, entah oleh sebab apa, tiba-tiba ransel itu telah berada di pangkuanku. Tepat di atas tumpuan kedua paha. Sepertinya ia memaksaku untuk memandangnya. Kualihkan pandangan mataku dari benda itu. Gagal. Aku tak bisa berpaling. Ia seperti membetot perhatianku. Taukah kau kenapa ? Ia telah terbuka. Sepertinya, ia memang ingin aku melihatnya. Oh, apakah itu... ?

Tidak...!. Aku tertunduk. Tak bisa lagi kukatakan apa-apa. Di dalam ransel itu aku melihat sebuah warna ungu. Terungu dari yang paling ungu. Padahal, oh, dulunya ia adalah warna biru. Kini, ia telah menjadi ungu. Dan, yang paling membuatku tertunduk dan gagap adalah...aku beku. Aku kosong. Untuk sepersekian menit, aku tak tau harus berbuat apa.Kenapakah..? Kau tak tau ? Ah, apakah kau lupa ? Ia, ia warna biru itu. Ia yang kusimpan di saku baju dan kukeluarkan di sudut itu saat gelap tiba.

Taukah kau kenapa ia menjadi ungu...? Rupanya, bila biru tertimpa gelap juga dilingkupi hawa pengap di kotak bersarang laba-laba ia berubah warna menjadi ungu. Tentu kusalahkan diriku. Mengapakah baju dimana aku menyimpan sesuatu berwarna biru itu kumasukkan ke dalam gudang itu..? Oh, sesal itu tak ada guna. Cepat-cepat kuraih ransel hitam itu. Kulemparkan ke dalam gudang itu lagi. Tentu saja beserta baju yang berisikan sepotong kain yang telah menjadi ungu itu.  

Tak lama terdengar suara-suara,

"Bila biru itu adalah rindumu..."
"Usah sesali diri mengapa ia menjadi ungu
"Sebab bukan lembab dan pengap yang menjadikannya ungu melainkan waktu.
"Ya, waktu akan merubah warna biru menjadi apa saja yang diinginkannya.

'Seperti katamu dulu, rindumu tak berupa..."  
"Hanya bisa memandanginya datang dan pergi sesukanya.."
"Maka sudahlah. Biarkan. Kau bisa mendekapnya atau membuangnya kepada gelap. Tak ada yang menyalahkanmu.."
"Bukankah kau telah belajar pada gelap malam di sudut itu..."


Rupanya suara dari balik gudang itu. Racauan janggal si ransel hitam ketika gelap itu kembali merangseknya.Ah, ransel hitam, inikah caramu menghiburku...?

Comments