Bukan Mengubah Tapi Kompromi

Pagi yang basah. Semalam turun hujan disini kawan. Kebasahan itu, seperti biasa membawa suasana sejuk. Lalu, entah kenapa saya jadi teringat obrolan dengan teman-teman saya semalam.Tentang "Perubahan". Mau tau lengkapnya ? Ayo kita lanjutkan...

Saya kira alasan kenapa sesuatu di kepala saya terus mengarah kata "Mengubah" itu tidak disebabkan oleh obrolan dengan kawan-kawan saya  itu saja. Ya, beberapa hari sebelumnya, tidak sengaja saya melihat sebuah infotaiment. Seorang artis sedang sesunggukan. Ia menangis menceritakan kekasihnya (yang beda usia 15 tahun darinya, he, tebak saja) yang tidak bisa ia rubah. Padahal, sang kekasih sudah berjanji akan merubah sikap. faktanya, tidak juga berubah. 

Hah..., saya menghela nafas panjang. Jangankan yang masih pacaran, yang sudah menikahpun tidak akan bisa mengubah suami/istri mereka. Sebab pasangan hidup memang bukan mahluk yang bisa kita ubah. Suami/istri/pacar tidak akan bisa saling mengubah pasangannya. Hal yang diperlukan adalah kompromi. 

Itulah yang mengendap di kepala saya beberapa hari yang lalu. Lalu, ketika semalam saya dan beberapa teman berkumpul atas undangan salah seorang dari kami yang sedang merayakan ulang tahun perkawinannya, apa yang sedang mengendap di kepala saya itu seperti menemukan jalan untuk keluar, hehe. Sebentar, saya menyeruput kopi saya dulu. Ah, sedap...!

Baiklah. Teman saya itu sedang menghibur hatinya yang sedih. Sudah sekian tahun membina Rumah Tangga ia tidak bisa mengubah sikap suaminya. Sang suami, sering mengambil sikap sendiri. Tanpa kompromi menerima saja permintaan keluarganya di kampung untuk menerima saudara-sudaranya tinggal bersama mereka. Tidak hanya sekedar tinggal, termasuk dibiayai kuliah dsb. Praktis rumah mereka seperti penampungan pendididikan gratis bagi keluarga pihak suami. Biayanya dari uang suami. Sementara untuk anak-anak mereka sendiri, sang suami mengandalkan istri (teman saya itu) karena kebetulan bekerja dan memiliki rezeki cukup.

Ya ya ya. Saya kira selama teman saya itu ikhlas, tidak ada masalah. Lalu masalahnya apa? Teman saya itu merasa diabaikan perasaanya. Sang suami tidak menanyakan dulu apakah ia menerima adanya beberapa keponakan suami utnutk tinggal bersama mereka. Ia merasa suaminya sibuk membiayai keponakan-keponakannya. Sedang ia, ia dibebankan untuk membiayai anak-anak mereka. Rasanya saya bisa memahami perasaan teman saya itu. Kompromi adalah jawabannya. Harus dibicarakan dengan baik.

Begitulah. Intinya memang bukan mengubah tapi kompromi. Dan kompromi iu sendiri memang harus dicanangkan sejak awal. Teman saya berkata lagi, sudah dikompromikan dan tidak ada hasilnya. Ya..., saya kira kalau sudah dikompromikan tapi belum berhasil tidak ada jawaban lain selain teman saya itu harus ekstra sabaaaarrrr. Minta padaNya agar dikuatkan hati. Minta PadaNya agar terus diberi rezeki. Minta padaNya agar seluruh anggota keluarganya sehat jasmani dan rohani. Rasanya itu. Mari kita renungkan bila berkenan. Salam.

Comments

  1. jangankan mbak, kata-kata perubahan itu juga mengenap dikepalaku. yg terpenting kita gak bisa memaksakan orang lain itu sama seperti yg kita inginkan atau yg kita pikirkan.

    ReplyDelete
  2. Mampir ke blognya mbak, adem skali

    ReplyDelete
  3. @vie_three, yup bener..

    @Ipank, oh ya, terimakasih. Sering-sering mampir kalau gitu :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.