Gitarnya Pagi Ini

Entah apa rasa yang mengusiknya, tiba-tiba ia ingin memetik gitarnya pagi ini. Padahal, telah lama sekali benda itu cuma ia simpan. Telah lewat hitungan tahun dengan lima jari. Gitarnya, sebuah kenangan yang ingin ia simpan. Seperti duka yang ingin ia kubur dalam-dalam. Maka ketika pagi ini ia ingin memetik gitarnya, apakah itu berarti ia ingin memetik lagi dukanya... ? Tak ada jawaban.

Ia duduk di sudut kamar sambil memeluk gitarnya. Mengencangkan senar dan merubah beberapa posisi benda itu.  Tring..., suara gitarnya seperti memecah sunyi yang tak benar-benar sunyi.

"Seindah dalam kata..."
"Seindah dalam cinta..."
"Bilakah segala-galanya..., bersatu...."

Oh, lagu itu lagi. Adakah yang ingin ia lupakan dan tepiskan hingga berlalu segala tawa dan duka dengan lagu itu ? Apakah itu tentang kisah yang berlalu ? Tetap tak ada jawaban kecuali denting gitar dan lengkingan suaranya memecah pagi yang tak benar-benar sunyi. 

Ya, sesungguhnya pagi, siang atau malamnya tak pernah benar-benar sunyi.  Sebab di hatinya ada kau. Kau yang ia inginkan memetik gitarmu. Kau yang  sebabkan ia ingin memetik gitarnya pagi ini. Kau yang akhirnya ia inginkan menghilang dari ingatannya. Berlalu, seperti pelangi yang yang cuma muncul sekejab. Berlalu, dan bukan bersatu seperti syair lagu yang ia teriakkan saat ia memetik gitarnya ini. 






Hanya tarian ilalang di kepala saya. Entah mengapa, tariannya pagi ini tak jelas dan tak tuntas. Tuntaskan saja di kepalamu kawan.

Comments

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.