Pagi Yang Menjembut

Pikiran janggal tiba lagi. Itu karena tadi pagi saya membuka ponsel saya dan menemukan percakapan lucu beberapa teman di twitter, semalam. Percakapan yang baru saya baca pagi tadi. Sangat lucu. Mau tau ? Boleh, syaratnya cuma satu. Anda harus paham apa itu jembut yang dibicarakan disini.


Entah kenapa terjadi percakapan seputar jembut itu. Ya, bahwa Saut Situmorang pernah membuat puisi tentang jembut, mungkin sudah banyak yang tau. Rupanya puisi itu sangat berkesan buat orang-orang. Terbukti semalam, entah apa yang sedang dibicarakan, ada saja yang menggiring Saut untuk mengucapkan kata "Jembut". Maka malam pun jadi menjembut di twitter Saut. Lihatlah,


Ini malam seribu jembut

Sejembut titian dibagi tujuh


Apa sih fungsi jembut ?

Supaya nyelip di gigi ( pasti dia sudah baca puisi Saut)

Buat nyiksa Ruhut dan Nazaruddin, cabutin helai demi helanyai bang


Apa anggota Demokrat punya jembut ?, mari tanya


Jembut itu alpha dan omega


Kisah jembut dari SMA


Maukah kau menjembuti cintaku padamu


Datang tak dijembut, pulang tak berjembut


Jembut mabuk dari Laut selatan

Agama-agama di Indonesia telah kehilangan nilai-nilai jembutnya

Tuhan telah kehilangan jembutNya

UUD 45 telah kehilangan nilai-nilai jembutnya


Kejembutan yang maha esa, kejembutan yang adil dan beradab, etc


Institut Kesenian Jembut


Jembutisme pers Indonesia dilihat dari berita-beritanya


Dewan Kesenian Jembut


Pekan Raya Jembut


Jembut simbol kemunafikan ? opurtunist ? politis ?



Pada mulanya adalah jembut


Tak bisa saya tahan, saya tergelak. Hahahaha. Itu percakapan yang sangat lucu buat saya. Jauh lebih lucu dibandingkan berita televisi yang menyajikan wawancara via telepon dengan Nazarudin (dan Nazaruddin tetap tak bisa ditangkap meski ia dinyatakan sebagai buronan). Saking lucunya, sampai-sampai saya takut mereguk kopi kopi saya. Takut kalau-kalau ada sehelai jembut di kopi itu. Bisa saja. Bisa jadi ada sehelai jembut yang terbang lalu hinggap di bubuk kopi yang ditumbuk itu.

Itulah pagi yang menjembut buat saya. Oh, betapa ironisnya bila berita tv kalah menarik dibandingkan percakapan seputar jembut. Itulah yang saya rasakan. Ah, betapa janggalnya pikiran ini. Baiklah, saya pamit dulu. Ya, melesat bersama angin saya, apa lagi.

(Hanya ditujukan bagi mereka yang mampu melampaui batas kejembutannya)

Comments

  1. hihihi,...entah kenapa saya tertawa baca percakapan ttg jembut ini mba :D

    saya baru saja mandi dan sedang menyisir jembut saya yg sdh dikeramas *rambut* hihihi :p

    ReplyDelete
  2. waduh,,
    bingung mau koment apa, talkless lahh,,

    ReplyDelete
  3. assalamu'alaikum ...
    lama tak mampir kemari, alhamdulillah dapat sejembut hidangan yang menggelitik rasa.
    Indonesia memang tengah dijembut angin ribut, bu elly. Saya jadi malas menjembut televisi, apalagi mendengar jembutan nazarudin. halah ...

    ReplyDelete
  4. @Senja, sayapun tertawa, hahaha

    @Ardian, hehe, ya..., jangan memaksakan diri.

    ReplyDelete
  5. @Annie, wa'alaikumsalam teh. Haha, yep, begitulah sejembut tentang kondisi kita teh. Oh, saya juga sedang malas nonton tv.

    ReplyDelete
  6. waaaaaaaaah kirain jemput hahah

    rupanya Jembut ya
    hgihihihiih

    ReplyDelete
  7. wedew.. ada aja percakapan tentang jumbet .. hehe inin mampir and komen ya

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.