Sebuah Kisah Berjudul "Tebang Pilih"

Ketika pagi tadi terbentuk, tiba-tiba saja di kepala saya muncul kisah ini. Maka seperti biasa, bila sesuatu sudah muncul di kepala, tentu ia harus dituliskan. Sebelum ia terbang. Sebelum ia mengering lalu mengguap entah kemana. Saya beri judul kisah ini "Tebang Pilih".


Ya, tebang pilih. Kisah ini bermula dari seorang sahabat sejati saya. Katakanlah ia sahabat jiwa saya. Seorang perempuan yang agak aneh. 
"Tebang, penggal bila ada sesuatu yang menganggu kita", katanya pada suatu ketika
"Gangguan seperti apa..?", saya tanya ia
"Gangguan apa saja, pelecehan, keisengan", jawabnya lagi
Hm, saya mengernyitkan dahi. 
"Sudahlah, bila kau tak paham..."
"Kau tau, sudah berapa orang di dunia nyata yang kuhindari, sudah berapa akun teman di FB kublokir gara-gara keisengan mereka membuat jengah ?, "He, banyak. Itulah tebang yang kumaksudkan" urainya

Hm, saya tak begitu mengerti. Lalu sahabat saya itu dihadapkan pada situasi dimana ada seseorang yang tiba padanya, agak iseng rasanya (masih menurut sahabat saya itu)...., dan ia tak kuasa untuk menebangnya. Ia kehilangan kata-kata sakti "Tebang"nya. Sementara, oh, saya melihat dia terlihat begitu bahagia. Pada saat yang sama, dia merasa takut. Bimbang, lalu ragu. Tapi tetap merasa tak sanggup menebang gangguan yang satu itu.  Betapa anehnya dia,

"Kenapa kau tak sanggup menebangnya...?", iseng saya tanya dia
"Karena dia begitu istimewakah, atau dia berbeda...?, cecar saya lagi
"Bukan, bukan karena dia istimewa, tapi karena aku istimewa. Rasaku jadi begitu istimewa..."
"Geloranya, letupannya, sesuatu yang mengitari rasa itu terlalu indah untuk dipenggal.."

Saya terpekur. Sahabat saya itu  terus saja mengurai alasan demi alasan. Ia seperti sedang mencari pembenaran. Lalu saya katakan padanya, bukankah itu hanya buih,
"Bila samudra saja bisa mengering, bukankah sebotol bir pada akhirnya akan kehilangan buihnya...!?
Ia tak menjawab.

Sahabat saya terdiam untuk beberapa jenak. 
"Karena menebangnya sama saja seperti menebang separuh jiwaku. Karena, tanpa kusadari..., aku juga suka dia. Itulah alasan aku tak sanggup menebangnya"
Tawa saya meledak seketika, hahahahhaha.

Itulah intinya, orang melakukan tebang pilih, karena perasaanya. Standard manusia, manalah bisa objektiff. Sebab dia dipengaruhi aneka gejolak dan rasa. Hei, bukankah itu kodrat. Ya kodrat. Sudah kodrat manusia  untuk memiiliki perasaan-perasaan duniawi. Itu manusiawi. Sebab itu disebut manusia.

Lama saya merenungi situasi sahabat saya itu. Hari berganti minggu hingga bulan, untuk akhirnya saya menemukan jawabannya,

"Sudahlah kawan. Saya senang melihatmu merasakan lagi hal yang membuatmu bahagia..."
"Jangan merasa bersalah. Jangan pula terlalu rumit. Rasai saja. Bila keraguan muncul, takut itu hanya sebuah keisengan, ya...berilah sedikit jarak..."
"Buatlah dirimu iseng juga. Maksudnya, jangan terlalu dipikirkan. Berdoalah, semoga rasa itu menemukan jalan terbaikNya. Siap dengan segala kemungkinan..."
"Sementara itu, tangkaplah rasamu dengan segenap jiwa. Bukankah rasamu itu akan menuntunmu membuat puisi atau prosa lagi...!?", selidik saya

Dia mengangguk. Ketika sahabat saya itu mengangguk, seketika itu juga saya merasa kisah ini telah menemukan jalan keluarnya. Betapa leganya saya. Tak lama terdengar sahabat saya itu berkata lagi,
"Kau tau, aku akan membuat naskah sebuah novel dalam waktu dekat ini..."

Ah senangnya saya mendengar jawaban itu. Bukankah tebang pilihpun mengandung hikmahnya sendiri. Ya, tebang pilihpun bisa menemukan bentuk indahnya. Jadi, kenapa harus rumit ? Begitulah. Saya akhiri kisah "Tebang Pilih" ini  sembari menyesap tetes terakhir kopi saya. Salam.

Comments

  1. Ahahahaiiy, mungkin itu sebabnya bir dan buihnya menggoda ya, karena memabukkan dan sesekali kita perlu mabuk agar bisa keluar dari realita yang begitu datar. Mungkin ;) Saya suka sekali tulisan ini :D

    ReplyDelete
  2. semua kembali ke perasaan,feeling ya mba ? tebang pilih...tentu saja,yg tidak tertebang yg terpilih oleh rasa... :)

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.