Ilalang, Kukuh Tak Bertepi


Seperti apakah rasanya selera atau taste yang sudah terbentuk begitu kuat, mengakar begitu dalam ? He, saya tidak menemukan padanan kata yang tepat. Saya sebut saja itu sebagai selera yang kuat, kukuh tak bertepi. Maka begitulah rasanya taste yang ada di kepala saya. Mungkin terlalu kuat mengakar pada pakem yang membentuknya.

Secangkir kopi yang enak buat saya, ya kopi kampung asli. Syukur-syukur kalau bisa mendapatkan kopi luwak. Tidak terlalu manis, tidak begitu kental. Ia harus diseduh dengan air yang sedang mendidoh, bukan air termos. Cangkir yang digunakan untuk menyeduhnya harus diuapkan dulu pada ujung mulut ketel yang mencicit, hehe.

Saat membaca fiksi atau apa saja, kalau kebetulan saya membuka link yang disodorkan orang, biasanya saya akan langsung berhenti bila menemukan kalimat, "Dia/perempuan itu berdiri dengan anggunnya,,..." atau "Semilir angin......". Untunglah saya jarang membaca, kecuali dulu saat masa remaja. Pstttt, buku yang sampai tamat saya baca pada era sekarang cuma novel "Saman" dan "Larung" karya Ayu Utami, entah kenapa saya suka kedua buku itu.

Kenapa saya jarang membaca tapi gemar menulis...? Jawabannya, karena saya tidak punya banyak waktu untuk membaca. Kenapa punya waktu untuk menulis, karena menulis adalah sebuah kebutuhan. Kebutuhan untuk mengungkapkan pengembaraan di jiwa. Kebutuhan untuk mengolah sesuatu yang bergolak di kepala agar tak menjadi bisul.


Begitulah pengakuan Ilalang pada saya, baru saja. Ilalang, ah kukuh tak bertepi. Seleranya memang aneh. Ya ya ya, seaneh apapun, setiap orang pasti punya "Taste"nya sendiri. Itu sesuatu yang nyata dan menjadi hak siapa saja. Selamat datang April. Selamat berakhir pekan buat semua. Salam.

Comments

  1. kebetulan saya lagi minum kopi, tai kopi good day...hehehehheh...

    fiksi tau prosa kah ini....

    ReplyDelete
  2. Selamat akhir pekan juga Mbak Elly ;)

    ReplyDelete
  3. Dulu, ketika awal2 ikut kelas menulis di rumah dunia ada yang selalu dipesankan oleh Mas Gong. Ketika ingin menjadi penulis buku, kita kudu rajin menghadiri launching2 para penulis, membaca buku2 para penulis lainnya juga membeli buku penulis lainnya.

    Katanya sih, biar timbal balik githu, kita launching buku, ada yang datang. Kita menerbitkan buku, mereka gantian beli. dan membaca buku kita.

    bener atau enggak, ana gak tahu, soale gak pernah menerbitkan buku hehehehehe *ngayal kapan punya buku sendiri*

    Sekarang, di FB marak penulis indie yang mereview karya2 indie lainnya. Semoga Ana, meskipun bukan penulis buku, diperbolehkan juga mereview buku Mbak Elly kalau sudah terbit :)

    ReplyDelete
  4. @Daur Ulang, pagi, he, hanya kontemplasi ilalang
    @G, selamat pagi G, semoga akhir pekannya meyenangkan
    @Anazkia, hihi, kalau membeli buku, wow, jangan tanya, saya sangat rajin membeli buku. Liat saja rak buku saya, ada bejibun buku yang sampai saat ini belum sempat saya baca. Ya, saya kira kita sudah beda tahap expetasinya na. Masa-masa saya haus membaca dan membandingkan sudah lewat. Saya sudah menentukan mana yang menurut saya bagus, mana yang tidak, hehe, sudah punya pakemnya. Alasan lain, karena saya pembelajar otodidak untuk soal tulis-menulis, buat saya, rasanya saya tidak begitu punya greget untuk mengikuti saran dari kelas menulis manapun. Kalau mereview buku saya, ah, dengan senang hati silahkan. Siapa tau Ana bisa menemukan gairah sendiri saat mereview buku dari seorang pembelajar otodidak seperti saya. Selamat berakhir pekan na.

    ReplyDelete
  5. senadainya tak ada kupi yang di buat dicangkir yg diupakan dulu, apa masih ada semangat buat menukis yak? hahaha...kayaknya kopi dulu baru muncul ide menuloisnya neh...:D

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.