Sarang Wati

Kemanakah Wati pulang mengistirahatkan raga bila senja telah menjelang......? Begitulah tanya handai taulan pada sang Wati. Maka sang Watipun menjawab, ke sarangku, Sarang Wati. He, jangan anggap Wati sebagai seekor burung. Dia gadis jelita, primadona pada zamannya. Rumahnya tepat di pinggir jalan sebuah kota. Agak menjorok ke belakang dengan undakkan tanah yang lebih tinggi, sebuah paviliun rumah tersebut berdiri dengan megah bertuliskan "Sarang Wati". Itulah kamar Wati si gadis jelita.

Tanpa sengaja, kemarin, saya melintas tepat di hadapan rumah dengan paviliun bertuliskan "Sarag wati" itu. Memandangnya lagi, hm, melahirkan sejuta kenangan. Betapa tidak, ketika kecil dulu saya mengangankan memiliki kamar seperti sang Wati. Sering minta pada orang tua saya agar dibuatkan kamar khusus bertuliskan "Sarang Newsoul", hehe. Keinginan yang tidak tercapai. Dan ketika melintas di depan "Sarang Wati" tersebut, ingatan itu muncul lagi. Sayang rumah dengan paviliun "Sarang Wati" itu kini dalam kondisi tidak terawat. Menimbulkan rasa prihatin memandangnya.

Maka kemanakah sang wati....? Pertanyaan yang tak saya miliki jawabannya. Wat, Wati, Wati..., ah saya ingat, beliau sebaya dengan kakak perempuan saya yang nomor satu. Saya ingat-ingat lagi rasanya ketika SD saya pernah sekelas dengan adiknya, Dewi (Entah kenapa saya pernah sekelas dengan Dewi, padahal Dewi ketika itu usianya jauh di atas kami teman sekelasnya). Sayang sekali saya putus kontak dengan Dewi. Sayapun kehilangan jejak sang Wati.

Sarang Wati masih saya pandangi. Pohon-pohon tinggi menutupi paviliun itu, untung masih bisa terbaca tulisan "Sarang Wati"nya. Kelihatannya keluarga itu sudah tidak lagi berada di sana. Rumah itu sangat tidak terawat. Bagian kiri rumah dihuni oleh yang menunggu rumah utama, memberi pemandangan jemuran pakaian semrawut yang membuat mata saya tak nyaman.

Beginilah bila sebuah keindahan tidak dirawat dengan baik. Menimbulkan goresan pada keinangan indah yang pernah ada. Seperti hempasan ombak yang mengggelegar di pantai, sebuah pertanyaan tiba-tiba saja menganga di benak saya. Sarang Wati, dimanakah tuanmu (Wati) berada kini....?

Comments

  1. Siang Bunda, seperti biasa artikelnya, penuh dgn makna yg tersirat.. :)

    ReplyDelete
  2. tak seperti biasanya aku terlambat, hehe..walau begitu tak ada alasan untuk tidak menyelami setiap paragraf

    ReplyDelete
  3. Semuanya emang harus dirawat ya mbak..
    sekalipun itu kelihatannya indah. kalo dibiarkan akan kusam dan memudar

    ReplyDelete
  4. ehmmm, mari rawat rumah kita biar tak seperti sarang wati... hehehhe

    ReplyDelete
  5. jangan2 pindah ke tegal mbak, alnya tetangga baru saya namanya wati... kekekeekeke
    *boongan,becanda,mogandakpapa*

    ReplyDelete
  6. yah, harus dijaga memang. spt halnya tempat2 wisata di Indonesia byk yg tak terawat tuh.

    ReplyDelete
  7. Dibeli aja mbak sarang watinya, terus direhab lagi biar keindahanya terlahir kembali. Moga2 si watinya baca komenku.

    ReplyDelete
  8. @all (Laksamana Embun, Sigit, Itik Bali, Buwel, Achen, Sang Cerpenis, Trimatra, semua) terimakasih komentarnya. Tri, hehe, bisa aja. Ya mudah-mudahan beliau baca.

    ReplyDelete
  9. Keindahan itu adanya di hati, bukan di mata. Jd, mskipun si wati dah g nampak di mata, setidaknya masih ada seburam bayang dirinya menggores di hati.
    salam knal, skalian q follow. smoga bsa keep in touch...

    ReplyDelete
  10. Artikel yang menarik sekali, semoga sukses selalu dan saya tunggu

    kunjungan anda di website saya.thx

    ReplyDelete
  11. Artikel yang menarik sekali, semoga sukses selalu dan saya tunggu kunjungan anda di website saya.thx

    ReplyDelete
  12. met sore Mbak.. kunjungan silaturahmi nih.. apa kabar?

    ReplyDelete
  13. Hem.. coba kubayangkan sebentar. Pasti sarang wati sekarang tak lebih indah dari sarang burung ya..?

    ReplyDelete
  14. JIka aku melintas di situ, mungkin juga aku ingin menikmati keindahannya di kala dulu, tentu masih ada bekas-bekas keindahan itu..

    Mengucapkan selamat malam...

    Ohya berarti problem tentang komentar2 yang hilang di blog itu sama.

    ReplyDelete
  15. ya.. keindahan yang tak terawat bisa pudar begitu saja...

    *sarang watinya urus aja sama mbak... ^^

    ReplyDelete
  16. @all (Lone Fighter, Wibisono, Rita Asmara, Catatan Kecilku, Hendriawanz, Arif Chasan, semua) terimakasih komentarnya. Selamat berkativitas semua. Lone, Wibisono, ok sobat.

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.