Jendela Tak Bertuan


Telah lama dia tertegun disana. Ya, disana. Memandangi sebuah jendela yang disebutnya "Jendela Tak Bertuan". Saat itu, sore mendung berangin yang menggugurkan beberapa helai daun mahoni di sisinya. Seperti melengkapi sebuah kekuatan yang menggerakannya untuk berada disana, entah apa.

Jendela Tak Bertuan yang dipandangnya masih seperti bentuknya limabelas tahun yang lalu. Jendela di sisi kanan sebuah rumah. Rumah yang sangat dikenalnya. Ya, sebuah rumah dengan jendela yang dulu selalu menanti untuk memandangi dirinya berjalan kaki pulang dari sekolah.

Seseorang akan setia menantinya melintasi jalannan kecil dari jendela di lantai 2 rumah tersebut. Ketika itu, he, barangkali ini yang disebut insting, ia reflek sedikit mendongak dan melihat seseorang (kebetulan laki-laki) yang sedang memandanginya. Seseorang laki-laki yang akhirnya menganggukkan kepala dengan takzim padanya sambil tersenyum tipis. Sikap yang cukup membuatnya heran. Biasanya remaja lelaki sebayanya akan melambaikan tangan. Atau bahkan turun untuk mengejarnya dan mengajak berkenalan. Tapi laki-laki pemilik jendela itu selalu begitu. Ia dengan sabar menunggunya berjalan pulang sekolah hanya untuk menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis. Seperti itulah selama beberapa bulan

Pada hari ke tujuh bulan ke-3 setelah kejadian rutin itu terjadi, di sebuah harian lokal kotanya ia menemukan sebuah tulisan berupa cerpen yang berjudul "Dia yang Kupandangi Dari jendela". Konyolnya, setelah tuntas membaca cerpen itu, he, dia merasa cerpen itu menceritakan tentang dirinya. Adegan pertemuan dengan memandang dari jendela itu sama persis dengan kejadian yang dia alami. Bagaimana dia berjalan sambil tersenyum ceria. Kadang sedikit berjingkrak sambil mengobrol dengan teman-temannya, persis ditulis dalam cerpen itu. Dia merasa penulis cerpen itu adalah laki-laki yang selalu memandanginya dari jendela sepulangnya dari sekolah. He, untuk gadis lugu seusianya, barangkali wajar dia didera rasa seperti itu. Sebuah rasa aneh yang lalu menjadi sirna dan nyaris terlupakan sejak ia meninggalkan kota ini setamat SMU.

Lima hari yang lalu ia mendapat cuti besar untuk liburan. Kesempatan yang tidak disia-siakannya untuk berlibur ke kota asalnya disini. Entah kenapa dia begitu bersemangat menelusuri jejak lamanya. Termasuk jejaknya berjalan kaki pulang sekolah dulu. Hingga diapun berada di tempatnya menghentikan kendaraannya. Dia seolah digerakkan untuk selalu melintasi jalan itu, rumah itu, hanya untuk memandangi jendela tak bertuannya. Disebutnya Jendela Tak Bertuan sebab sejak kedatangannya ke kota ini, telah lima sore ia berada di posisi dimana seseoorang memandanginya dari jendela sepulang sekolah dulu, jendela itu selalu tertutup. Dan ini adalah hari kelimanya memandangi jendela itu.

Jam yang hampir sama, suasana yang tidak banyak berubah. Sudah lima sore ia menghentikan kendaraannya hanya untuk berlama-lama memandangi jendela itu. Entah mengapa. Sepertinya ia mengharapkan laki-laki pemilik jendela itu akan membuka jendelanya lagi untuk menganggukkan kepala sambil tersenyum tipis padanya seperti dulu. Dan dia baru menyadari bahwa Suasana sore ini agak lain. Sore ini rumah itu cukup ramai. Jendela Tak Bertuannya itu ternyata dibuka, walau cuma sedikit dibuka. Seketika ada perasaan aneh yang memenuhi benaknya. Diapun memberanikan diri untuk mendekati dan memasuki halaman rumah itu.

Akhirnya, terjawablah sudah rasa aneh yang hampir seminggu ini menderanya. Pemilik Jendela Tak Bertuan itu berpulang. Berpulang ke sang Pemilik Sejati Kehidupam untuk selamanya. Baru siang tadi jenazahnya dibawa ke kota ini lagi. Kecelakaan. Seperti itulah cerita yang didengarnya dari para pelayat. Beberapa celoteh lain dari pelayat sempat pula dia dengar. Hiks, ternyata laki-laki yang berpulang itu memang pemilik Jendela Tak Bertuannya. Seorang penulis yang cukup dikenal. Barangkali dia saja yang tak begitu mengenal sosok kepenulisan laki-laki itu disebabkan kesibukkannnya. Mungkin juga karena dia tak begitu berminat pada dunia kepenulisan.

Beberapa jurus setelahnya, dia nekat memasuki rumah itu dan bergabung dengan para pelayat. Di sudut kiri ruangan tempat jenazah disemayamkan, di sebuah meja kecil, tersusun beberapa buku hasil karya sang pemilik jendela. Salah satu sempat ia buka-buka. Sebuah Kumpulan Cerpen. Di dalamnya ada cerpen yang dulu pernah dibacanya dimuat di harian lokal kotanya limabelas tahun yang lalu, "Dia yang Kupandangi Dari Jendela". Di bawah penutup cerpen tersebut, ada sebuah tulisan kecil dengan warna gelap. Teruntuk Soelistya, seseorang yang sangat mirip Alm.istriku. Ya, Soelistya adalah namanya.

Betapa semuanya terasa aneh baginya. Cuti panjang yang telah membawanya pulang kembali ke kotanya. Perasaan aneh yang seperti menuntunnya untuk rela selama lima sore memandangi Jendela Tak Bertuannya itu. Ternyata semuanya untuk menggiringnya berada di sore ini, dan menemukannya dengan kejadian ini. Akhir dari kisah sang pemilik jendela. Betapa hidup adalah sebuah misteri.


Palembang, 02 Juli 2010

Comments

  1. kisah yang menyentuh, mbak ...
    entah menyusuri jejak masa lalu atau semata imaji, saya suka. Jendela itu kini telah tertutup ...
    Selamat pagi, semoga hari ini penuh berkah. amiiin

    ReplyDelete
  2. ceritanya menarik.. dan akhirnya setelah sekian lama tidak mengetahui tentang apa yang ada pada jendela yang tdak bertuan itu,, akhirnya semua yang menjadi misteri telah terungkap...

    ReplyDelete
  3. seandainya aku bisa memilih biarlah misteri pemilik jendela itu akan tetap tertutupi dan akan kujadikan kenangan indah meski bikin penasaran

    ReplyDelete
  4. hiks..hiks..sedih..
    tapi paling gak..pertanyaan yang selama ini ada dikepala kita akan terjawab..
    selalu ada jawaban buat sebuah pertanyaan...

    ReplyDelete
  5. hmm pagi ini meresapi tulisan mba newsoul.
    tidak ada hal sekecil apapun terjadi karena kebetulan, maka menerima kehidupan berarti menerima kepingan2 kebetulan itu sebagai satu kesatuan dalam design holistik yang sempurna


    diinterpretasi dari tulisan andrea hirata

    ReplyDelete
  6. pantasnya diangkat ke dlm sebuah novel nih...
    kata2nya bgs bgt...
    salam

    ReplyDelete
  7. entah knp merinding membaca tulisan ini mba.
    apakah ini kisah nyata mba elly?

    ReplyDelete
  8. akh jadi gimana gitu bacanya..tak bertuan...hm...

    ReplyDelete
  9. Kisah yang luar biasa... Nice :). Kisah Hati yang Tak Bertuan ada gak Bun?

    ReplyDelete
  10. ada kesejukan kala berkunjung, seperti itu yang kurasakan saat ini..

    ReplyDelete
  11. Saya jadi terenyuh membacanya...
    ternyata Sang pemilik jendela hanya memandanginya karena mirip Alma. isterinya.

    ReplyDelete
  12. Setelah sekian lama tak bertemu, yang terjadi adalah pertemuan terakhir dengan raga yang sudah tidak bernyawa. Saya dapat mengambil pelajaran dari tulisan ini, bahwa untuk memecahkan suatu misteri modal yang dibutuhkan adalah keberanian diri. Karena tanpa keberanian dan kemauan yang kuat dalam diri kita, mak kita tidak akan pernah bisa menguak misteri yang ingin kita ketahui. Disini dicontohkan oleh tokoh Soelistya yang memberanikan diri memasuki rumah pemilik jendela tak bertuan dan bergabung dengan pelayat lainnya, sehingga misteri mengenai si pemilik jendela tak bertuan dapat terungkap.

    ReplyDelete
  13. Jika sudah seperti itu tak ada lagi yg namanya kebetulan.... Semuanya ada yg mengatur, tentang cutinya, kesabarannya menunggu selama 5 hari dan berpulangnya sang pemilik jendela 'tak bertuan'.
    Semuanya menuntunnya utk menemukan jawaban dari misteri yg sekian tak terjawab.

    ReplyDelete
  14. sungguh menyentuh di weekend ini...

    ReplyDelete
  15. @all (Annie, Aura Keyboard, Arfi, Munir Ardi, Usagi, Elok Langita, Rosi Atmaja, penghuni60, Senja, Sang Cerpenis, Laksamana Embun, Sigit, Setiawan Dirgantara, Pelangi Anak, Catatan Kecilku, Seiri Hanako, semua) terimakasih komentarnya. Ya, sebuah kebetulan adalah juga rangkaian kehidupan yang suka atau tidak suka menghampiri kita. Rahasia yang akhirnya terkuak. Kisah di atas hanya fiksi yang yiba-tiba saja, he, menghentak-hentak minta dituliskan. Selamat malam semua. Selamat bermalam minggu.

    ReplyDelete
  16. salam sobat
    hidup memang misteri mba,
    seperti jendela tak bertuan ini, kisah nyata.
    seseorang yg lama dirantau dan si Pemilim jendela menikmati cuti panjangnya.

    ReplyDelete
  17. @NURA, salam juga mbak. Seperti saya sebut di atas kisah ini hanya fiksi (cerita rekaan) berupa short fiction (cerpen) sebagaimana disebut dalam label. Hanya, idenya begitu menghentak-hentak minta dituangkan. Selamat pagi mbak.

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.