Sore Di Sebuah Rawa

Tidak sengaja terdamparlah saya beserta rombongan di sebuah rawa. Kala itu perut sudah merasa lapar, penatpun mendera. Maka menepilah kami ke sebuah Rumah Makan di tengah Rawa. He, tentu saja saya mengagumi ide briliant si pembuat Rumah Makan. Bagaimana tidak, rumah makan itu ditata sedemikian rupa. Dengan pondok-pondok dari kayu berplitur dan pemandangan rawa. Angin sepoi-sepoi menerpa dari segala penjuru.
Tengah kami menikmati hidangan dengan lahapnya, tiba-tiba mata saya tertumbuk pada bayangan sesosok manusia. Kiranya seseorang sedang menjala ikan di rawa itu Rupanya telah sejak lama ia berendam di dalam rawa. Kadang menebarkan jalanya, kadang memeriksa jala dan memasukkan hasil tangkapannya ke dalam ember kecil. Kelihatannya sore itu tak cukup banyak ikan yang ia dapat, hanya gondang (siput sawah) dan sedikit kijing. Seketika lidah saya menjadi kelu. Entah kenapa.
Betapa kontradiftifnya. Kami makan sedemikian lahapnya dengan hidangan aneka rupa, Sementara seseorang di tengah rawa itu tengah kedinginan mencari beberapa ekor ikan. Terlebih lagi, setelah saya lihat secara seksama, hiks, ternyata dia seorang perempuan. Saat saya bidik ia memalingkan muka. Tentu saja saya tak bisa memaksanya menoleh. Saya diliputi rasa aneka rupa. Entah kenapa pula saya jadi teringat dengan kisah Nelayan dan keluarganya yang pernah saya tulis. Begitulah Sore di sebuah rawa yang akhirnya menjadi kelu buat saya.
Tengah kami menikmati hidangan dengan lahapnya, tiba-tiba mata saya tertumbuk pada bayangan sesosok manusia. Kiranya seseorang sedang menjala ikan di rawa itu Rupanya telah sejak lama ia berendam di dalam rawa. Kadang menebarkan jalanya, kadang memeriksa jala dan memasukkan hasil tangkapannya ke dalam ember kecil. Kelihatannya sore itu tak cukup banyak ikan yang ia dapat, hanya gondang (siput sawah) dan sedikit kijing. Seketika lidah saya menjadi kelu. Entah kenapa.
Betapa kontradiftifnya. Kami makan sedemikian lahapnya dengan hidangan aneka rupa, Sementara seseorang di tengah rawa itu tengah kedinginan mencari beberapa ekor ikan. Terlebih lagi, setelah saya lihat secara seksama, hiks, ternyata dia seorang perempuan. Saat saya bidik ia memalingkan muka. Tentu saja saya tak bisa memaksanya menoleh. Saya diliputi rasa aneka rupa. Entah kenapa pula saya jadi teringat dengan kisah Nelayan dan keluarganya yang pernah saya tulis. Begitulah Sore di sebuah rawa yang akhirnya menjadi kelu buat saya.
ikut kelu, Mbak ... sulit berkata-kata, tapi banyak yang berkecamuk dalam dada
ReplyDeleteee..emangnya makan dimana sih mbak?
ReplyDelete..kelu...benar, bunda..
ReplyDeletemaaf mbak dah ngantuk, komentnya dilanjut ntar pagi oleh buwel.. :-))
ReplyDelete@all (eha, Henny. Ivan, Achen, semua) terimakasih komentarnya. Hen, di jln arah kota sekayu, RM.Pelangi.
ReplyDeletesalam kenal makasih infonya..blognya bagus
ReplyDeleteapa yg kurasakan ni..
ReplyDeletega' tw cara membahsakannya yg jLas hatiku sdang brgetar membaca artikel ini...
Thanks Mbak, Saya jadi tambah bisa memaknai sebuah Arti Hidup
ReplyDelete:)
dapat pembelajaran baru dinihari, bagaimana memaknai hidup dari kehidupan orang lain.
ReplyDeleteSebuah kontradiktif yg membuat tak lagi lahap menyantap hidangan ya mbak...
ReplyDeleteaduuhh.. miris rasanya yaahh :(
ReplyDeletebtw, makan dimana sih??