Jangan Membencinya
Kukatakan padamu, "Jangan membencinya....". Ya jangan sekali-kali membencinya. Sebab percuma membencinya. Dia tak akan perduli. Bukan kau saja yang dia pikirkan. Ada banyak manusia yang menantinya. Jadi jangan membencinya.
Ya, ada banyak manusia yang menantinya. Suami-istri yang sedang bercengkarama dengan mesra ditemani secangkir kopi atau teh menghabiskan libur mereka. Para gadis atau jejaka malas yang tambah meringkuk menaikkan selimut menikmati tidur nyenyaknya. Penjual gorengan yang mangkal di pos ronda. Dan tentu saja para rawa (di daerahmu) yang sangat merindukan kebasahannya. Rawa yang merindukan hujan. Rawa yang murka karena karena kehilangan wilayah kekuasaannya. Rawa yang terus ditimbun demi keserakahan manusia yang terus menimbunya demi berjengkal-jengkal lahan untuk hunian mereka. Dan sebagainya.
Sudahlah. Sebelum aku semakin melantur, kukatakan lagi padamu, "Jangan membencinya". Nikmatilah dia dengan rasa cinta yang bisa kau hadirkan. Sebab dia adalah anugrahNya. Keserakahan kalian manusia saja yang membuat sebagian kalian manusia merasakannya sebagai bencana, hingga kalian membencinya.
Benar. Itulah bisikan sang Ilalang pada saya saat saya tengah menikmati secangkir kopi ditemani goreng ubi sore ini. Pesan agar saya tak membenci hujan. Yah...semoga saya tidak membenci hujan. Rasanya tidak. Sejauh ini hujan menambah kenikmatan saya mereguk secangkir kopi. Entah telah berapa puluh cangkir kopi, mungkin pula beratus, telah saya reguk dengan regukan yang terasa bertambah nikmat karena diiringi hujan. Jadi, jangan membencinya kawan. He, saya meneruskan pesan sang ilalang tadi. Selamat sore semua.
Ya, ada banyak manusia yang menantinya. Suami-istri yang sedang bercengkarama dengan mesra ditemani secangkir kopi atau teh menghabiskan libur mereka. Para gadis atau jejaka malas yang tambah meringkuk menaikkan selimut menikmati tidur nyenyaknya. Penjual gorengan yang mangkal di pos ronda. Dan tentu saja para rawa (di daerahmu) yang sangat merindukan kebasahannya. Rawa yang merindukan hujan. Rawa yang murka karena karena kehilangan wilayah kekuasaannya. Rawa yang terus ditimbun demi keserakahan manusia yang terus menimbunya demi berjengkal-jengkal lahan untuk hunian mereka. Dan sebagainya.
Sudahlah. Sebelum aku semakin melantur, kukatakan lagi padamu, "Jangan membencinya". Nikmatilah dia dengan rasa cinta yang bisa kau hadirkan. Sebab dia adalah anugrahNya. Keserakahan kalian manusia saja yang membuat sebagian kalian manusia merasakannya sebagai bencana, hingga kalian membencinya.
Benar. Itulah bisikan sang Ilalang pada saya saat saya tengah menikmati secangkir kopi ditemani goreng ubi sore ini. Pesan agar saya tak membenci hujan. Yah...semoga saya tidak membenci hujan. Rasanya tidak. Sejauh ini hujan menambah kenikmatan saya mereguk secangkir kopi. Entah telah berapa puluh cangkir kopi, mungkin pula beratus, telah saya reguk dengan regukan yang terasa bertambah nikmat karena diiringi hujan. Jadi, jangan membencinya kawan. He, saya meneruskan pesan sang ilalang tadi. Selamat sore semua.
LOKOMOTIF,,!!
ReplyDeletelagi turun hujan ya dipalembang????
ReplyDeletehujan itu anugrah,hujan itu berkah,dan hujan itu pesan,... jadi buat apa kita membencinya jika kehadirannya membawa nilai plus bagi kita...
Bagaimana jika tidak hujan yang sangat lama... mungkin banyak yang mati karena kekurangan air.
ReplyDeleteSetuju jika hujan adalah anugerah, yang seharusnya selalu dinanti bukan dibenci
membenci hujan? ah,,,manuasi memang serba kurang pas. sat panas pengen hujan pas hujan datang ngeluh minta kapan panasnya.
ReplyDeletemanusia memang serba kurang pas, saat panas pengen minta hujan. ketika hujan tiba ngarep kapana panasnya kok hujan terus,,
ReplyDelete@Fi, hm...pasti sedang mengurusi gerbongnya
ReplyDelete@Ahmad, yep, syukurlah sobat
@100ABC blog, mantap.
tidak sekalipun pernah membenci dia, justru aku menyukai saat2 dia datang...
ReplyDeletebau aroma basahnya, suara rimanya...yg kadang membawa rindu dr tiap butir2 lembut yg jatuh ke tanah...
pun, bila saat waktunya dia pergi...aku tetap setia menanti kok.... ;)
*sedang menikmati gerimis yg malu2*
Wah, aku jadi laperrr ingat gorengan da ubi hehehehee
ReplyDelete@Fi, mantap. Begitulah manusia ya.
ReplyDelete@Tisti Rabbani, siiip mbak. Suasana hujan yang dimaknai dengan indah. Apalagi menikmati gerimis yang malu-malu, hm....romantis.
@Ivan, ayo ngupi dulu, janagn lupa beli gorengan.
belum pernah membenci hujan, malah seneng dan risau bila hujan tak datang.
ReplyDeletenikmatin titik air yang turun bisa ngilangin sedikit tekanan di fikiran.
hujan seperti cinta yang tidak akan habis dibahas. itu menurut saya lho mbak.
Gak kok mbak.., gak benci... hanya kadang-2 sedih aja karena hujan jadi gak bisa kemana-mana.
ReplyDeleteTapi kalau hujan sedang turun aku suka menikmati suasananya dan memandang titik-2 airnya.
Semoga saja hujan tak berkepanjangan.. dan menyebabkan banjir. Itu harapanku.
Tidak,aku tidak membencinya sist.Tapi,kalau kopinya ampai puluhan cup,entar sakit badannya.
ReplyDeleteAku malah sangat seneng sama hujan.... dingiiinnn....palagi mandi ujan....hehehehhe
ReplyDeleteehm, mantab mbak... makasih...
ReplyDeletedan hujan memang tak bisa disalahkan ya mbak, dia khan bukan mukallaf.... :-)
selamat malam mbak, kapan yah desaku diguyur hujan lagi?
ReplyDelete@Bintang, siiip win
ReplyDelete@Catatan Kecilku, amin semoga tidak banjir
@Aisha, hehe, segitu sepanjang hidup sist, jadi jumlahnya banyak
@Vamos, wah sama dong, dulu saya suka juga mandi hujan.
@Buwel, iya, kan ada lagunya wel, hehe
@Munir Ardi, pagi pak munir. Saya bantu mendoakan semoga desanya diguuyur hujan lagi.
aku ga sampai hati membenci hujan. rasanya kok seperti 'buruk muka, cermin dibelah' ya? kita sendiri yang salah, malah cari2 kambing hitam...
ReplyDeleteAaaah... seratus buat saya! haha ... di bait pertama saya mencoba menerka siapa gerangan yang jangan dibenci. Saat tiba di baris keempat saya tahu, mbak Elly tengah bicara hujan. Senangnyaaa ...
ReplyDeleteHujan memang bukan untuk dibenci, ia datang sebagai rahmat. Manusia yang suka keterlaluan
Justru aku menikmatinya, dengan rinainya yg indah yang selalu kunanti kedatangannya.
ReplyDeleteMaaf mbak baru mampir lagi.
@De Asmara, mantap des, alhamdulillah
ReplyDelete@Annie, siiip, seratus buat mbak Annie. Manusia memang suka serakah ya mbak, mengeksploitasikan alam secara berlebihan. Ujung-ujungnya menyalahkan alam. Suka latah, seperti lagu "Blame it on the rain"
@Latifah, ya, hujan itu anugrahNya teh. Rinainya malah indah kan.
Masalahnya gini, Mbak. Kalau hujan turun itu, Speedy saya jadi lemot dan saya jadi nggak bisa baca blog Mbak Elly lagi.. :D
ReplyDeleteHahaha... ketawa baca komennya Viki hehehe...
ReplyDeleteInsya Allah, saya tidak membencinya mbak :) terimakasih atas berbaginya, meskipun ia bukan dari sang ilalang :)
kalo aku sih suka hujaannn.. tapiga pake petir :D
ReplyDeleteJadi ingat rasa syukur tentang hujan di artikel terdahulu di blog ini juga.
ReplyDeleteHarap kami janganlah engkau mengamuk dan menumpahkan badaimu pada kami, melainkan berikan pada kami hujan yang menyejukkan hati kami.
saya suka hujan asal jgn banjir
ReplyDelete