Berakhir Di bawah Hujan


Siang yang menghujan di sebuah kota. Hujan yang tidak begitu saja tiba. Ia tiba diawali mendung. Mendung yang membuat kota yang biasanya panas itu menjadi sejuk. Sejuk yang menjadi hambar bagi sesorang. Dia seseorang yang berdiri di bawah hujan dengan payung merah di tangan. Entah kenapa.

Dia bergegas mencari payung begitu langit kotanya menumpahkan hujan. Matanya sendu. Sorot resah mulai terlihat di wajahnya. Ia berjingkat menaikkan sedikit celana panjang yang dikenakannya. Menyusuri jalanan di bawah hujan. Hujan yang seakan tak mau mengerti keresahannya. Hujan yang makin menderas. Hujan yang makin menggila. Dia terus berjalan di bawah hujan.

"Hey, taukah kau sudah berapa lama ia berjalan di bawah hujan...?", tanya si angin selatan, seperti biasa, tanpa diminta. Tentu saja saya tak menjawab. Saya sibuk memperhatikan sesorang di bawah hujan ini. Sudah dua kelokan gang ia lalui. Lima rumah ia telah masuki untuk menanyakan sesuatu. Menayakan apa, tak jelas bagi saya. Saya hanya bisa memandangnya dari jauh saat payung merah itu ia letakkan. Saat saya mendekat lagi, wajahnya masih memperlihatkan mimik resah. Kedua sudut matanya mulai membasah. Saya masih belum menemukan jawaban.

Itulah kesibukan saya mengikuti sesorang yang resah dan gelisah menyelusuri jalan di bawah hujan. Payung merah milik seseorang yang saya ikuti itu menjadi saksi. Betapa seseorang itu, kebetulan perempuan, resah mencari sesuatu (entah apa). Dan betapa saya yang mengikuti perempuan itu sibuk begitu rupa. Si Angin Selatan, he, cuma geleng-geleng kepala.

Tiba-tiba, di perempatan gang ketiga, di sebuah gardu pos ronda, perempuan itu berteriak histeris,
"Ica......, kemana saja nak...?"
Seorang anak kecil yang disapa Ica menjawab teriakan itu dengan menghambur dan memeluk perempuan itu sambil berkata,
"Bunda....."
"Ica tadi keluar main ujan..." jelas si kecil terbata-bata. Keduanya berpelukan erat.

Saya menjadi kelu. Pos ronda itu juga berisikan seorang laki-laki setengah baya, penjual gorengan dengan gerobak keliling yang sedang berteduh juga dari hujan. Perempuan itu lama terdiam. Tak ada kata-kata yang keluar dari bibirnya, kecuali memandang sang anak dengan rasa khawatir yang belum sirna. Saya melihat dia memeriksa tubuh sang anak sekilas dengan rasa resah yang begitu kuat sambil matanya memandang si penjual gorengan dengan pandangan galau. Itu kekhawatiran seorang ibu. Saya bisa memakluminya. Siapa yang tidak khawatir menemukan anak sedang bersama orang asing. Apalagi kisah kriminali pedofilia sedang gencar diberitakan (kasus babe dan sebagainya). Si Angin Selatan kembali menggeleng-gelengkan kepala sambil mengumpat, "....Dasar perempuan. Khawatir, curiga yang berlebihan....". Umpatan yang tidak saya perdulikan.

Hujan akhirnya berhenti. Tepat saat perempuan itu menggandeng anaknya meninggalkan pos ronda. Perempuan itu menganggukkan kepala mengucapkan sesuatu kepada laki-laki penjual gorengan. Mengucapkan terimakasih, mungkin saja. Mungkin juga menanyakan nama dan alamat laki-laki itu, siapa tau nanti ketauan ada apa-apanya dengan si anak. Entahlah kawan. Saya tak bisa memastikan jawaban sesungguhnya. Ketika itu juga saya yang tadi menempel di ujung payung merah perempuan itu tercampakkan secara tak sengaja Hiks, perempuan itu mengibaskan payungnya.

Begitulah sebuah kisah di bawah hujan. Maka sayapun berakhir. Saya terjerembab pada kubangan air hujan di sisi kanan pos ronda itu. Sebab saya hanya setiupan bunga ilalang yang tertiup si angin selatan dan tadi menempel pada payung perempuan itu. Meski saya berakhir di kubangan hujan, setidaknya saya ikut bangga dan lega. Sudut mata perempuan itu sudah bersinar lagi. Wajah kuyunya telah cerah kembali. Bukankah perjalanan saya di bawah hujan menemani mereka tidak sia-sia.

Ya, betapa di bawah hujan resah bisa tiba dan bisa pula berakhir. Dan di bawah hujan, cinta diantara ibu dan anak (perempuan itu dan anaknya) menjadi semakin kuat. Meski saya berakhir, tidak mengapa. Hahaha...., gelak usil si Angin Selatan menggema. Tak jelas kenapa...? Mungkin mentertawakan sentimental taste saya siang ini. Biarkan saja dia. Bagaimanapun kisah di bawah hujan ini telah berakhir dengan lega dan diam-diam.

Comments

  1. wew, cerita dibawah hujan...indahnya...
    :D

    ReplyDelete
  2. siapakah gerangan penjual gorengan ?
    siang yang indah bunda, dan selalu angin selatan yang usil hehe, lagi hujan yah disana :)

    ReplyDelete
  3. Saya dapat merasakan rasa kehilangan yang menghinggapi ibu itu dan takutnya anak itu, karena saya dan isteri pernah kehilangan anak kami di mall, rasanya seperti pecah kepala ini! untunglah ada seorang pemuda membawanya ke bagian informasi, yang karena kalut jadi terlupakan meminta bantuan bagian informasi!
    Waktu itu anak kami baru lima tahun.

    ReplyDelete
  4. menyentuh...ditunggu kisah di bawah hujan selanjutnya :)

    ReplyDelete
  5. Ah...untunglah cerita yang mewarnai hujan itu tak menyisakan tangis....

    ReplyDelete
  6. Hmmm bagus...Elly..Post comment aku sudah kurubah tuh...tlg diliat ya.. bener ga tuh..

    ReplyDelete
  7. jika hujan adalah penanda sebuah pertemuan,maka semua yang tertulis bukanlah hanya sebuah cerita yang ditujukan pada satu atau dua orang saja . dan dalam hatiku pun berkata akupun serasa ikut dalam balutan cerita...

    sukses ya bunda,... ma'af lama gak muncul.

    ReplyDelete
  8. Bisa saya rasakan dari kisah ini, kasih sayang yang begitu dalam...

    ReplyDelete
  9. @Desfrawita, thanks. Selalu ada peristiwa di bawah hujan bukan.
    @Ranny, ok sobat
    @Inuel, penjual gorengan keliling yang tidak dikenal nuel, kelihatannya begitu.
    @Nunasa Pena, iya, begitulah rasanya kuatir saat kehilangan buah hati ya sobat. Terimakasih sharenya.
    @G, thanks G.
    @Noors, iya untungnya tidak ya.
    @Sigit, hehe, suka apanya git
    @Nelli, ok, segera kesana nanti sobat
    @Ahmad Flamboyant, sukses untukmu juga Ahmad
    @Hendriawanz, begitulah. Pada waktunya nanti akan dirimu rasakan juga.

    ReplyDelete
  10. wooooow... anak memang titipan ya mbak, dan salute tuk ibu ntu yang menyayanginya dengan bijak... :-)

    ReplyDelete
  11. hujanpun penuh dengan pencerahan yang mantab...
    salute tuk newSOUL... :-)

    ReplyDelete
  12. sederhana tapi bermakna. salut buat mbak elly, mampu menemukan cerita di dalam hujan dan memaknainya.

    ReplyDelete
  13. betapa galaunya saat sang buah hati tak ada di disisi ortu...ku bisa merasakannya karena buah hati adalah belahan jiwa yg tak bisa dipisahkan.
    sang hujan pun memberi kesejukan saat di temuinya sang buah hati....mhhh nice

    ReplyDelete
  14. Terbayang bagaimana kecemasan sang ibu mencari buah hatinya, mbak... apalagi dg berbagai pemberitaan yg miris belakangan ini

    ReplyDelete
  15. hujan turun lagi membawa segala romantika dalam kehidupan

    ReplyDelete
  16. kisah anak manusia di bawah hujan. kekhawatiran, cemas, kasih, cinta dan rasa takut. cantik.
    selamat hari minggu, mbak

    ReplyDelete
  17. Mantap makna cerita ini mbak..sebuah kasih sayang ibu yang begitu besar terhadap anaknya..,.salut dgn rangkai kata-kata artikel ini mbak..

    ReplyDelete
  18. @all (A-chen, Buwel, j4j, Elpa, Catatan Kecilku, Munir Ardi, Annie, Seiri Hanako, Dinoe, semua) terimakasih komentarnya. Ya, tentu saja banyak kisah yang terjadi di bawah hujan. Ini hanya kisah sederhana yang dibawa setiupan bunga Ilalang yang tertiup angin selatan. Selamat berhari minggu buat semua.

    ReplyDelete
  19. Dan saya mengingati masa kecil di bawah hujan. Saat itu, umur saya belum mencapai 10 tahun. menjadi anak kecil yang rajin, ingin selalu menolong dan meringankan beban neneknya. ketika musim kobis panen di sebuah sawah besar beberapa hari setelahnya setelah tertimpa hujan, ia akan tumbuh anak-anak kobis kecil. Ceriwis, kami memanggilnya.

    Dan kami, orang-orang kampung selalu mengutipnya. Jaraknya cukup jauh dari rumah, bahkan sangat jauh untuk anak kecil seusia saya ketika itu. Tapi, hari tu saya dan seorang teman ke sana. tanpa memberi tahu nenek dan keluarga.

    Tiba-tiba hari hujan, tak begitu lebat tapi petir menyambar-nyambar begitu kuat. Aku berlarian dengan teman tanpa melepaskan hasil *saya lupa mbak, bawa plastik atau ember. Kalau nggak salah ember* meskipun hujan nggak lebat kami sampai rumah basah kuyup juga. Di rumah, nenek, bude dan ibu temen saya dah menunggu. Mereka khawatir sekali, bahkan wajahnya sangat terharu.

    Duh, sedihnya mbak kalau inget kejadian itu. Cerita mbak, mengingatkan saya pada kejadian dulu :(

    ReplyDelete
  20. @Anazkia, kisah di bawah hujanmu adalah Kenangan masa kecil yang indah na. Masih kecil, saya juga suka sekali main hujan. Begitulah anak-anak ya.

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.