Terpaku Padamu
Aku terpaku padamu
luluh lantakkan segala padaku, kamu
Aku terkulai juga menarikan tarian rasamu
tersentak, tersintak oleh cinta, resah, juga amarahmu
Aku tak bisa lari darimu, sungguh
terpaku dan menunggu kehadiranmu
Aku tertawan olehmu telah sekian lama, sungguh
Bukankah aku ditakdirkan memang untukmu
Note : Catatan sang penanda angin untuk sang Angin Selatan
mampir pagi ....
ReplyDeleteAku juga lama baru bisa ngupi pagi2 disini.
Rintihan sang penanda Angin
ReplyDeletepotret sebuah penantian sejati.
sang penanda angin, aku datang ngopi pagi. eeh bang Iwan udah datang lebih dulu ya.
ReplyDeletePuisi indah di pagi hari.
Aku tertawan olehmu telah sekian lama, sungguh
ReplyDelete(aku suka diksi ini, bunda)
selamat pagi mba,....
ReplyDeleteCatatan sang penanda angin untuk sang angin yang indah,....
disuguhi puisi indah dipagi hari,trima kasih mba ^_^
Sungguh suatu pengabdian yg indah,hingga terpaku kepadanya.
ReplyDeleteWah pada ngupi disini ternyata pagi ini,ikut ngupi juga ya mbak hehe.
Bukankah aku ditakdirkan memang untukmu...
ReplyDeleteWow.., aku suka kata-2 itu. Mantap.
aku telah datang sis heheh.Indah sekali puisinya...
ReplyDeleteTerpaku
ReplyDeletemembisu
membatu
tak peduli jalan itu buntu
Begitu besar rasa itu.
nice poem
penanda angin untuk sang angin Selatan. Sebuah catatan atas kesetiankah bu?
ReplyDeleteHmmm... moga sang angin selatan tau ya mbak, kalau ada yang begitu setia menanti kedatangannya, tanpa sedikitpun berpaling :)
ReplyDeleteselamat pagi ya mbak... met aktifitas :D
terpaku. dan tidak ada pilihan lain.
ReplyDelete:) :) :)
puisi yg menyentuh. hiks..membuatku terpaku
ReplyDeletehmmm...selalu kesulitan mencerna puisi :)
ReplyDeletepasti sang angin selatan bangga banget memiliki mba.. so romantic..
ReplyDeleteSayapun tak bisa lari untuk terus baca postingan2 bunda...he..he
ReplyDeleteakupun terpaku di pagi dingin ini..selamat pagi bunda...
ReplyDeletesalam sejahtera
ReplyDeletekunjungan perdana
salam kenal aza
selamat sore ...
ReplyDelete"bukankah aku ditakdirkan memang untukmu?"
sebuah akhir yang paaaas banget.
saya suka
Sungguh aku tak tahu bagaimana harus dengan cara apa mengapresiasi syair seabsurd ini...
ReplyDeletenice post mba!!!
dan aku sekarang adalah milikmu..
ReplyDeleteselamya.. dengarlah itu angis selatan :)
Bund, kata-katanya membuatku iri hikz..
ReplyDeleteIndah nian... *menarik nafas panjang, menikmati kesejukan di dada..*
ReplyDeleteHmmm.. *tulalit*
ReplyDeleteKurang mengerti bahasa puisi aku...
bilang NICE POEM aja deh... maap
baca lagi... apa sih maksudnya bu elly nih :D
ReplyDelete@all, terimakasih atas komentarnya yang mantap-mantap ini. Ya, penanda angin dan sang angin, tentu saja sudah ditakdirkan selalu bersama. Bukankah penanda angin dibuat orang untuk melihat (kedatangan) angin dari gerakk/goyangannya. Bila Angin kencang, penanda angin angin bergerak kencang pula, demikian sebaliknya. Bila irama angin lincah, penanda angin akan bergerak lincah. Bila angin bertiup sepoi-sepoi basah, maka penanda angin juga akan meliuk lemah gemulai, sepoi-sepoi. Bila blog ini adalah sang penanda angin, maka gerakannya tentu tergantung suasana hati saya. Bisa jadi sang angin selatan adalah saya. Bisa jadi juga lain. Apapun, kembali lagi pada takdir kebersamaan mereka, sang penada angin memang ditakdirkan untuk digerakkan oleh sang angin. Selamat malam semua.
ReplyDeletePerkiraan saya salah yah mbak? hehehe.. KIrain, angin selatan itu siapa... githu...???
ReplyDeletedikit tapi meresap dalem, nice poem :)...
ReplyDeleteibuuuuuuuuuu *hugzz
ReplyDeletemaapkan baru bw hehehe
puisi nya dalem ;)
im urs angin selatan..
assalamualaikum..
ReplyDeletemampir malam-malam
salam
puisinya dalam...
ReplyDeletedan luas
beruntung dapat membacanya
wah jadi terpaku kaya kepompong?bahasa jawanya "ngentong" padan katanya "ngoyot" alias nunggu kelamaan atau stand by kelamaan hehehe...bisa aja nyari gambar bu..bikin ketawa aja.....
ReplyDeletememang sih puisinya dalem klo di artikan..tapi begitu lihat kepompong sebagai majas nya waduh jadi pengen ketawa hehehehe
ReplyDelete@all (Anazkia, Aulawi Ahmad, Ranny, Neng Rara, Hendriawanz, Aditya, semuanya) terimakasih komentarnya. Adit, hehe, gambarnya seperti kepompong ya...? Padahal itu benda/mainan penanda angin yang dipasang di pintu.
ReplyDeleteaku terpaku pada puisimu...
ReplyDeletemenyentuh, indah dan meluluh lantakkan hatiku
terima kasih untuk kepingan kata indah ini Ayuk Eli...
Aku terpaku padamu. O sungguh....
ReplyDeleteHe heh...
Puisi yg mantab Bu, hehee... sungguh beautifull
ReplyDeletepuisinya bagus2 kalau dibuat lagu sepertinya keren tuh.
ReplyDeleteKembali terpaku, lalu termangu..... mengikuti angin selatan, membawa saya singgah di sini.
ReplyDeletemet pagi mbak.. nice poem... dalm bgt isinya...
ReplyDeletepuisi maning,
ReplyDeleteangin menyapa dingin sekali
wushhhh wushhhh wushhh.... meraung ditengah sibuknya jam kerja heheh
nyuri nyuri waktu aku buat buka blognya mbak
@all (Sekar Lawu, Diar, Kang Sugeng, Travel Surabaya-Bali, Yans, Ida, SlamDunk, semuanya), terimakasih komentarnya. Sang penanda angin masih juga meliuk, pertanda sang angin masih disisnya. Hanya, maaf saya baru bisa buka blog. Segera jalan-jalan neh. Selamat malam sobat.
ReplyDeleteOh jadi itu bukan kepompong ya?oalaaaaahhhhhh
ReplyDeletePuisi yang begitu indah menenteramkan hati
ReplyDeleteNice and beautifull poem
ReplyDeleteSaya kagum dgn semua tulisan ibu
ReplyDeletelagi2 mampir dan terpaku baca puisi ini.
ReplyDeletebagus kata-katanya
ReplyDeletenice post
ReplyDelete