
Dia tepat dihadapan saya. Saat itu langit mulai menumpahkan hujan. Wajahnya masih berminyak seperti dulu. Rambutnya, he, masih juga awut-awutan, dan...gondrong. Tangan kanannya siap mengangkat secangkir kopi. Tiba-tiba, tangan kirinya meraih kerupuk putih lalu dicelupkan ke gelas kopinya. Gelas kopi itu kini hitam dengan hiasan butiran minyak. Saya memandangnya dengannya kening berkernyit. Rupanya dia melihat keheranan saya
"Belum pernah coba ya...?" tanyanya sambil menghirup kopi berminyak itu.
"kasihan sekali kamu...." desisnya sambil memperlihatkan mimik nikmat menghirup kopi tadi.
Lima belas menit sebelumnya, setelah agak berdebat, dia berhasil menggiring saya memasuki sebuah kedai gerobak kopi. Mata saya agak risih memandang ember hitam pencuci piring dan gelas yang airnya telah sangat keruh di pojok bawah gerobak. Dia menangkap pandangan protes saya. Tetap saja saya kalah berdebat dengannya,
"Belum pernah coba makan di tempat enak seperti ini...?" tanyanya
"Dulu pernah, kan sama kamu", protes saya
"Belum pernah coba lagi setelah itu......?"
Saya menggeleng,
"Kasihan sekali kamu" desisnya lagi.
Tiga hari sebelumnya, dia menelpon saya
"Aku mau ke sana soel.." sebuah suara acuh tapi butuh terdengar
"Asek sama Dewi kan...?" teriak saya senang
"Sendiri..." Jawabnya lagi
"Lha Dewimu kemana...?"
"Sudah minggat"
"Lho kenapa wok ....?"
"Mana kutau soel, mungkin bosan, mungkin dia punya pacar baru, meneketehe..."
Astaga wok. Kok bisa begitu. Memangnya cinta kalian yang hebat dulu hilang. Memangnya ada kata bosan...?. Memangnya Dewi bisa selingkuh...?"
"Bisa saja soel. memang kamu baru tau ya kalau cinta hebat itu bisa luntur...!?"
"Kamu baru tau kalau orang bisa bosan, bisa selingkuh meski dia seorang istri ?
Sebelum saya menjawab, dia berkata lagi,
"Kasihan sekali kamu soel......"
Begitulah. Berdebat dengan sepupu, sekaligus teman sepermainan saya sejak kecil itu, tidak akan pernah ada habisnya. Saya tidak tau apa yang sebenarnya terjadi padanya. Hal yang saya tau dia selalu santai, spontan, energik, sedikit acuh, tapi baik hati. Meski begitu saya yakin, dibalik sifat santai, spontan, energik dan acuhnya itu dia pasti menyimpan luka. Maka diam-diam saya berkata dalam hati "Kasihan sekali kamu Wok....". Sebuah kata yang terdengar hambar. Sungguh saya tak tau apa rasa hati saya saat itu. Seketika saya teringat, sepuluh tahun yang lalu sayalah yang mengenalkan Dewi teman karib saya pada sepupu saya itu. Betapa hidup adalah sebuah misteri.
Kini saya mengingat pertemuan dengan Dewok tadi. Di luar langit mendung dan menjadi gelap. Hujanpun turun seperti sebuah tangisan langit. Ya, mungkin langit mewakili tangisan hati Dewok yang berusaha sekuat tenaga tegar. Saya seolah melihat bayangan Dewok sedang membentangkan tangannya dengan gagah. Seakan menerima semuanya dengan tegar, sebagaimana gayanya yang saya kenal. Tetap saja bathin saya ngilu. Kasihan sekali kamu wok......., kata-kata hambar itu tanpa sengaja terucap lagi.
Gambar diambil dari sini
"Belum pernah coba ya...?" tanyanya sambil menghirup kopi berminyak itu.
"kasihan sekali kamu...." desisnya sambil memperlihatkan mimik nikmat menghirup kopi tadi.
Lima belas menit sebelumnya, setelah agak berdebat, dia berhasil menggiring saya memasuki sebuah kedai gerobak kopi. Mata saya agak risih memandang ember hitam pencuci piring dan gelas yang airnya telah sangat keruh di pojok bawah gerobak. Dia menangkap pandangan protes saya. Tetap saja saya kalah berdebat dengannya,
"Belum pernah coba makan di tempat enak seperti ini...?" tanyanya
"Dulu pernah, kan sama kamu", protes saya
"Belum pernah coba lagi setelah itu......?"
Saya menggeleng,
"Kasihan sekali kamu" desisnya lagi.
Tiga hari sebelumnya, dia menelpon saya
"Aku mau ke sana soel.." sebuah suara acuh tapi butuh terdengar
"Asek sama Dewi kan...?" teriak saya senang
"Sendiri..." Jawabnya lagi
"Lha Dewimu kemana...?"
"Sudah minggat"
"Lho kenapa wok ....?"
"Mana kutau soel, mungkin bosan, mungkin dia punya pacar baru, meneketehe..."
Astaga wok. Kok bisa begitu. Memangnya cinta kalian yang hebat dulu hilang. Memangnya ada kata bosan...?. Memangnya Dewi bisa selingkuh...?"
"Bisa saja soel. memang kamu baru tau ya kalau cinta hebat itu bisa luntur...!?"
"Kamu baru tau kalau orang bisa bosan, bisa selingkuh meski dia seorang istri ?
Sebelum saya menjawab, dia berkata lagi,
"Kasihan sekali kamu soel......"
Begitulah. Berdebat dengan sepupu, sekaligus teman sepermainan saya sejak kecil itu, tidak akan pernah ada habisnya. Saya tidak tau apa yang sebenarnya terjadi padanya. Hal yang saya tau dia selalu santai, spontan, energik, sedikit acuh, tapi baik hati. Meski begitu saya yakin, dibalik sifat santai, spontan, energik dan acuhnya itu dia pasti menyimpan luka. Maka diam-diam saya berkata dalam hati "Kasihan sekali kamu Wok....". Sebuah kata yang terdengar hambar. Sungguh saya tak tau apa rasa hati saya saat itu. Seketika saya teringat, sepuluh tahun yang lalu sayalah yang mengenalkan Dewi teman karib saya pada sepupu saya itu. Betapa hidup adalah sebuah misteri.
Kini saya mengingat pertemuan dengan Dewok tadi. Di luar langit mendung dan menjadi gelap. Hujanpun turun seperti sebuah tangisan langit. Ya, mungkin langit mewakili tangisan hati Dewok yang berusaha sekuat tenaga tegar. Saya seolah melihat bayangan Dewok sedang membentangkan tangannya dengan gagah. Seakan menerima semuanya dengan tegar, sebagaimana gayanya yang saya kenal. Tetap saja bathin saya ngilu. Kasihan sekali kamu wok......., kata-kata hambar itu tanpa sengaja terucap lagi.
Gambar diambil dari sini
pertamaxxx,,,, ^_*
ReplyDeletekasihan sekali kamu,... kalimat pendek tapi ada kekhawatiran dan rasa simpati.
ReplyDeletetak apa mba,..setiap manusia bukankah bertanggung jawab thp apa yg dijalaninya ?
semoga sepupu yg baik hati itu segera pulih ya mba.
Ternyata dia yang kasihan ya mba,mungkin dibalik kata kasihan sekali kamu tersimpan makna hatinya yg sesungguhnya.
ReplyDeletebelum menangkap maknanya mbak...
ReplyDeleteSaya salut sama sepupu mbak. selalu bilang "kasihan kamu", padahal menurut mata orang umum, harusnya kan dia yang patut dikasihani. Ah, sunnguh tegar sepupumu, mbak...
ReplyDeleteSalam. Semoga segalanya cepat teratasi....
@all (SeNja, Ateh, Bepi, Bahauddin, semua) terimakasih komentarnya. Begitulah kata kasihan, kadang bisa ditujukan pada diri sendiri saat dikatakan untuk orang lain. Entahlah.
ReplyDeletecerita yang membuat saya meninjau kembali diri saya bu
ReplyDeletemampir kgn
ReplyDeletesetiap orang memiliki standar sendiri meski hanya untuk mengatakan hal seperti "kasihan sekali ..." Sebab seringkali kesan dan hikmah sangat bersifat personal.
ReplyDeleteBisa jadi Mas Dewok benar-benar merasa kasihan karena mbak tak dapat menikmati apa yang sangat dia nikmati, bisa juga hany sekedar kata-kata hampa. Entahlah ... yang pasti kisah mbak Elly membawa saya ke perenungan panjang tentang hubungan antar personal serta kesan yang juga personal.
Trims, mbak
Kasihan sekali san andai kamu gak cepet2 pulang dari rumah temenmu itu...psti kelewatan post menarik ini. Untung kamu buru2 hengkang dari sana..hehehe
ReplyDeleteMenarik Mba..kata2nya santai gimanaaa gitu, hehe
sy berharap dewok bisa tegar yah, sist... tapi kita cuma manusia yg cuma berharap akhir yg indah tapi Tuhan jualah yg mengaturnya..
ReplyDeleteekkhhhh..ini berat.
ReplyDeletemasing2 orang membuat sejarah sendiri2. kadang cobaan yg kita kira melemahkan ternyata membuat seseorang menjadi lebih kuat.
ReplyDeletebegitulah cinta. bisa kuat tapi bisa lemah juga. kecuali cinta Sang Khalik yg selalu abadi.
ReplyDeleteKadang kita lebih mudah mengasihani diri sendiri, tp sepupu mbak malah bisa mengasihani org lain ya
ReplyDelete"Hujan turun seperti sebuah tangisan langit. Ya, mungkin langit mewakili tangisan hati Dewok yang berusaha sekuat tenaga tegar..."
ReplyDeletewah...saya pernah tuh...bedanya...saya memilih nangis bersama langit :)
hati orang memang g bisa ditebak ya bunda...
selalu penuh misteri...
kadang2 bohong besar kalau kita benar2 bisa mengenal seseorang...toh tetap saja suatu saat mereka menyimpan berbagai kejutan...
hebatnya manusia..dan Yang Menciptakan :)
@Munir Ardi, ya sobat kita semua mendapat hikmah dr apapun yang kita liat.
ReplyDelete@Advintro, hey kemana aja. Welcome'sback ya.
@Annie, betul sekali mbak. Dan ini cuma fiksi lho
@Insanitis37, oh ya, hehe
@Ducky, siiip sist.
@Hendriawanz, masa, cuma 1 halaman kok, hihi. Ya ini memang hal yang membebani tokoh utama kisah ini. Meski dia cuek dan tegar
@Baho, yep setuju Baho
@Sang Cerpenis, betul mbak
@Fanny and Fanda, itulah uniknya tokoh utama kisah ini mbak
@Minomino, mantap sis. Begitulah, hidup memang sebuah misteri. Kalau kita selalu tau hanya hal yang menurut kacamata kita, standard umum, maka seperti kata dewok "Kasihan sekali kamu....", hehe.
@c
Saya datang lagi Mbak, semoga kali ini lebih beruntung mendapat visit balik
ReplyDeleteCinta yang luntur. Sepertinya ketegaran Dewok, sepupu ibu, adalah ketegaran seorang laki-laki yang luar biasa. Kata kasihan pun pada akhirnya terdengar hambar. Kita memang tak pernah tahu rahasia Tuhan buat makhlukNya.....
ReplyDeleteSebentar...newsoul merangkap mak comblang juga ternyata?! hehe
met malam bunda,flamboyant kembali lagi disini..
ReplyDelete@Kang Sugeng, siap bos saya berkunjung
ReplyDelete@Yans, betul. Comblang, sesekali Yans.
@Ahmad, pagi Ahmad.
Saya belajar banyak dari cerita diatas Mbak..
ReplyDeleteTerkadang sosok yang setegar Kang Dewok, justru menyembunyikan kesedihan yang teramat dalam.
Kasihan Dewok...
Baru sempat mampir...
ReplyDeleteSelamat tahun baru.
Apa khabar ?.
justru orang yang kelihatannya tegar butuh perhatian yang lebih.
ReplyDeletemas Dewok, tegar sekali kau, meskipun yang seharusnya mendapat kata, "kasian thu mas dewok" tetep aja engkau ngatain Newsoul dengan kata kasian, ught.. semoga engkau tetep tegar :)
ReplyDeleteYa.., kasihan sekali kamu... adalah ungkapan keprihatinan kita pada seseorang.
ReplyDeleteLucunya.., letak kebahagiaan setiap orang berbeda. Buktinya mas Wok pun bisa bilang "kasihan sekali kamu..." :D
ReplyDeleteKasihan sekali kamu, Ivan..sebab telat membaca ini. Hmm, agak berat isinya tapi justru aku menikmatinya, bunda.
ReplyDeleteidem ma mas Ivan, "kasihan sekali kamu Naz, baru mampir kesini" :)
ReplyDelete@all (Stiawan, Kabasaran, Inuel, Pasang Iklan, Reni, The Others, Ivan, Anazkia, semuanya) terimakasih komentarnya. Begitulah ketegaran seseorang, dan hiduppun musti berpacu. Selamat pagi semua.
ReplyDeletenice info
ReplyDeletesalam kenal
ReplyDeletemakasih buat infonya
ReplyDelete