Gesah Enceng Gondok dan Sebatang Pohon

Cahaya pagi tiba. Tentu tidak datang tiba-tiba, sebab cahaya selalu ada dengan tibanya pagi yang menyingsing. Pagi menyingsing perlahan-lahan, saat sebagian mahluk masih terlelap. Cahaya menerangi semesta sepanjang hari. Lalu cahayapun menerangi sehamparan enceng gondok, juga menyinari sebatang pohon di halaman rumah seorang sahabat. Semburat cahaya yang menyinari kedua jenis flora itu terlihat begitu indah. Sayangnya sebagian enceng gondok itu, juga si pohon merasa jengah dengan cahaya. Merekapun berdesah dan bergesah.
Begitulah. Entah alasan apa sehingga sang enceng gondok dan sebatang pohon itu berdesah menyuarakan kegalauan dan keresahannya. Sebab cahaya itu telah memperlihatkan sebagian daun-daun kami yang menghitam karena rusak, begitu alasan sang Enceng Gondok. Sebab cahaya itu telah memperlihatkan penyakit berulat di tubuh kami, begitu alasan sang pohon. Itulah desah mereka menyuarakan resah dan gundahnya. Begitukah ?, hanya merekalah yang tau pasti alasan sebenarnya.
Lalu salahkan menyuarakan resah dan gundah...? tentu tidak. Hanya saja mengurangi ketentraman hati sendiri. Mengumbar keresahan dan kegalauan, hanya memperpuruk kondisi dan justru menebar penyakit hati. Untungnya sang enceng gondok dan sebatang pohon itu cepat menyadarai bahwa mereka perlu menenangkan diri dengan dzikir kepada semesta. Sekejab setelahnya Enceng Gondok dan sebatang pohon itu telah terlihat berseri kembali. Bukankah cahaya itu bermanfaat dan justru menguatkan.
Begitulah kisah Desah Enceng Gondok dan Sebatang Pohon. Semoga kita bisa mengambil hikmah. Semoga kita tidak selalu menyikapi reaksi di sekitar kita secara negatif, dan sibuk berkutat mengumbar keresahan dan kekesalan. Bila hati kita marah dan galau, sebaiknya kita menenangkan diri, mohon ketenangan dariNya. Bila kita sibuk mengumbar keresahan dan kegalauan dalam keadaan emosi, meski dikemas dengan bahasa berbunga-bunga penuh kelembutan, sebenarnya kita telah merongrong hati kita sendiri. Kitalah yang telah menebar penyakit di hati kita sendiri. Pada kondisi kita yang seperti itulah seharusnya kita iba dan miris.
Demikianlah. Tulisan ini tersinspirasi oleh gesah seorang teman keponakan saya. Jelas ini cuma renungan seseorang anak manusia yang belajar menghargai hidup secara jujur dan apa adanya. Kesempurnaan tentu hanya milikNya (he, anak kecil juga tau ya). Silahkan direnungkan bagi siapa saja yang berkenan. Bila ada yang tidak berkenan (rupanya blog saya digemari seseorang), mohon maaf yang setulusnya. Sebagaimana sayapun telah memaafkan siapa saja yang telah dengan sengaja atau tidak sengaja telah mengganggu saya. Lebaran semakin dekat mari jelang kefitrian kita.
Begitulah. Entah alasan apa sehingga sang enceng gondok dan sebatang pohon itu berdesah menyuarakan kegalauan dan keresahannya. Sebab cahaya itu telah memperlihatkan sebagian daun-daun kami yang menghitam karena rusak, begitu alasan sang Enceng Gondok. Sebab cahaya itu telah memperlihatkan penyakit berulat di tubuh kami, begitu alasan sang pohon. Itulah desah mereka menyuarakan resah dan gundahnya. Begitukah ?, hanya merekalah yang tau pasti alasan sebenarnya.
Lalu salahkan menyuarakan resah dan gundah...? tentu tidak. Hanya saja mengurangi ketentraman hati sendiri. Mengumbar keresahan dan kegalauan, hanya memperpuruk kondisi dan justru menebar penyakit hati. Untungnya sang enceng gondok dan sebatang pohon itu cepat menyadarai bahwa mereka perlu menenangkan diri dengan dzikir kepada semesta. Sekejab setelahnya Enceng Gondok dan sebatang pohon itu telah terlihat berseri kembali. Bukankah cahaya itu bermanfaat dan justru menguatkan.
Begitulah kisah Desah Enceng Gondok dan Sebatang Pohon. Semoga kita bisa mengambil hikmah. Semoga kita tidak selalu menyikapi reaksi di sekitar kita secara negatif, dan sibuk berkutat mengumbar keresahan dan kekesalan. Bila hati kita marah dan galau, sebaiknya kita menenangkan diri, mohon ketenangan dariNya. Bila kita sibuk mengumbar keresahan dan kegalauan dalam keadaan emosi, meski dikemas dengan bahasa berbunga-bunga penuh kelembutan, sebenarnya kita telah merongrong hati kita sendiri. Kitalah yang telah menebar penyakit di hati kita sendiri. Pada kondisi kita yang seperti itulah seharusnya kita iba dan miris.
Demikianlah. Tulisan ini tersinspirasi oleh gesah seorang teman keponakan saya. Jelas ini cuma renungan seseorang anak manusia yang belajar menghargai hidup secara jujur dan apa adanya. Kesempurnaan tentu hanya milikNya (he, anak kecil juga tau ya). Silahkan direnungkan bagi siapa saja yang berkenan. Bila ada yang tidak berkenan (rupanya blog saya digemari seseorang), mohon maaf yang setulusnya. Sebagaimana sayapun telah memaafkan siapa saja yang telah dengan sengaja atau tidak sengaja telah mengganggu saya. Lebaran semakin dekat mari jelang kefitrian kita.
Gambar Pohon Mangga Berulat saya peroleh dari sahabat saya Nelli Lingga Yunara atas izinnya saya upload disini.
Desah Enceng Gondok dan Sebatang Pohon yang mengandung hikmah untuk tidak berprasangka negatif terhadap segala perubahan disekitar kita.
ReplyDeleteIya nih mbak,... lebaran makin deket , semoga kita semua bisa lulus dan kembali menjadi manusia yang suci. Amin.
Saudaraku Elly...memaafkan adalah bentuk kearifan, kedewasaan, dan ketaqwaan
ReplyDeleteSalaam
10 tahun lagi camner...ada pokok gi?
ReplyDeleteAyo ...
ReplyDeletemari hiasi hidup dengan syukur
Buang jauh semua keluh kesah
Renungannya mantap.
Mari kita sholat dzuhur
Dari kesah dari enceng gondok dan sebatang pohon karena cahaya matahari, renungan yang saya tangkap barangkali kita tak perlu selalu menutupi kekurangan kita karena bisa saja kekurangan itu akan disempurnakan oleh orang lain yang menyayangi kita...Walau masih lama, saya juga mau ucapkan selamat hari raya Idul Fitri, Minal Aidhin Walfaidzin..mohon maaf lahir dan bathin semoga bunda Elly senantiasa berbahagia bersama keluarga..
ReplyDeletesetuju, tapi sulit melaksanakannya nih. he hehe..
ReplyDeleteTisti rabbani said, Apa kbr mbk? Maaf telat menyambangi. Ini dlm perjlnan mudik,jd g konsen jg baca postingan mbk elly. Yg penting absen ya mbk. :-)
ReplyDeletemasih sulit bagi aku untuk melaksanakannya,...
ReplyDeletegood post
bentar lagi mudik nih,....
suenengggg banget
Terpaan sinar mentari pagi yang sejuk dan menghangatkan. Bukankah sesungguhnya teramat banyak hikmah dan manfaatnya?! Lalu kenapa pula disesali. Keresahan dan kegundahan mereka mengajarkan kita untuk memandang hidup dengan perspektif yang lebih positif. Nice.....
ReplyDeletetepat waktu saya baca posting ini
ReplyDeletesaya memang sedang dilanda keresahan
Subhanalloh, moga bisa selalu instropeksi ya...
ReplyDeleteMasya alloh, semua ciptaannya berguna...
ReplyDeletetop terus nih observasi lingkungannya bu. dan lebih top lagi ketika insight-nya dipaparkan dalam tulisan seperti ini. top! :)
ReplyDeleteArtikel mbak Elly lagi-2 mengajakku utk melakukan introspeksi nih...
ReplyDeleteMari kita lupakan segala keluh kesah dan menyerahkan semuanya kembali kepadaNYA.
Postingan yg menyentilku tapi bagus agar aku pandai bersyukur meski ujian maha dasyat lg di jalani. Trims mbak
ReplyDeleteElly semoga dpt memompa semangatku.
Buat apa resah, mari kita bergembira. Bersemangat mensyukuri semua karunia yang telah kita peroleh selama ini. Semoga selalu bahagia. Amin.
ReplyDeleteBeberapa hari ini kami sedang membahas enceng gondhok di sekolah. Membahas masalah limbah, membahas kerusakan lingkungan dan solusi yang bisa kita ambil untuk menyelamatkan lingkungan.
Selamat makan sahur.
adakalanya mengungkapkan desah berguna juga supaya orang lain mengerti apa mau kita, pertanyaannya adalah: kepada siapa dan bagaimana caranya...(hanya saja kalau saya lebih suka mendesah dalam hati saja...)
ReplyDeleteaku pamit mudik ya mbak..
ReplyDeletenice artikel mbak..sekalian saya mau mohon maaf lahir dan batin..dan selamat menyambut hari raya idul fitri...
ReplyDeletedari
sudinotakim&keluarga
@all, terimakasih komentarnya. Mari jelang Idul Fitri 1430 H. Mari jelang kefitrian kita, maaf lahir dan bathin.
ReplyDeleteKeren!!!!
ReplyDeletemohon maaf lahir dan bathin semoga kita kembali fitrah lagi.
ReplyDeletemaaf baru mampir lagi bunda . Soalnya sibuk nih siap2 mudik lebaran he he
ReplyDeleteGesah Enceng Gondok dan Sebatang Pohon, metafora yg berhasil dlm cerita ini..
ReplyDeletembak, saya follow ya..sekalian mau mengucapkan selamat hari raya idul fitri 1430 H
ReplyDeleteEhmm...sebel kali hamba...tiga hari ga nge-blog.....Tak ada jaringan inet, mau ke warnet, tak ada alat...
ReplyDeleteHuwh...sebel banget....sebal sebul.....
Nice post mba...Hemh,...manusia juga sering kayak di atas ya...upzz...selalu malah
Oh ya, "Hidup itu Belajar! eps.3 sudah terbit(harusnya udah terbit dari tiga hari lalu, tapi ya itu gara-gara ga bisa inet'an)"...
Silahkan menikamti ya....
Oh ya,,,sekalian promosi...di rumah aku udah ke banyakan kucing persaia, apabila ada yang mau beli, kontak ya,,,semuanya jantan....kasihan butuh pengasuh segera......
Mampir pagi untuk pamitan kpd bunda Elly. Aku mau pulkam nih. Selamat hari raya Idul Fitri 1430 Hijriah. Mohon dimaafkan lahir dan bathin segala khilaf dan salah saya..
ReplyDeleteRamadhan sebentar lagi khan pamit
ReplyDeleteKemenangan akan kita gapai di hari yang fitri
Dalam kerendahan hati ada ketinggian budi
Dalam kemiskinan harta ada kekayaan jiwa
Dalam kesempatan hidup ada keluasan ilmu
Hidup ini indah jika segala karena ALLAH SWT
Kami sekeluarga menghaturkan
Selamat Hari Raya Idul Fitri 1430 H
Taqobalallahu minna wa minkum
Mohon maaf lahir dan bathin
waa skg klo komen ada fotonye ya mpok...:)
ReplyDeleteehem.. dalam keresahan ada saat untuk mengistirahatkan hati.. terimakasih sist telah mengingatkan selalu kembali pada Allah azza wa jalla...
Mampir sebelum mudik nih...Doakan ya ,insyaallah kami akan berangkat mudik ke jawa tengah setelah sholat ied ..
ReplyDeleteKeluarga besar Bani hizboel mengucapkan Mohon maaf lahir dan batin
Semoga pokok2 terpelihara utk generasi akan datang
ReplyDelete