KehendakNya dan Kehendak Si Fana
Malam kembali biru sejak sore tadi. Meski bulan tidak memunculkan dirinya di langit, malam ini cukup indah dan syahdu. Kalau besok (masih tiba menjadi) hari minggu, maka malam ini disebut malam minggu. Sebagian anak-anak muda sedang asyik berkumpul dengan gitar dipetik. Sebagian lagi melakukan wakuncar ke rumah pacar masing-masing. Sementara itu, di sebuah tempat yang juga membiru, seorang laki-laki duduk terpekur di sebuah dermaga kayu, jauh dari keramaian. Laki-laki itu sedang merenung dengan renungan yang diberinya judul "KehendakNya dan Kehendak Si Fana".
Kira-kira inilah intisari renungan tersebut :
Kira-kira inilah intisari renungan tersebut :
- Si Fana baru saja mencuri di kampungnya sendiri. Selesai mencuri si Fana berkata kepada para tetangga dengan enteng sambil mengepulkan asap rokoknya. Yah sudahlah. Kita harus pasrah menerima kenyataan, semua ini kehendakNya.
- Si Fana baru saja mengganggu temannya. Setelah temannya menyatakan rasa tidak sukanya atas gangguan itu, dia berkata dengan santainya, tenang man, semua ini kehendakNya.
- Si Fana pemalas, tidak mau berusaha dengan sungguh-sungguh. Ketika akhirnya gagal, dengan pasrah si Fana berkata, semua ini kehendakNya, sambil bergumam "nasib oh nasib"
- Si Fana baru saja membom sebuah hotel, menimbulkan banyak korban jiwa dan luka. Kejadiannya begitu mencekam dan menggenaskannya. Setelah itu diapun berkata dengan tegasnya, semua ini kehendakNya.
- Si Fana sedang dirayu si Fulan koleganya. Koleganya mengatakan sedang proses selesai dengan istrinya dan menginginkan si Fana. Si Fanapun terpincut pada koleganya, lalu tanpa malu-malu mencari tahu, menanyakan tentang koleganya kepada istrinya. Ketika istri si Fulan menyatakan tidak mau diganggu dan dilibatkan dengan urusan mudharat itu (yang tentu tidak sesuai dengan kehendak si fana), maka diapun berkata saya juga tidak perlu tau. Cukuplah tau dariNya yang yang memberi petunjuk. Saya selalu sholat malam, sholat istikharah dan berdoa kepadaNya. Saya pasrahkan saja semuanya padaNya. Semua ini kehendakNya (kalau pasrah, sudah sholat malam, sudah selalu berdoa minta petunjuk, kenapa masih harus mengusik orang, kenapa masih tanya-tanya...!?)
- Si Fana ingin merebut kemenangan atas suatu kompetisi, lalu melakukan kecurangan disana-sini. Setelah berhasil, sambil tersenyum diapun berkata puas, semua ini kehendakNya.
Begitulah renungan si lelaki pada malam yang membiru ini. Sebuah renungan yang belum usai. Kita semua mungkin memiliki perenungan sendiri tentang hal ini. Ada banyak contoh lain yang sering kita temui dalam kejadian sehari-hari. Silahkan anda tambahkan sendiri. Sadar atau tidak sadar kita sering melakukan pembelokkan esensi kehendak kita yang kita kaburkan menjadi kehendakNya demi kepentingan kita sendiri. Pada akhirnya tentu semuanya adalah kehendakNya. Tetapi agar kata-kata itu tidak terjebak pada ego yang kita ciptakan sendiri, mari kita jujur kepada diri sendiri, jujur pada hati nurani kita. Mari mulai dengan sebuah pertanyaan, sudahkan kita berusaha mencapai kehendak kita dengan cara yang jujur, cara yang benar dan mulia ?
Di dunia yang fana ini, kitalah si Fana. Kita terlalu sering tidak bisa mengendalikan kehendak kita tanpa pernah memikirkan akibatnya bagi orang lain, bagi orang-orang di sekitar kita. Setelah itu dengan santainya kita akan berkata ini semua adalah kehendakNya. Demikianlah renungan sang lelaki kita. Apapun, setidaknya mari kita benahi kehendak kita. Mari berkehendak yang terbaik bagi diri sendiri, bagi lingkungan kita, dan bagi negara tercinta ini dengan cara yang benar. Mari kita renungkan bersama. Selamat malam semua.
Di dunia yang fana ini, kitalah si Fana. Kita terlalu sering tidak bisa mengendalikan kehendak kita tanpa pernah memikirkan akibatnya bagi orang lain, bagi orang-orang di sekitar kita. Setelah itu dengan santainya kita akan berkata ini semua adalah kehendakNya. Demikianlah renungan sang lelaki kita. Apapun, setidaknya mari kita benahi kehendak kita. Mari berkehendak yang terbaik bagi diri sendiri, bagi lingkungan kita, dan bagi negara tercinta ini dengan cara yang benar. Mari kita renungkan bersama. Selamat malam semua.
per..ta..ma!
ReplyDeletebaca dulu ah sambil ngopi dan ngemil he he..
ReplyDeleteSemoga apapun kehendak2 privat kita maka itu semua bersumber dari mata air yg sama yaitu: kejujuran dan ketulusan. Bukan sistem nilai ataupun norma yg mengharuskan kita berbuat yg benar, melainkan nurani yg bisa menerawang kebenaran itu sendiri. Ketajaman nurani: harga mati sebelum berbuat. Seperti biasa, hikmah terpetik dari taman bunga Newsoul. Bunda Elly, bagaimana kondisi ibunda yg diopname? Semoga telah kembali sehat dan pulih. Amin.
ReplyDeleteMbak, ko tadi malem postingannya gak keluar yah? padahal, saya tidur lewat tadi malam :(
ReplyDeleteSebuah perenungan, dengan kemasan bahasa yang cantik. Sadar tidak sadar, kitalah beberapa si Fana yang mbak sebutkan. Berserah pada nasib, dengan alasan atas nama-Nya.
ReplyDeleteIni kiasan arti kemerdekaan diri juga yah mbak? :). Semoga saya mampu menjadi jiwa yang merdeka, Insya Allah...
Lho, ibu mbak Elly juga di opname tho? sakit apa? apa saya yang kelamaan gak kesini? mohon maaf mbak.. :(
Kenapa mesti mengatasnamakan kehendak-Nya demi membenarkan tindakan diri sendiri? Picik benar pikiran itu. Kan kita tidak hidup hanya untuk Tuhan, tapi juga untuk berdampingan dengan manusia lain.
ReplyDeletesebuah perenungan yang dalam tentang memaknai arti hidup. Kita, si Fana mempunyai akal dan pikiran untuk selalu berusaha berbuat yang terbaik diatas jalanNYA. Dan bukan mengatas namakan semua perbuatan jelek kita atas kehendakNYA...
ReplyDeleteDalem banget ya Mbak....
ahhh..keburu dingin ntar cappucino-ku...
monggo di sruput...
*mikir*
ReplyDelete*loading*
iya, memang sih kita sering bpikir bahwa smua yg tjadi itu kehendak-Nya, kita gak mau menerima kenyataan bahwa itu tjadi karena akibat dari pbuatan kita sendiri
Kita semua adalah manusia yg telah diberi kehendak bebas. Maka bila ada sesuatu yg terjadi, kita seharusnya mengatakan ini akibat keputusan yg aku ambil sendiri. Saat kita berjalan dan tiba di persimpangan, siapa yg memutuskan hendak mengambil jalan yg mana? Apakah Tuhan lalu menyeret kaki kita ke salah satu arah? Bukan! Kitalah yang menggerakkan kaki kita. Kalau Tuhan membisikkan kita untuk belok ke kanan, tapi kita memerintahkan kaki kita untuk ke kiri, apakah ini kehendakNya?
ReplyDeleteTerima kasih mbak, untuk permenungannya yg membuka hati ini...
baru sempat koment,.... kena pemadaman bergilir.
ReplyDeleteSemoga dengan postingan pencerahan ini saya bisa lebih banyak belajar untuk mencapai apa yang saya inginkan dengan cara yang benar dan mulia.
Makasih mbak.,..
kebiasaan lama nih..komen dulu baru baca..
ReplyDeleteketahuan deh aku..heheh
ikhtiyar...semoga didunia yg fana ini kita cukup punya bekal buat nanti di dunia kekal..
ReplyDeletemampir lagi ah, penasaran mau baca2 lagi si Fana nih.
ReplyDeletesemoga kita bisa mamaknai kehidupan dengan cara2 yang jujur terhadap diri sendiri maupun orang lain. jujur identik dengan kebaikan..
ReplyDeleteitulah manusia ya mba.. seringkali karena keegoisannya jadi sering nyusahin bahkan ngorbanin orang lain
ReplyDeleteapakah saya termasuk di dalamnya.. mungkin dalam keadaan sadar saya bilang tidak tapi ntah nanti.. semoga benar2 tidak...
btw mama mba elly opname?? cepat sembuh ya mba,,,
mm..yang seperti itu memang nggak bisa dielak lagi. malah terkadang pikiran seperti itu bisa memonopoli. tinggal kita sendiri yang berpikir, apa benar jalan yang seperti itu yang harus kita ambil?
ReplyDeletesalam kenal mbak :)
hehehe,,henny pikir mbak ella lupa, soalnya henny jarang mampir ke sini. tapi sekarang udah follow, biar ga ketinggalan berita dari mbak ella lagi :)
ReplyDeleteAllah..
ReplyDeleteampunilah kami yang selalu berdusta padaMu
padahal kami sibuk mempertuhankan nafsu kami sendiri!
bimbinglah kami
agar selalu dijalanMu yg lurus...
ridhaMu lah yg kami tuju...
Ibunda mbk Elly lg di opname??..
ReplyDeletesemoga cepet sembuh, ya mbak..
@all, terimakasih komentarnya. Maaf tidak bisa lagi dikomentari satu per satu. Love you all, full tank dah.... (pesan alm.mbah Surip).
ReplyDelete@Tisti, sudah pulang ke rumah mbak. Terimakasih atas doa seluruh teman-teman.
ReplyDeletekhoirihi wa syarrihi minalloh.....tapi kan ada hukum syariat ya mbak......payah ah si fana...hehehehehhe...
ReplyDeletesama kek buwel koment nya....^_^
ReplyDeleteSetuju sekali mbak...memang kita selalu berdalih jika tidak mampu dalam suatu hal seolah-olah keadaanlah yang salah...nice artikel mbak..patut jd renungan
ReplyDeletesebuah pnyampaian makna yang luar biasa sekali dalamnya mbak, dikemas dalam sbuah crita yang begitu menarik. salam kenal mbak ditunggu kunjungan balasannya.
ReplyDeleteRenungan yang sangat dalam mbak... Jika kita bertingkah spt si Fana, berarti kita hanya mencari pembenaran atas segala yang kita lakukan, dan kita akan mencari kambing hitam bahwa semua itu adalah kehendakNYA.
ReplyDeleteManusia selain dianugerahi akal juga dianugerahi hati nurani... Jika keduanya tak dipergunakan bersama-sama... kacaulah dunia.. dan itu semua bukan karena kehendakNYA.
Nice post.. ! Mantap banget...
top markotop tulisanya semoga menjadi perenungan bagi siapapun yang ingin mencapai sesuatu pakailah nurani dan norma kebenaran.
ReplyDeletekalau langsung pasrah, terus langsung bilang 'itu kehendakNya' jadi gak seru donk :D
ReplyDeleteah si fana ada2 aja hhohohoho
mampir malem mbak...
ReplyDeletewah, si fana menyeramkan sekali ya. tapi si Fanny mau memberi award nih. cek di sini ya, mbak http://just-fatamorgana.blogspot.com/2009/08/genap-sudah.html
ReplyDeletespesial award lho.
@all, terimakasih komentarnya. Kompie saya sepertinya error. Saya tidak bisa melihat komentar-komentar anda. Pokoknya terimakasih komentarnya. Luv u all.
ReplyDeletekehendak si fana sekedar minoritas saja
ReplyDeletekira2 klo si fana lagi kena musibah, bisa bilang,,,"sudahlah ini kehendakNYA" enggak yah?
ReplyDelete