Gerimis Kecil Tiba Menjelang Tengah Hari Di Sudut Suatu Kota
Tidak ada mendung sebelumnya, tiba-tiba pyur.....gerimis kecil turun. Seperti gerimis biasanya, gerimis ini sangat enteng jatuhannya. Waktu menunjukkan pukul 11.35 WIB. Duapuluh lima menit lagi menjelang tengah hari. Gerimis ini kecil dan ringan. Ia menimbulkan bau khas debu saat terkena air hujan. Sudah lima hari hujan tidak kunjung tiba di kota ini. Tetapi, entah kenapa, gerimis kali ini tidak mengundang mendung. Langit tetap terang benderang.
Penjual es di salah satu lorong di sudut kota ini tampak tenang. Ia sama sekali tidak terganggu oleh gerimis kecil ini. Ia terus berjalan sambil membunyikan bunyi-bunyian khas dari sepedanya. Beberapa anak kecil keluar dari sebuah gang terlihat mendekat ke arah si tukang es, hendak memesan jajanan es mereka. Beberapa ibu-ibu terlihat santai mengangkat jemuran pakaian mereka sambil bercloteh riang dengan tetangga sebelah. Di mulut gang, sepasang muda-mudi turun dari sebuah buskota sambil bergandengan tangan di bawah gerimis kecil ini. Wajah keduanya tampak berseri-seri.
Di salah satu rumah di perumahan sekitar gang tadi, telpon berdering kencang. Suaranya terdengar nyaring, seakan menandakan itu telpon sangat penting dan minta segera diangkat. Itu berasal dari telepon butut, tergeletak di atas meja yang juga agak butut. Suaranya terdengar bertambah nyaring. Seorang perempuan keluar dari dapur dengan mimik kaget,
"Ya hallo..." perempuan itu membuka percakapan telponnya. Suara si penelpon terdengar begitu jauh, seperti suara dari seberang pulau.
"Iya betul, ada apa....?" jawab perempuan itu lagi
"Apa......?" perempuan tadi berkata dengan melengking.
Gerimis kecil itu masih turun. Sementara langit warnanya cerah, putih saja. Debu-debu jalanan di gang perumahan itu masih menerima siraman gerimis kecil itu. Baunya yang khas diterbangkan ke udara terbawa oleh sang angin. Debu dan angin seakan menangkap pembicaraan di telpon tadi. Inilah omongan si penelpon, andai saja kita bisa mendengarnya lewat sang angin,
"....ibu betul ibunya Wahyu....? Maaf kami menyampaikan berita buruk bu. Pak Wahyu baru saja mengalami kecelakaan saat sepulang mengantar tamu kantor ke bandara. Pak Wahyu tidak bisa diselamatkan bu, ia tewas dalam perjalanan ke RS. Bu..., bu...., bu.....".itulah suara sayup-sayup terakhir si penelpon.
Rumah itu bertambah lenggang. Salah satu penghuninya masih pingsan. Dua lainnya masih di sekolahnya masing-masing. Seorang lagi, sang kepala keluarga, sedang bekerja di kantornya. Penghuni yang terakhir (kalau masih bisa disebut penghuninya karena telah meninggalkan rumah itu sejak 5 tahun yang lalu), Wahyu, telah mengalami kecelakaan dan tewas. Tak berapa lama perempuan setengah baya tadi siuman dari pingsannya. Bibirnya tampak gemetar menyebut nama Wahyu....., Wahyu...., anak lelaki pertamanya yang menghilang dari rumah sejak 5 tahun yang lalu. Ya, Wahyu si anak lanang yang meninggalkan rumah setamat SMA sejak berselisih dengan sang ayah. Wahyu si anak keras nan bertekad ingin mandiri, menunjukkan nyalinya bisa hidup tanpa bantuan siapapun. Anakku menghilang kini ia akan pulang dan sudah menjadi mayat......suara perempuan tadi terdengar sangat lirih, kelu dan pilu.
Gerimis itu masih terus turun. Langit masih terang, cuaca masih terlihat agak panas. Orang-orang kota itu menyebut hujan gerimis yang seperti itu dengan sebutan hujan panas. Bagi penghuni rumah itu, gerimis tiba-tiba ini rupanya datang berbarengan dengan datangnya musibah yang juga tiba-tiba untuk mereka. Musibah yang datang begitu saja seperti gerimis yang datang tiba-tiba menjelang tengah hari di sudut kota ini. Entahlah. Setiap gerimis tentu memiliki kisah dan nuansa tersendiri bagi siapa saja. Mungkin kisah indah, atau kisah membahagiakan, atau bahkan kisah sedih. Gerimis bagi kita tentu berbeda-beda.
Begitulah. Hanya sepenggal kisah gerimis yang tiba menjelang tengah hari di sudut suatu kota. Gerimis yang terus menjatuhkan rinainya ditingkahi aroma debu tadi. Semua berputar pada titik nadirnya. Gerimis ini seakan menandakan kepulangan Wahyu yang akan kembali ke rumah itu, meski dengan kondisi yang tidak lagi seperti dulu.
Gambar diambil dari: yukez.files.wordpress.com/2009/02/gerimis.jpg
Penjual es di salah satu lorong di sudut kota ini tampak tenang. Ia sama sekali tidak terganggu oleh gerimis kecil ini. Ia terus berjalan sambil membunyikan bunyi-bunyian khas dari sepedanya. Beberapa anak kecil keluar dari sebuah gang terlihat mendekat ke arah si tukang es, hendak memesan jajanan es mereka. Beberapa ibu-ibu terlihat santai mengangkat jemuran pakaian mereka sambil bercloteh riang dengan tetangga sebelah. Di mulut gang, sepasang muda-mudi turun dari sebuah buskota sambil bergandengan tangan di bawah gerimis kecil ini. Wajah keduanya tampak berseri-seri.
Di salah satu rumah di perumahan sekitar gang tadi, telpon berdering kencang. Suaranya terdengar nyaring, seakan menandakan itu telpon sangat penting dan minta segera diangkat. Itu berasal dari telepon butut, tergeletak di atas meja yang juga agak butut. Suaranya terdengar bertambah nyaring. Seorang perempuan keluar dari dapur dengan mimik kaget,
"Ya hallo..." perempuan itu membuka percakapan telponnya. Suara si penelpon terdengar begitu jauh, seperti suara dari seberang pulau.
"Iya betul, ada apa....?" jawab perempuan itu lagi
"Apa......?" perempuan tadi berkata dengan melengking.
Suaranya terdengar begitu putus asa. Tak berapa lama, wajahnya memucat. Tiba-tiba sekelilingnya terlihat gelap. Perempuan itu pingsan, tak sadarkan diri. Dalam beberapa detik, telpon itu sayup-sayup masih mengiangkan suara si penelpon. Tak lama setelah itu, suasana sangat hening memenuhi rumah tersebut.
Gerimis kecil itu masih turun. Sementara langit warnanya cerah, putih saja. Debu-debu jalanan di gang perumahan itu masih menerima siraman gerimis kecil itu. Baunya yang khas diterbangkan ke udara terbawa oleh sang angin. Debu dan angin seakan menangkap pembicaraan di telpon tadi. Inilah omongan si penelpon, andai saja kita bisa mendengarnya lewat sang angin,
"....ibu betul ibunya Wahyu....? Maaf kami menyampaikan berita buruk bu. Pak Wahyu baru saja mengalami kecelakaan saat sepulang mengantar tamu kantor ke bandara. Pak Wahyu tidak bisa diselamatkan bu, ia tewas dalam perjalanan ke RS. Bu..., bu...., bu.....".itulah suara sayup-sayup terakhir si penelpon.
Rumah itu bertambah lenggang. Salah satu penghuninya masih pingsan. Dua lainnya masih di sekolahnya masing-masing. Seorang lagi, sang kepala keluarga, sedang bekerja di kantornya. Penghuni yang terakhir (kalau masih bisa disebut penghuninya karena telah meninggalkan rumah itu sejak 5 tahun yang lalu), Wahyu, telah mengalami kecelakaan dan tewas. Tak berapa lama perempuan setengah baya tadi siuman dari pingsannya. Bibirnya tampak gemetar menyebut nama Wahyu....., Wahyu...., anak lelaki pertamanya yang menghilang dari rumah sejak 5 tahun yang lalu. Ya, Wahyu si anak lanang yang meninggalkan rumah setamat SMA sejak berselisih dengan sang ayah. Wahyu si anak keras nan bertekad ingin mandiri, menunjukkan nyalinya bisa hidup tanpa bantuan siapapun. Anakku menghilang kini ia akan pulang dan sudah menjadi mayat......suara perempuan tadi terdengar sangat lirih, kelu dan pilu.
Gerimis itu masih terus turun. Langit masih terang, cuaca masih terlihat agak panas. Orang-orang kota itu menyebut hujan gerimis yang seperti itu dengan sebutan hujan panas. Bagi penghuni rumah itu, gerimis tiba-tiba ini rupanya datang berbarengan dengan datangnya musibah yang juga tiba-tiba untuk mereka. Musibah yang datang begitu saja seperti gerimis yang datang tiba-tiba menjelang tengah hari di sudut kota ini. Entahlah. Setiap gerimis tentu memiliki kisah dan nuansa tersendiri bagi siapa saja. Mungkin kisah indah, atau kisah membahagiakan, atau bahkan kisah sedih. Gerimis bagi kita tentu berbeda-beda.
Begitulah. Hanya sepenggal kisah gerimis yang tiba menjelang tengah hari di sudut suatu kota. Gerimis yang terus menjatuhkan rinainya ditingkahi aroma debu tadi. Semua berputar pada titik nadirnya. Gerimis ini seakan menandakan kepulangan Wahyu yang akan kembali ke rumah itu, meski dengan kondisi yang tidak lagi seperti dulu.
Gambar diambil dari: yukez.files.wordpress.com/
Seperti gerimis yg selalu berbeda antara gerimis hari ini dan gerimis kemarin, begitu juga cerita kehidupan. Tiap hari tiap detik, segalanya bisa saja terjadi. Yang terbaik maupun yang terburuk. Asal kita punya pegangan yg kokoh kepadaNya, kita pasti akan bisa melewati semuanya dgn baik. Semoga kisah tragis itu cuma kisah rekaan semata ya...
ReplyDeleteitu yang nelpon kok nekat ya langsung ngomong ke ibunya.. ke bapaknya dulu napa....
ReplyDeleteNampaknya gerimis kecil berubah menjadi badai besar .
ReplyDeleteKematian adalah suatu misteri yang datang dan perginya tidak dapat diramalkan.
Sebuah pengungkapan yang luar biasa ..kemalangan dan gerimis.
girimis dan berita duka disiang bolong... dinamika kehidupan. Ada yang datang dan ada yang pergi..
ReplyDeletesaya takut ama hujan
ReplyDeletekalo udah gerimis, langsung merinding deh
hidup ini hanyalah sebuah perjalanan.... batu kerikil atau batu besar pasti akan menghalang... namun terkadang ada juga orang yang berbaik hati untuk memberikan tumpangan,..... hehehehehe
ReplyDelete@Fanda, ya mbak Fanda setiap gerimis punya kisahnya sendiri. Ini cuma sekelebatan cerita yang muncul bersamaan dengan bau khas debu jalanan yang terkena air (hujan) gerimis.
ReplyDelete@Bang Ais, he, sabar bang. Mereka menelpon ke nomor rumah wahyu, cm itu yg mrk tau. Seperti biasa, yang ada di rumah adalah ibu, jadi ibunya yang mengangkat.
@Kebasaran Soultan, ya kemalangan dan gerimis kdg dtg bersamaan, saat dmn bg insan lain mungkin adalah kebahagiaan.
@Yudie, he, kira2 bs spt itu
@Pipit,wah saya malah suka gerimis, enak, hehe.
@Rangga, siip dah.
gerimis itu membuat saya terinspirasi utk menulis puisi. gerimis selalu menghadirkan rasa mellow yg indah di sanubari.
ReplyDeletesemoga dipanjang umur supaya dapat tambah pahala dan dapat bersih dosa kita ;-)
ReplyDeletesaya suka konflik yang tertuang dalam cerita ini,perpaduan antara setting dan penjelas sangat seimbang .meskipun endingnya kurang begitu mengisolir pembaca...
ReplyDeletetetapi setidaknya pesan penulis bisa tertuang dengan sempurna.sehingga pembaca bisa terbawa dalam harmoni cerita
saya sangat rindu dengan gerimis ...
Gerimis kecil telah membuat gerimis pula di hati sang bunda karena telah kehilangan sang anak untuk selamanya, setelah 5 tahun tak bersua.
ReplyDeleteKehilangan dan gerimis kecil telah menyatu dalam hati sang bunda..
Program sastra SEMBILU di jam 9 malam ini. Pembacaan prosa hingga jam 11. ONLINE.
ReplyDeleteberjalan malam di bawah gerimis. inspirasi menetes lalu menganak sungai. prosa manis,mbak Elly.
ReplyDeletegerimis selalu identik dengan kabar sedih biasanya bu ya ?
ReplyDeletepadahal tanpa gerimis sinar matahari tidak akan pernah bisa membuat pelangi.
eh hujan gerimis aje
ReplyDeleteMbak, cerita itu, pernah ada pada saya. Ketika saya kehilangan ayah... :((
ReplyDeleteCerita yang menarik sekali. SAlam kenal. Commet anda sangat saya harapkan di blog saya. Terima Kasih
ReplyDeleteGerimis di bulan Juli...tetesnya kadang membawa pilu...
ReplyDeleteceritanya menarik postingannya manis...bisa nih, di tulis menjadi sebuah novel... :)
kalo gerimis aku inget gerimis mengundangnya slam...hehheheheh..
ReplyDeletewah apes bner wahyu niatnya baik....
ReplyDeletemeskipun gerimis, saat itu bagaikan hujan lebat yang menimpa keluarga wahyu.
jakarta beberapa minggu ini gak gerimis...
ReplyDeleteoya, tq awardnya ya mbak...tak ambil kabeh hehe...btw, udah canggih editing gambar khan? slamat ya
@Sang Cerpenis, wah asyik dong mbak
ReplyDelete@Zumairi, amin
@Ahmad Flamboyant, siip, terimakasih ulasannya yang mantap.
@Reni, ya kira2 spt itulah mbak
@RCA, terimakasih infonya
@Sastra Radio, terimakasih ivan
@Mas icang, betul mas tanpa gerimis pelangi tdk akan bisa muncul. Tp kdg gerimis muncul tanpa pelangi,melainkan duka. Gerimis hadir dengan berbagai nuansa.
@Ajiee, hehe.
@Anazkia, saya ikut berduka sobat. Ya di tempat saya ada semacam kepercayaan bhw gerimis panas (dmn cuaca tetap terang) biasanya membawa kabar duka. Mungkin cm kebetulan.
@Mohalink, salam kenal juga. Ok deh saya kesana, liat sj.
@Tisti rabbani, hehe, nanti deh, takut gak laku
@Buwel, gerimis mengundang lagu donk....
@Generation of Inspiration, cm kisah Dian.
@Ernut, di kota saya kemaren gerimis, gerimis indah tapi. Siip, senang saya kalau diambil semua. Thanks mbak Nut.
gerimis sa'at itu seperti air mata sang ibu yang jatuh ke bumi dalam arti yg berbeda.. ada keriangan & kedukaan..inilah hidup..
ReplyDeleteGerimis mengundang membuatku sempet mampi di Warnet.... Sory baru sempat berkunjung mbak.
ReplyDeletememang sudah mulai musim gerimis ya..wah ditempatku belum ya..hehehe..
ReplyDeletecerita yang menarik bunda..saya cuma bisa menikmati saja...semangat
gerimis yang sangat penuh makna...cerita yang menarik mbak...
ReplyDeleteJujur...saya suka banget tulisan2 ayuk Elly....bohong banget kalau tulisan begini dibilang nggak bagus...awas kalau ada yang berani bilang begitu ...langkahi dulu mayat saya dalam rinai gerimis sore ini....
ReplyDeleteSaya, tertegun di sini membacanya, membayangkan perasaan orgtua yg kehilangan anaknya, apalagi ada konflik yg masih belum terdamaikan.
ReplyDeleteAh..hidup, terlalu rapuh.
'gerimis' selalu identik dengan 'tangis'
ReplyDeletetangis yang kemunculannya selalu tak terduga, tangis yang selalu mengawali kesedihan panjang, namun terkadang gerimis pun menjadi awal sesuatu yang baru, sesuatu yang besar, dan sesuatu yang indah.
prosa bagus mba'...
gerimis kecil, saya dong??hehehe*ge'er ajah*
ReplyDeletesaya ikutan follow ya
ReplyDeleteassalamualaikum,
ReplyDeletemenarik mbak ceritanya,sangat khas.endingnya sepertinya kurang mengenakkan,konfliknya oke dan saya suka.
wassalam
aahhhh ceritanya bagus banget mbak! sederhana tapi keren abizz. pantesan aja teh fanny ma buwel suka kesini. slm kenal ya mbak...
ReplyDeletesetiap sesi kehidupan selalu berbeda dan setiap gerimis datang membawa perasaan yang berbeda pula, suka duka semua adalah aroma kehidupan yang mau tidak mau akan kita hirup dan kita nikmati rasanya.
ReplyDeleteSetting ceritanya keren, jadinya saya ikutan sedih nih :(
ReplyDelete(ditambah saya sedang mendengarkan lagu The Milo - Romantic Purple)
tapi gpp mba, biasanya kalau hujan tengah hari selalu ada Pelangi, bukan ?
mba El, gimana kalau ganti tampilan :D, supaya aura newsoul nya lebih terasa lagi ... kan headernya sudah baru dan makin keren ...
ReplyDeletedi kota saya hampir tiap hari hujan, Mbak.
ReplyDeleteInilah hujan di musim kemarau,
berjalan malam meneteskan sunyi tapi bukan airmata melainkan silaturahmi. yg membuatku selalu kangen adalah: bunga2 di taman ini.
ReplyDelete@all, terimakasih komentarnya. Membaca komentar-komentar ini setelah shubuhan ditemani secangkir kopi, jadi cleng, hehe. Sekali lagi, terimakasih.
ReplyDeleteikut membaca cerpen.
ReplyDelete