Dua lelaki dan Seorang Perempuan Yang Memandang Tidak Dengan Matanya

Seorang laki-laki duduk menekuk kedua lutut. Wajahnya lurus ke depan, matanya terpejam. Tapi di hadapannya ia melihat sebuah keriuhan. Anak-anak kecil berlari kesana kemari ditingkahi suara ibu mereka yang mengejar anak-anak itu. Si adik sedang menangis karena kakinya terkelupas setelah jatuh mengejar kakaknya. Sang kakak sedang dimarahi si ibu. Kakak yang lebih besar berteriak. " terong lagi... terong lagi !..." saat ia membuka tudung meja makan dan menemukan gulang terong pedas di mangkuk bulat yang ditemani seekor ikan yang dagingnya tinggal sebelah. Tak lama setelah itu, anak perempuan pertamanya datang dari sekolah membawa surat panggilan kepala sekolah, sudah 3 bulan ia tidak membayar iuran BP3. Itulah yang dilihat lelaki itu dalam pandangan, padahal matanya sedang terpejam. Ketika ia membuka mata, di hadapannya adalah gambar sepasang pengantin sedang tersenyum manis. Itu foto pernikahannya dulu yang dipajang sang istri di kamar mereka. Ia sedang di kamarnya, baru 3 jam tertidur setelah pulang dari pekerjaannya sebagai petugas keamanan sebuah swalayan. Rumahnya sedang sepi, anak-anak sedang sekolah, istrinya sedang ke pasar. Begitulah. Lelaki itu memandang tidak dengan matanya. Ia memandang dengan perasaan yang sedang berkecamuk dalam dadanya. Meski pandangan tadi sering ia tepiskan, sering ia hindari, masih juga selalu muncul di hadapannya.
Di sudut lain dunia, menembus ruang dan waktu, seorang perempuan sedang berdiri di tepi pantai saat pagi menyingsing. Dalam pandangannya seorang lelaki sedang menghampirinya, menggamit tangannya dengan iringan musik pengantar saat pengantin naik ke pelaminan. Ia dan lelaki dalam pandangannya itu melangkah bersama dengan mesra. langkah kakinya terasa begitu ringan, lembut juga indah. Setelah beberapa menit tiba-tiba ia melihat bahwa lelaki yang menggamit tangannya itu bukanlah lelaki yang diharapkannya. Lelaki itu bukanlah lelaki yang menjadi kekasih hatinya. Ia kecewa. Seketika rasa lembut dan indah tadi sirna, berganti dengan kesedihan yang tertahan di dada. Begitu ia membuka mata....laut dengan ombak lembut bergemuruh sedang ada di hadapannya. Saat ia menengadah menghadap langit semburat jingga menatapnya seperti berbisik, singsinglah harimu wahai insan. Nikmati dan hadapi apa yang ada di hadapanmu, ikhlas pada apa yang menjadi milikmu. Seidaknya jadilah seperti itu. Itu akan lebih mudah untukmu, bisik semburat jingga langit itu lagi. Perempuan itu terpaku demi mendengar bisikan sang langit. Lalu ia menjadi jengah dengan dirinya sendiri. Ia menangis tersedu-sedu, menangisi dirinya. Ia malu karena sering menatap dunia tidak dengan mata, apalagi dengan mata jiwa.
Di belahan bumi yang lain lagi, Seorang lelaki setengah baya berdiri di podium sedang berpidato. Sebuah pidato sangat berapi-api sedang ia lakukan. Orang-orang terkesima memandang lelaki yang pidato yang sangat meyakinkan dan menggelora itu. Sesekali kerumunan orang banyak itu berteriak-teriak sambil bertepuk tangan saat lelaki itu berkata bagaimana, setuju....? Dalam pandangannya, saat matanya mengarah ke kerumunan orang yang mendengarkan pidatonya, lelaki itu melihat sebuah acara hebat sedang digelar. Acara pelantikan dirinya menjadi pemimpin suatu negeri antah berantah dari orang-orang yang sering ia suguhi dengan pidatonya. Pandangan itu cuma sekejab, begitu ia membuka matanya lagi ia masih melihat kerumunan orang banyak yang masih setia mendengar pidatonya. Pandangan sekejab tentang pelantikan tadi terjadi karena lelaki itu tidak memandang dengan matanya. Saat itu ia memandang dengan perasaan kuat yang didambanya dalam benaknya, harapannya, keinginannya.
Demikian kisah Dua lelaki dan seorang perempuan yang memandang tidak dengan matanya. Mungkin kita sering menemui hal seperti ini dalam pengembaraan hidup kita di dunia ini. Mungkin pula kita pernah juga mengalaminya, memandang tidak dengan mata. Betapa sering manusia memandang tidak dengan mata. Ya kita terkadang memandang apa yang di hadapan kita dengan perasaan kita, dengan harapan kita, kita memandang dengan impian kita. Tidak ada yang salah dengan hal tersebut, begitu bisik sang bayu yang sedang berhembus di sekitar meja saya ini. Ya, kata sang bayu tadi, asalkan tidak berlebihan atau terlalu menggebu-gebu bila memandang dengan harapan dan impian seperti si lelaki kedua dalam cerita ini. Jangan juga berlebihan memandang dengan perasaan, apalagi menyalahkan kondisi, lalu lari dari masalah seperti si lelaki pertama dan perempuan di kisah ini. Semuanya sah-sah saja. Mungkin yang paling aman bagi kita adalah, selain memandang dengan mata, perlu juga memandang dengan mata jiwa kita, dengan hati nurani kita yang paling dalam. Inilah renungan pagi ini kawan. Anda mungkin pernah menemui hal seperti ini, mari kita renungkan bersama.
Gambar diambil dari : www.flickr.com/photos/
kehidupan ini tak jauh bak sebuah cermin....
ReplyDeletedimanapun dan apapun kesibukan kita,hanya diri kitalah yang bisa faham dengan perasaan kita sendiri.kadang kita merasa terpaksa untuk melakukan hal yang sulit kita kerjakan tetapi sebetulnya itulah hidup sesunggungnya....
ada hal yg sangat variatif dipostingan ini,tentang kiprah ayah,ibu anak mereka punya kesibukan sendiri2.yang disatu sisi mereka mempunyai tanggung jawab masing2
Mbak Elly, selalu mampu mengemas cerita dengan kias dan senda.
ReplyDeletewah artikelnya keren mbak........
ReplyDeletesetiap org ader pandangan yg berbeza pada kehidupan ini
ReplyDeletePengharapan ga selalu memandang dengan mata, atau apa yg kasat mata, bermimpi juga demikian, sebab apa yg kelihatan kadangkala justru hny permukaan yg perlu digali dengan imajinasi dan harapan, atau malah sesuatu yang perlu dirombak sama sekali sesuai dengan visi dan misi tertentu milik seseorang. Hmm.. mungkin bukan yg seperti itu yg dimaksudkan di sini ya? Hihi.. hanya mencoba menggali dari sudut yg berbeda saja.
ReplyDelete@Ahmad F, begitulah sobat, thanks.
ReplyDelete@Anazkia, he khas kl lg jengah, hihi.
@Generation of Inspiration, terimakasih.
@Zumairi, yup betul sekali.
@G, hehe begitulah G. Apa yang dilihat dengan matapun kdg fakta terdalamnya bkn spt itu. Yang dilihat tidak dengan mata, itu apalagi, sering keliru, sering juga cm angan, keinginan, pengharapan, bahkan ketakutan. Ya terkadang interprestasi dr apa yang kita lihat dengan mata atau tidak dgn mata (berisikan angan, harapan, keinginan, mmg sangat tergantung dgn visi dan misi seseorang. Sebab di dalam visi dan misi terdapat harapan, tujuan yang ingin dicapai juga cara mencapai tujuan, katanya.
emang tekadang sering banget terjadi, tapi tanpa kita sadari...
ReplyDeleteassalamualaikum,
ReplyDeletepengembaraan hidup memberikan sesuatu yang berharga bagi kematangan kita mbak.
menarik,maknanya sangat mendalam
wassalam
Memandang dengan mata saja sering salah, mbak Elly. Dibutuhkan hati yang jernih agar kita mampu melihat dengan mata hati...
ReplyDeleteItu menurutku lho...
wuiiiih nyambung nih dengan posting ella......hehhhe
ReplyDeletememandang dgn mata = logika..memandang dgn mata jiwa = feeling...
semua memang harus dilihat dari sudut2 yg berbeda...ga terpau dari satu titik
wah artikel yagn sangat bagus nih. Salam Knal comment balik yah
ReplyDeletesayang terkadang masih banyak orang hanya memandang dengan mata saja.. padahal mata ini sebenarnya adalah penipu yang paling dekat dengan kita.....
ReplyDeleteBetul mbak, tataplah masa depan bukan hanya dgn mata fisik, tapi dgn mata hati. Tataplah sosok yg kita ingin tuk menjadi, lekatkan itu dalam kalbu, lalu tataplah apa yg ada pada kita saat ini, dan berjalanlah menuju impian itu.
ReplyDeletetidak memandang dengan mata bisa berarti memandang dari sudut apa saja, ada baik ada jahat...
ReplyDeletekadang memang orang sering sekali lupa!
ReplyDeletedan mungkin seharusnya tiap manusia lahir dibekali kaca, supaya bisa melihat diri sendiri sebenarbenarnya..
woh, tulisannya keren!
ReplyDeleteterkadang melihat dengan mata saja itu belum cukup, harus pake hati + perasaan
hi newsoul
ReplyDeletenice blog & entry.
thank u for choosing my photo to be uploaded here :) :)