Lelaki Yang Berdiri di Pantai Saat Pagi Menyingsing




Suatu ketika, entah pada putaran bumi yang ke berapa pada porosnya di tahun ini. Seorang lelaki berdiri dalam gelap pagi. Menatap sekeliling dengan tatapan lelah tapi berbinar. Ya binar agak gelap, mungkin seperti binar setiap insan menyambut hari saat mentari belum muncul. Sesungguhnya pada setiap hari ketika pagi menyingsing, sang pagi sedang berbisik pada seisi alam ini. Bahwa hari selalu berputar, dan setiap hari akan dimulai dengan pagi yang menyingsing memberi semangat baru. Sayangnya tidak semua kita menghiraukannya. Lelaki itu melepas helaan sambil menghirup lagi hawa pagi. Pagi sebentar lagi menyingsing, begitu bisik udara di sekeliling.

Pagi ini menyingsing perlahan-lahan, agak malu-malu seperti perawan zaman dulu. Lelaki itu menengadah lagi menatap langit. Tatapan itu, andai bisa ditelisik dalam kegelapan pagi itu, begitu lelah, agak nanar kawan. Hp di sakunya berdering lagi, entah sudah kesekian kali. Lagi-lagi tidak ia gubris. Matanya masih menghadap ke timur, ke arah sang pagi menyingsing hari. Mata itu seperti menumpahkan seluruh rasa yang tergores dalam kehidupannya pada sang langit yang akan menyingsingkan pagi.

Beberapa menit setelah itu kegelapanpun berkurang, cahaya mulai muncul. Di timur itu, semburat jingga mentari mulai menggurat di langit meski sang mentari belum nampak. Lelaki itu masih tengadah ke langit. Ia seperti sedang menceritakan sesuatu yang memenuhi pikirannya pada langit menjingga itu. Entahlah. Lalu, setelah beberapa puluh menit, langit menjingga di timur itu seperti tersenyum dan memberinya sesuatu rasa, entah apa. Sesuatu menyeruak padanya, seperti saat ia merasa ada harapan pada kecewa yang timbul di dada ketika kehamilan sang istri sirna. Ya, ketika sang istri mengalami keguguran anak pertama mereka, ia menyepi di remang pagi. Menyaksikan matahari menyingsing di ufuk, lalu muncul semangat baru. Menyaksikan pagi yang menyingsing seperti mendengar nasehat orang bijak yang menasehati tanpa terasa menggurui, sejuk dan indah. Begitulah rasanya ketika itu, enam tahun yang lalu.

Kini, saat ini, di suatu tempat ia berdiri, rasa itu hadir lagi. Berdiri di pantai suatu teluk yang menghadap ke ufuk timur, menyaksikan mentari muncul dari persembunyaiannya sembari menumpahkan gundahnya. Pagi yang menyingsing datang bak menyingsingkan duka, menyembuhkan luka, dan menyejukkan. Ia tengadah ke langit lagi, wajahnya diterangi cahaya pagi yang mulai muncul. Tak berapa lama setelah itu menarik nafas panjang sambil tangannya meraih hp di saku kiri. tangannya kini sigap menuliskan sesuatu, pesan singkat.

Beginilah pesan yang dituliskan lelaki itu di hpnya, " Besok aku pulang sayang. Akan kuhadiri sidang pertama itu. Akan kupenuhi permintaanmu yang menginginkan perceraian kita. Entahlah apa yang akan terjadi nanti, mudah-mudahan itulah yang terbaik untuk kita...", demikian isi pesan di hp lelaki itu. Lalu jemarinya menekan pilihan "Kirim" ke suatu nama di daftar kontak hpnya, Istriku. Shreeet......, pesanpun terkirim. Cahaya pagi menerangi wajah lelaki itu, memperlihatkan sesuatu di wajah itu. Sudut kedua matanya membasah oleh air mata. Itu air mata ketiga dalam hidupnya setelah ibunya meninggal dunia, janin anak pertamanya lepas dari rahim sang istri, dan kini saat istri tercinta mengugat cerai dirinya.

Cahaya pagi yang menyingsing itu seperti mengerti perasaannya. Seperti memberinya kesejukan juga kekuatan. Bukankah tadi sang fajar menyingsing berkata bahwa hari akan selalu berputar, semua isi hari harus dilalui, dan setiap hari sang pagi akan memberi semangat baru. Wajahnya nampak tegas kini. Pandangan nanar tadi sirna bersama kegelapan fajar yang menghilang saat mentari muncul di ufuk timur itu, saat pagi menyingsing di garis pantai ini. Lelaki itu kini melangkahkan kaki menuju wisma tempat ia menginap. Pada langkah kaki ke tiga, ia nampak menggumamkan sesuatu. Rasa itu tak bisa kupaksakan. Betapa aku telah merenggutkan cinta istriku pada kekasihnya tujuh tahun yang lalu.

Ya, tujuh tahun yang lalu ia menelikung sahabatnya sendiri dengan merebut kekasih sahabatnya dengan alasan juga cara yang tak seorangpun tau (kecuali dirinya sendiri). Kini perempuan mantan kekasih sahabatnya yang telah enam tahun menjadi istrinya, ikhlas akan ia lepaskan. Sungguh, kecewa sudah pasti ia miliki. Tetapi...., perempuan yang telah menjadi istrinya itu tidak bisa ia kungkung perasaanya. Dan bukankah perempuan itu telah berusaha menjadi istrinya yang baik selama enam tahun ini, rasa itu tidak bisa lagi ia paksakan. Setidaknya perempuan yang menjadi istrinya itu telah membahagiakanya selama enam tahun, dan kini perempuan itu berhak mengejar kebahagaiaanya sendiri. Ia tidak tau apakah keputusannya sudah tepat, semoga inilah yang terbaik.

Begitulah gumaman si lelaki yang berdiri di pantai itu saat pagi menyingsing. Cahaya mentari mulai penuh, hari mulai terang benderang. Ia teringat lagi pada bisik pagi menyingsing tadi. Hari selalu berputar. Suka tidak suka pada setiap putaran hari mustilah dilalui dengan penuh harapan karena setiap hari sang pagi akan datang menyingsing. Kini lelaki itu melangkahkan lagi langkahnya yang tadi terhenti. Sang pagipun seakan tersenyum menyaksikan langkah lelaki itu. Cahaya pagi menerangi sekeliling, seolah mengatakan kisah sangat pendek ini silahkan direnungkan sendiri.

Comments

  1. waw mantap sob hebat nih bisa jaddi penulis

    ReplyDelete
  2. dua orang diatas emang sulit untuk dikalahkan kalo cepet2tan komentar. :D

    ReplyDelete
  3. inspiratif, dari mana ya bisa belajar nulis seperti cerita novel gituh?

    lelaki yang malang...., sesuatu yang didapat denagn jalan tidak baik tentu hasilnya sering tak berkah.

    ReplyDelete
  4. lelaki yang akhirnya mengerti...jika cinta yg pernah hadir milik org lain..nice artikel

    ReplyDelete
  5. benar tri, 2 komentor pertama sering jadi juara cepet-cepetan, mungkin laptop nya jadi bantal kali ya...ilang kok sampai 3 sekaligus...tak ada cobaan yang lebih berat lagi, mba? ada!

    ReplyDelete
  6. mmm kira2 pake apa yaaa dia bisa ngerebut cewek itu....jangan2 pelet hahahhaahhah

    ReplyDelete
  7. Menyaksikan mentari menyingsing di pagi hari memang selalu memberikan rasa tersendiri dalam hidup. Pagi hari selalu saat teristimewa yg mengawali hari baru, kebahagiaan baru, masalah baru, dan hidup yg baru. Cahaya mentari pagi selalu meyakinkan kita bahwa semua yg lebih baik dalam hidup ini akan segera tiba...

    ReplyDelete
  8. Saya yakin kalau mbak elly bikin novel, pasti lebih seru deh.

    ReplyDelete
  9. begitulah mentari selalu setia menjumpai dan menemani kita suka maupun duka. sepertinya berbanding terbalik dg sang istri lelaki itu, ya Mba.. ?

    ReplyDelete
  10. Mbak, satu demi satu kubaca cerita mbak Elly, saling berkesinambungan satu sama lain. Ketika ku baca ini, ku ingat tulisan yang sebelumnya. ketika kucerna ini, ku hubungkan dengan kalimat-kalimat lainnya.

    Mbak, adakah betul dugaan saya...??? Wallahu'alam. Semoga Allah selalu memberikan kemudahan...

    ReplyDelete
  11. @all, terimakasih komentarnya. Ana, ini cuma cerita sekelebatan lamunan di kepala. Bila dirasa ada kesinambungan, mungkin cuma kebetulan saja.

    ReplyDelete
  12. kasihan bgt. btw, gambarnya di header bagus tuh.

    ReplyDelete
  13. Maaf neh belom mbaca........ntar malem insya alloh bacanya.....nice artikel dulu wes mbak tuk sementara....hehehehhehe

    ReplyDelete
  14. Wuaw ... jujur ... aku susah membuat tulisan sebagus ini, tambah pula fotonya ... keren ... biarkanlah aku belajar padamu kawan

    ReplyDelete
  15. lelaki dan pantai ...waduh itu aku banget tuh.
    lelaki dan sms "aneh" pada istri ...nah kalau yang ini jelas bukan aku.
    he-he-he

    Tuturnya bagus sekali ..renyah, asyik dibaca dan tentu saja as usual ...syarat dengan makna.
    thanks 4 sharingnya.

    ReplyDelete
  16. Ayu' Elly, mustinya tulisan2 ini dibukukan...

    ReplyDelete
  17. Suatu gambaran cerita yang kontras. Satu sisi tentang indahnya pagi dengan semburat jingga sinar mentari. Disisi lain ada hati terluka menghadapi kegetiran hidup, berpisah dengan orang-orang yang dikasihi.
    Nice Mbak Elly...

    ReplyDelete
  18. @Sang Cerpenis, ntar deh dijadikan header
    @Sewa Mobil, thanks sobat
    @buwel, hiy dasar buwel...
    @EWA (Ersis Warmansyah Abbas), wah bisa2nya penulis hebat spt pak EWA menyemangati saya. Terimakasih pak EWA.
    @Kabasaran Soultan, terimakasih juga sdh mampir teman
    @Sekar Lawu, hiks, nanti gak laku bukunya.
    @Yudie, bukankah kehidupan penuh dinamika mas, thanks ya.

    ReplyDelete
  19. Ya ampun apa yang terjadi? seorang lelaki... bisakah hidup di dalam cinta yang dia reka sendiri? ternyata jawabannya adalah tidak.... akhirnya dia harus menerimanya....

    ReplyDelete
  20. Perasaan memang tidak bisa dipaksakan. Jadi, mengapa dulu dia harus merebut kekasih sahabatnya sendiri ? Akhirnya cinta yg didamba toh lepas juga...
    Ceritanya bagus lho mbak... ^_^

    ReplyDelete
  21. mungkin tak pernah putus lamunan itu sampai fajar benar2 menegurnya,...

    kadang kehidupan perlu menangisi kita karena bila dirasa kita sangat berguna buatnya.,
    seharusnya kita dan alam menyatu dalam satu makna,... entah dipandang dari sisi keterpurukan atau sebaliknya

    ReplyDelete
  22. Cerita yang bagus mbak.....Oiya setuju kata anaz tuh mirip2 dengan cerita sebelumnya, kayak yang lelaki di atas bukit kalo nggak salah yak naz.....dan setuju juga kalo lebih asyiiik buat novel mbak...
    go...go...mbak elly....

    ReplyDelete
  23. segeeeeeeeeeeeeerrr sekali

    jadi kepingin pulang, dan berdiri dipantai menunggu terbit matahari :D

    wah baru tau saya , nama pemilik blog ini adalah Mba Elly :)

    ReplyDelete
  24. apa yg membuatku selalu rindu mampir berbetah di sini? ya, tulisan-tulisan manis dan estetika kata. hmmm, salam sukses buat mbak Elly.

    ReplyDelete
  25. lagi dapet mood yah mba dapat ide2 neh.

    ReplyDelete
  26. "..pagi ini menyingsing perlahan lahan, agak malu malu seperti perawan jama dulu..."
    HEhe..EHehee
    klo perawann jama sekarang .. gmana mbak ..?
    XIxixix..XIxix

    "...Kabuuur....:D

    ReplyDelete
  27. Waduh.... serem nih bacanya...
    kalau masalah cerai saya kok ngeri
    na'uzdubillahi mindalik

    ReplyDelete
  28. @all, terimakasih komentarnya. Berbahagialah kita yang masih bisa berdiri di pantai saat pagi menyingsing, artinya masih banyak hal yang bisa kita lakukan. Karena pagi menyingsing akan selalu datang untuk kita. Semoga sang pagi itu menyingsingkan juga duka dan derita siapa saja. Siapapun, asalkan kita berjuang dengan keikhlasan yang penuh, katanya.

    ReplyDelete
  29. benarkah ini tentang ia adanya?!

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.

Popular Posts