Menelusuri Rempah/ Bumbu Pada Kuliner Sumatera Selatan

Sumber Foto : faktualnews.com
Jika rempah-rempah adalah daya tarik atau pemikat datangnya Portugis dan Belanda ke Indonesia pada zaman dahulu, maka rempah-rempah juga berjasa besar pada perkembangan farmasi, kosmetik juga kuliner di dunia, termasuk Indonesia. Termasuk pula kuliner di Sumatera Selatan. Mengulasnya, seperti kita dibawa ke masa lampau itu.


Sejujurnya tulisan ini dibuat demi mengajak sesuatu di benak saya berpikir dan mengkaji, lebih tepat lagi menelusuri rempah dan bumbu asli Sumsel (Sumatera Selatan). Ya Sumatera Selatan dimana saya lahir dan dibesarkan di salah satu kota, kebetulan Ibukota provinsi, yaitu di Palembang.

Alasan lain saya menelusuri rempah dan bumbu asli Sumatera selatan adalah permintaan seorang kawan yang meminta saya membuat semacam tulisan singkat tentang rempah-rempah dalam masakan Palembang/ Sumatera Selatan. Rempah apa yang dipakai, apakah didapat secara lokal atau didapat dari luar Sumatera Selatan serta pengaruhnya atas kuliner Palembang dan secara lebih luas lagi Sumatera Selatan.

Menilik Pengertian Rempah-rempah

Saya ingin mulai dengan menggali lagi, apa itu rempah-rempah. Banyak literatur yang membuat definisi Rempah-rempah. Salah satunya menyatakan bahwa Rempah-rempah adalah bagian tumbuhan yang digunakan sebagai bumbu, penguat citarasa, pengharum dan pegawet makanan yang digunakan secara terbatas (FAO, 2005 dalam Hakim, 2016). Sebelumnya De Guzman dan Siemonsma, 1999) telah menyatakan bahwa rempah-rempah bisa berasal bagian batang, daun, kulit, umbi, rimpang (rhizome), akar, biji, bunga atau bagian-bagian tumbuhan lainnya. 
Rempah-rempah sebagai Bumbu (Dokpri)

Sebagai bumbu masakan, telah kita lihat bersama bahwa hampir semua masakan dan kuliner menggunakan aneka bumbu yang adalah sebagian dari fungsi rempah-rempah. Masakan dan aneka kuliner berkembang pesat dengan citarasa tersendiri yang berasal dari rempah-rempah sebagai bumbu pada masakan tersebut.   
Penjualan bumbu dan sayuran di Pasar 26 Ilir Palembang (Dokpri)

Rempah-rempah Pada Kuliner Sumatera Selatan

Nah saya ajak kalian melihat Kuliner Sumatera Selatan secara utuh ya. Tidak melulu kuliner Palembang, tapi kuliner di sebagian besar wilayah Sumatera Selatan. Supaya utuh, maka perkembangan kuliner Sumatera Selatan akan terkait erat dengan sejarah budayanya.

Kuliner Sumatera Selatan, terkait erat dengan sejarah dan budaya sepanjang aliran Sungai Batanghari Sembilan. Sebagaimana kita tahu, Wilayah Sumatera Selatan dengan Batang Hari Sembilan memiliki banyak suku yang memiliki keragaman budaya, termasuk kulinernya. Ya jaringan sungai yang mengaliri Sumatera Selatan yaitu Sungai Musi sebagai induk dengan 8 (delapan) anaknya yaitu Sungai Komering, Sungai Ogan, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sungai Lakitan, Sungai Rupit, Sungai Rawas dan Sungai Batanghari Leko disebut  Batanghari Sembilan (Batanghari = Sungai)


Untuk memudahkan saja, berdasarkan geografis saya ikut membagi menjadi dua kelompok saja, masyarakat Uluan dan Iliran. Masyarakat Uluan meliputi masyarakat yang mendiami wilayah pangkal atau awal dari batanghari sembilan tersebut. Sedangkan Iliran adalah masayarakat di bagian muara dari batanghari sembilan tersebut. Kemudian ada yang berpendapat, uluan adalah wilayah agak ke pelosok Sumatera Selatan. Sedangkan iliran hanya Kota Palembang dan sekitarnya. Ini sebabnya zaman dulu jika orang bagian pelosok ingin ke Palembang mereka menyebutnya "Milir". Sementara jika mereka ingin kembali ke Uluan disebut "Mudik"

Apa saja rempah-rempah yang digunakan sebagai bumbu masakan di Sumatera Selatan ? Banyak. Tapi saya akan mulai dengan rempah yang digunakan sebagai bumbu masak pada kuliner di uluan tadi. Kenapa begitu? Bagi saya  kuliner uluan lebih otentik sebagai masakan asli masyarakat setempat tetapi inipun tidak bisa kita katakan betul-betul otentik milik masyarakat Uluan Sumatera Selatan karena Sumatera Selatan dahulunya adalah wilayah besar Sumatera Bagian Selatan yang meliputi Jambi, Lampung, Bangka Belitung dan Bengkulu. Bahkan Kuliner Melayu yang berasal dari Sumatera Tengah dahulu juga telah saling berasimilasi dengan kuliner Uluan Sumatera Selatatan. Sedangkan kuliner di Kota Palembang banyak dipengaruhi budaya dari tiga kelompok besar, China, India dan Arab yang berasimilasi masayarakat Palembang dan menjadi kuliner yang khas Palembang yang dikenal sampai sat ini. 

Tidak ada rempah-rempah yang khusus milik Palembang atau Sumatera Selatan. Sebab rempah-rempah yang digunakan di Sumatera Selatan dan di seantero nusantara nyaris sama. Sama-sama menggunakan cabai, aneka bumbu dapur seperti kunyit, lengkuas, serai, daun salam, dan lain sebagainya. Pada masakan lauk perayaan besar seperti Malbi dan Anam, maka rempah-rempah berat digunakan seperti lada, ketumbar, adas, jintan, kapolaga dan lain sebagainya.

Hal yang membedakan hanya kombinasi dan proporsi penggunaan aneka tempah-rempah tersebut. Sebagai contoh orang Uluan Sumsel cenderung masakannya agak asin, pedas dan asam. Sedangkan Iliran Palembang dan sekitarnya menambahkan rasa manis baik dari gula pasir maupun manis buah nanas.

Ketika para Saudagar dari India, Arab dan China datang ke Palembang ratusan tahun lampau, maka kuliner para pendatang itu memperkaya ragam kuliner di Palembang. Kita mengenal Pempek dengan aneka turunannya yang disinyalir berasal dari kaum pendatang China. Kita mengenal Martabak HAR, roti Cane yang berasal dari Saudagar India Muslim di Palembang. Kita mengenal Nasi minyak, kue bangkit yang mirip kue Ka'ak yang berasal dari kuliner para saudagar Arab dan lain sebagainya.

Sebelum mengenal apa saja rempah yang digunakan sebagai bumbu pada kuliner masyarakat Sumatera Selatan, saya ingin mengenalkan beberapa masakan dasar Wong Sumsel:

  1. Sambal Tigo. Disebut Sambal Tigo karena menggunakan 3 (tiga) bahan yaitu cabai, garam dan terasi bakar. Di Sekitar wilayah Komering Sambal Tigo disebut pula sebagai Sia Lalak (Garam Pedas). Cabai merah, garam dan terasi bakar diulek jadi satu. Tanpa air dan kering sehingga Sambal Tigo bisa awet beberapa hari tanpa pendingin (Garam berfungsi sebagai pengawet) juga karena rendahnya kadar air. Ketika akan disantap, bersama nasi dan hidangan utama entah pindang ikan, ikan bakar dan lalapan, maka sambal tigo tadi tinggal dikucuri atau dibejek-bejek dengan tomat cherry lokal yang disebut cungdiro. Biso pula ditambahkan irisan atau perasan sempayo. Zaman dulu sekali saya ingat nenek saya kadang suka mengucuri Sambal Tigo dengan perasan kedondong hutan, sedap nian. Sambal Tigo begitu populer di Sumatera Selatan, hingga masuk ke wilayah iliran dan disebut Sambal Tigo. Meski bahan tambahannya kemudian bervariasi, resep dasar sambal tigo tetap terjaga sampai saat ini. Hanya cabai, garam dan terasi bakar. Orang uluan Sumsel tidak menggunakan bawang merah ataupun putih pada sambal mentah (basic dari sambal tigo) mereka. 
  2. Sambal buah mangga /nanas. Sambal tigo berkembang juga sampai ke Iliran dan sedikit  modifikasi terjadi. Ketika akan disajikan sambal tigo diberi sedikit gula, potongan kecil buah nanas atau mangga, dan lain sebagainya. 

  3. Sambal Jokjok. Sambal tigo yang disantap dengan ikar bakar atau ikan goreng, sambal tigo dibejek-bejek dengan cungdiro, jeruk kunci atau kedondong hutan, diberi daging ikan bakar atau ikan goreng, jadilah jokjok (atau seruit di lampung). Sambal jokjok populer di wilayah Komering  (OKUTimur, OKU Selatan) termasuk OKU.
  4. Sambal Unji. Sebagian wilayah Uluan Sumsel yang berbatasan dengan Bengkulu seperti Lahat, Muara Enim, Musi Rawas yang tidak begitu akrab dengan terasi mengenal Sambal Picak dan Sambal Unji. Unji atau Kecombrang (di Jawa Barat disebut Honje), menjadi bumbu masakaan lokal masyarakat di Sumatera Selatan. Cabai dan Garam diulek lalu diberi irisan bagian dalam bunga Unji. Rasanya khas, pedas dan ada getir dan wangi khas Unji.  
  5. Pindang. Pindang di Sumsel berbeda dengan Ikan Pindang di Jawa yang membuat ikan kering dengan metode dikukus dengan garam dan bumbu. Pindang di Sumatera Selatan adalah jenis  hidangan berkuah atau sup lokal dengan bumbu dasar bawang merah, bawang putih, kunyit, lengkuas, serai dan daun salam. Asam yang digunakan adalah Cungdiro, sebagian menambahkan irisan buah nanas. Bahan yang dipindang bermacam-macam mulai dari ikan (kebanyakan ikan air tawar karena ekosistem Sumsel adalah perairan darat dan rawa) seperti Gabus, toman, betok, patin, nila. Selain ikan orang Sumsel mengenal pindang Udang, pindang daging, pindang tulang iga dan pindang ayam. Bahkan di iliran sekitar Sekayu dan Moeba mengenal Pindang Ubi dicampur ikan teri. Apa yang khas pada rempah pindang Uluan Sumatera Selatan adalah dominanya serai, daun salam, cungdiro dan buah nenas serta tambahan daun kemangi pada pindang ikan. Serta bumbu yang hanya diiris. Berbeda dengan Pindang Sekayu, bahan dasarnya seperti sambal tigo, yaitu asam, cabai dan terasi serta bawang merah yang banyak dan serai, serta daun kemangi. 
  6. Gulai Opor. Opor Palembang dan Sumatera Selatan hampir sama dengan opor yang ada di wilayah lain Nusantara. Hal yang membedakan adalah Opor Palembang dan Sumsel tidak menggunakan kunyit, warna kuningnya didapat dari nanas. Untuk memberi rasa segar dan manis ditambahkan parutan buah nanas. Inilah yang memberi kekhasan Opor Palembang/Sumsel.
  7. Gulai Anam. Ini adalah masakan berat yang biasanya dibuat saat perayaan dan hari besar. Gulai Anam Sumatera Selatan populer di Lahat dan Komering. Hampir sama dengan opor, bedanya Anam menggunakan hampir semua bumbu tanah (selain jahe, lengkuas, serai, gulai anam menggunakan kunyit, kencur, temupuh, temukunci).

  8. Malbi disinyalir adalah masakan hasil asimiliasi oleh saudagar Arab karena kerap disajikan bersamaan dengan penyajian Nasi minyak. Sebagian berspekulasi Malbi juga hasil peninggalan Belanda karena dianggap mirip semur yang kaya menggunakan rempah idola zaman kompeni seperti Lada, Cengkeh, Pala dan kayumanis. Tentu saja ini membutuhkan pembuktian dan penelitian mendalam. 
  9. Nasi Minyak Palembang. Kadangkala disebut pula Nasi Samin karena selain menggunakan aneka rempah, juga menggunakan minyak samin saat memasaknya. Khasnya Nasi Minyak Palembang adalah menggunakan minyak samin dan pada penyajiannya. Disajikan bersama gulai malbi, dengan sambal nanas.  Komposisi penyajian seperti ini hanya ada di Palembang 
    Nasi Minyak dengan Malbi dan sambal nanas (Dokpri)

  10. Pempek dan Aneka varian serta turunananya, mulai pempek kapal selam, pempek lenggang, pempek Kulit, pempek Adaan, pempek telur,  tekwan, model, celimpungan dan lain sebagainya.
    Tekwan dan Pempek (Dokpri)
    Pempek Kapal Selam (Dokpri)
  11. Martabak HAR. Ini adalah Martabak asin dengan isi daging, kentang dan sayuran yang disantap dnegan kuah kare serta kecap asin yang diberi potongan cabai hijau. HAR adalah nama penjual pertamanya yaitu Haji Abdul Rozak, Saudagar Keturunan India yang hingga kini oleh anak cucunya tetap konsisten meneruskan bisnis makanan ini. Selain Martabak ini, sebagaimana kuliner India, ada pula Roti Canai yang di Palembang memiliki varian kuliner khas bernama Ragit.  Sekarang jenis Martabak HAR dengan merk lain banyak di Palembang.
    Martabak HAR (Dokpri)

Rempah-rempah Utama Pada Kuliner Sumsel

  1. Rempah berupa Bumbu Segar seperti Cabe, bawang merah, bawang putih, Cungdiro, sempayo, kedondong hutan, tempoyak (durian difermentasi), nanas dan bumbu dapur yang berasal dari tanah seperti kunyit, lengkuas, serai. Rempah yang berasal dari daun-daunan seperti daun salam, kemangi,  daun kucai, batang unji, dan lain sebagainya. Bumbu segar dipakai untuk masakan sehari-hari seperti pindang, sayur tumis dan santan.
    Bumbu Rempah Basah Dasar Sumsel (Dokpri)

  2. Rempah kering hasil panen yang dikeringkan petani seperti lada, pala, kemiri, adas, jintan, ketumbar, kapolaga, kayu manis, cengkeh dan lain sebagainya. Rempah kering ini biasanya dipakai pada masakan gulai malbi, seperti opor, anam. Bahkan juga untuk memasak nasi minyak ala Palembang, rempah-rempah seperti ini banyak digunakan 

Penyebaran Rempah-rempah Untuk Kuliner Sumatera Selatan

Zaman dahulu, sungai adalah sarana transportasi utama. Penyebaran rempah-rempah di Sumatera Selatan di bawa ke Palembang dari dari kebunnya di Uluan melalui perahu dan gethek melalui sungai yang disebut Batang Hari Sembilan. Yaitu Sungai Musi dengan 8 (delapan) anak cabangnya sehingga menjadi 9 (sembilan) sungai yang disebut Batanghari Sembilan.

Batanghari Sembilan adalah moda transportasi utama di Sumatera Selatan sejak dahulu kala. Termasuk menjadi moda tranportasi perdagangan rempah-rempah di Sumatera Selatan.  Menurut Arkeolog Retno Purwanti dan  berdasarkan catatan JI Van Sevenhoven dalam Buku Lukisan tentang Ibukota palembang, yang disebut Rony A. Nugroho dalam tulisan Batanghari Sembilan, Saksi kejayaan Renpah Nusantara, perkembangan pesat Batanghari Sembilan menjadi Moda trasnportasi utama terjadi pada masa Kesultanan Palembang Darusalam. Lada dan beras, juga kapas dibawa ke Palembang melalui Sungai Lematang. Beras, lada dan rotan dibawa melalui Sungai Ogan; lada dan beras juga dibawa dari Sungai Komering dan Sungai Banyuasin.

Menurut catatan Sevenhoven, pada 1821-1822 rempah dibawa melalui jalur sungai untuk dijual di sejumlah pasar di Palembang, salah satunya ke Pasar Sekanak. Rempah yang diangkut ke sana bermacam-macam, seperti lada panjang 10 buah dengan harga 0,06 gulden, lada biasa 1,5 gantang 0,06 gulden, kunyit segantang 0,075 gulden, jintan sekati 0,10 gulden, jahe muda seikat 0,05 gulden, daun sirih 50 helai 0,025 gulden, dan pinang 10 buah 0,025 gulden.
Ketika Belanda mulai menduduki Palembang dan Sumatera Selatan, Kesultanan Palembang Darusalam mulai runtuh, terjadi perubahan besar dimana Palembang dijadikan kota daratan sehingga transportasi uatama tidak lagi melalui Batanghari Sembilan. Komoditi perdagangan dibawa melalui darat, termasuk rempah-rempah.

Ketika Palembang menjadi salah satu pusat perdagangan besar sejak zaman kerajaan Sriwijaya, maka Palembang juga menjadi pusat kenyebaran rempah-rempah yang vital pada masa itu. Sebagian rempah-rempah yang berada di Palembang berasal dari wilayah lain. Rempah-rempah yang dibawa dari sebagian Kepulauan Maluku seperti Pala, cengkih oleh para saudagar juga Belanda. Termasuk Kayu Manis (Casiavera sp) yang banyak dibawa dari Jambi khususnya wilayah Kerinci (saat itu masih satu kesatuan dengan Sumatera Selatan yang disebut Sumbagsel).

Pengaruh Perdagangan Rempah-rempah di Palembang pada Perkembangan Kuliner Sumsel 

Kedatangan rempah-rempah di Palembang juga memberi pengaruh pada perkembangan Kuliner di Sumatera Selatan. Kuliner Palembang dan Sumsel berkembang pesat, hasil asmilasi kuliner pendatang yang menyatu dengan adat dan budaya masyarakat Sumatera Selatan. Sebagian rempah-rempah berasal dari wilayah Sumatera Selatan, sebagian didatangkan dari luar. Inipun hal yang sederhana dan wajar mengingat Palembang sebagai pusat perdagangan sejak zaman Sriwijaya dan di zaman Kesultanan Palembang Darusalam yang memungkinkan aneka rempah-rempah ada melimpah di Palembang.

Keberadaan rempah-rempah yang sebagian berasal dari luar Sumatera Selatan dan berbarengan dengan akulturasi budaya telah memperkaya khasanah kuliner di Sumatera Selatan sehingga kami mengenal Nasi Minyak dengan rempah khas dan disajikan dengan malbi dan sambal nanas itu.

Paket Bumbu Rempah Nasi Minyak Palembang

Kami mengenal Opor Ayam dengan rempah-rempah yang mudah didapat di Palembang dan dengan tambahan parutan nanas yang menjadikannya khas Palembang. Kami mengenal Pempek yang dominan menggunakan Bawang putih pada cuka, sebelumnya penggunaan bawang putih tidak begitu menonjol pada kuliner asli Sumatera Selatan karena terbatasnya komoditi Bawang putih. Bawang putih harus didatangkan dari wilayah luar Sumatera Selatan.

Kami mengenal Tekwan yang selain menggunakan bawang putih juga menggunakan rempah Lada yang sebagian berasal dari wilayah lokal Sumatera Selatanl yaitu OKU Selatan dan Empat Lawang, sebagian berasal dari Bangka. Begitupula Kayu Manis (Casiavera sp) sebagian ditanam di Kabupaten Empat Lawang dan OKU Selatan. Masih banyak lagi kuliner lain.

Pasar rempah-rempah di Sumatera Selatan menyebar di banyak pasar tradisional, juga di Gerai Mall yang menyediakan aneka bumbu dan rempah. Sebut saja Pasar Induk Jakabaring, Pasar 26 Ilir, Pasar Lemabang, Pasar Satelit Perumnas Sako dan lain sebagainya.

Bahkan di masa  pandemi COVID-19 pemasaran bumbu rempah di Palembang dan Sumatera Selatan sebagian dilakukan secara Online. Mau cari bumbu apa saja ada, bahkan disiapkan paket per menu resep yang akan dimasak.



Demikianlah. Menurut saya studi dan riset tentang rempah-rempah asli pada kuliner Sumatera Selatan  memang sangat terbatas. Tetapi saya meyakini bahwa Palembang atau lebih luas Sumatera Selatan yang dahulunya adalah pusat perdagangan sejak zaman Kerajaan Sriwijaya membuat Kulinernya secara luas, secara terbuka dipengaruhi oleh asimilasi dan akulturasi budaya antara masyarakat Sumatera selatan dengan pendatang.

Di tengah keterbatasan ini, sejujurnya saya merindukan riset mendalam tentang hal ini. Entah studi literatur spesifik maupun riset di lapangan. Semoga di masa mendatang akan banyak yang tertarik  melakukannya. Salam.


Sumber :
1. e-book Rempah dan Herba Kebun Pekarangan Rumah Masyarakat
2. Batanghari Sembilan, Saksi Kejayaan Rempah Sumatera 
3. Iliran-Uluan; Dikotomi Sekaligus Dinamika Dalam Sejarah Kultural Palembang


Comments

  1. Saking beragamnya kuliner Palembang, untuk varian sambal aja ada yang aku baru dengar dan belum pernah icip. Mesti coba kapan-kapan.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Haha, bener Yan. Masih banyak lagi jenis sambal yang belum sempat saya sebut, ada sambal Picak, sambal tempoyak, bekasam dan rusip. Kuliner Sumsel memang berankaragam. Terimakasih sudah membaca.

      Delete
  2. Ya ampun, sambil baca tulisan ini kok sambil menelan ludah ya karena membayangkan sedapnya setiap masakan itu yang bikin ngiler..

    Kalo aku suka bikin sendiri sambel tigo dan sambel buah, sangat nikmat disantap menemani pindang. Hmmmm jadi pengen segera kedapur masak pindang dan sambel..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pasti sambal mangga dan sambal nanasnya mantap ya mba Murni. Makan nasi pindang tanpa sambal buah itu seperti ngopi tanpa pisgor atau ubgor, gak lengkap, hehe. Salam. Terimakasih sudah maampir.

      Delete
  3. Sejauh ini suka banget sama sambel mangga muda, enak gitu bisa pakek nasi anget aja udah bikin nafsu makan ningkat terus kalau di tambah teraso sedikit nambah mantep tuh 🤤

    ReplyDelete
    Replies
    1. Yupz bisa -bisa nambah terus ya. Mesti jauhin magic com ini. Itu saya, hehe. Salam mba Silta. Terimakasih sudah mampir.

      Delete
  4. Banyak banget memang macam macam rempah rempah kita di Indonesia aku aja ampe bingung mengahafalnya😂 tapi dari sekian kuliner di artikel diatas aku salfok sama sambal tigo, enak kayaknya di gabungin sama lalapan dan ikan bakar ya umek

    ReplyDelete
    Replies
    1. Banget mba Nina, sambal tigo, kasih cunhdiro, jerk kunci atau buas asam papun sedap. Lalap pete, daun ubi rebus, ikan bakar, dah enak banget, hihih kok saya jadi laper. Salam mba Nina. Terimakasih sudah mampir.

      Delete
    2. Eh Paci, hahaha, mata siwer maaf.

      Delete
  5. Kalau dibandingkan masakan Padang, masakan Palembang setali tiga uang dalam penggunaan rempah²nya. Tapi tetap saya gemar masakan Palembang apalagi sambalnya. Kalau di rumah sering bikin Sambal Tigo. Enak dinikmati dengan nasi dan lauk pauk dan juga nikmat sebagai sambal kerupuk kemplang ☺️

    ReplyDelete
    Replies
    1. Mantap sekali itu. Mertua lewat bisa-bisa gak liat lagi kita hahahahaha. Salam mba Nina. Terimakasih sudah memebaca.

      Delete
  6. Ya ampun. Auto lapar. Alangkah nikmat makan ikan, rebusan daun ubi cocol sambal di atas. Hidup tanpa rempah apa lah rasa. Hampa pastinya. Jadi dapat ide masak buat besok 😁

    ReplyDelete
    Replies
    1. Saya juga, haha, ini pagi-pahi gara-gara baca komen jadi ikutan lapar. Kapan-kapan kita masak bareng dan makan bareng yuk mba Deris. Salam. Terimakasih sudah membaca.

      Delete
  7. Penasaran jadi sama gulai anam.Kayaknya belum pernah nyoba nih umek...Sekarang banyak yang jual bumbu instan jadi suka ga tau rempah-rempah aslinya gimana

    ReplyDelete
    Replies
    1. Cobain mba Ainum. Sedap dan gurih. Sofar saya tetap lebih ok bikin bumbu sendiri, rasanya lebih safe dan lebih autentic aja haha. Terimakasih sudah mampir.

      Delete
  8. Ngences aku jingok sambal-sambal itu umek
    colet dengan ikan bakar caknyo lemak nian
    dak masalah nak sambal yang mano

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wuih emang kawannya itu ikan bakar, plus lalapan, apalagi ada kuah pindang, makin mantap mas Ppri. Terimaaksih sudah membaca.

      Delete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.