Dulu, zaman saya merantau dan masih kinyis-kinyis, di kantin kampus saat saya memesan segelas kopi hitam, sontak semua mata memandangi saya hingga saya agak terperanjat. Rupanya perempuan, terkhusus gadis muda, dianggap tidak wajar minum kopi. Mungkin sebab kopi hitam itu dianggap minuman yang terlalu sangar untuk perempuan muda, entahlah. Sebab saya sedang butuh secangkir kopi, ah saya tepiskan pandangan aneh di sekitar saya itu. Perempuan dan Kopi itu bukan pasangan aneh, malah harus jadi pasangan akrab dan serasi, he, bacalah..
Sebagaimana yang kita tau, kopi itu bukan tanaman asli Indonesia. Konon beratus tahun lalu dibawa oleh saudagar arab dan mungkin juga penjajah dulu. Maka yang disebut Kopi Lokal Indonesia adalah kopi (entah jenis robusta atau arabica) yang ditanam di Gayo, Sidikalang, Bali, Toraja dll sehingga kita mengenal Kopi Gayo, Kopi Mandailing, Kopi Sidikalang, Kopi Bali, Kopi Toraja, Kopi Semendo, dll. Meski tanaman kopi tumbuh begitu pesat di tanah air, kopi lokal kita belum begitu baik perkembangannya. Mutu yang rendah, harga yang terpuruk, juga masih kalah bersaing untuk dieksport ketimbang kopi Brazil, dan Negara-negara Amerika Latin lain. Salah satu penyebab bangkitnya industri kecil kopi disana adalah karena pertautan akrab Perempuan dan kopi itu.
Nah, di Costarica, salah satu negara Amerika Latin penghasil besar Komoditi Kopi, ada kisah mengharukan tentang bagaimana perempuan dan kopi itu menjadi kawan akrab yang saling menghidupi. Kisah yang bermula ketika harga kopi merosot dan para lelaki pergi sehingga kampung hanya menyisakan perempuan dan kebun-kebun kopi terbengkalai. Perempuan di kampung itu tidak punya apa-apa selain kopi yang harus digarap untuk dapat menghidupi keluarga. Dari sanalah kisah ASOMOBI dimulai. Asomobi kini telah menjadi asosiasi denagn konsep pertanian berkelanjutan yang digarap dengan baik, bacalah disini.
Asomobi, memang sebuah asosiasi pemberdayaan perempuan di Selatan Costarica yang awalnya adalah pergulatan perempuan terhadap komoditi kopi berkembang menjadi banyak usaha pemberdayaan desa, termasuk pertanian organik, pariwisata desa, dll. Perjuangan yang sebetulnya bisa ditiru perempuan Indonesia. Sebab kopi itu memerlukan tangan lembut dan telaten dari perempuan. Sejak dari panen, pengolahan biji kopi, sampai dengan proses pengolahan bubuk kopi, packaging dan pemasaran.
Mungkin saja dan semoga saja jenis lain dari Asomobi itu sudah ada di beberapa pelosok Indonesia dengan bentuk dan skala yang berbeda. Untuk menjadi seperti Asomobi yang seulet dan sebesar di Costarica itu butuh perjuangan panjang, butuh banyak uluran tangan. Tapi, tidak ada yang tidak bisa jika kita berjuang. Perempuan, laki-laki juga, ayo kita bangun komoditi kopi kita. Salam Kopi.
Comments
Post a Comment
Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.