Jangek Babi
Entah kenapa jangek babi tak mau hilang dari ingatan saat ini. Saat lapar mendera karena puasa dan ruangan senyap sebab para lelaki sedang menunaikan sholat jum'at di masjid tempat kerja.
Ini masih soal channel 35, Food Network itu. Jangek (kerupuk kulit) babi. Aku melihat bagaimana ia dibuat dan disajikan. . Ia dibuat dengan proses yang sama dengan jangek sapi yang dibuat oleh yuk Jum atau mas Karto di pelosok kampung Indonesia kita. Hanya mungkin saja lebih hygienis, mungkin. Tanpa perendaman yang lama, tanpa dirubungi lalat dan sebagainya. Ketika jadi, waw ia merekah dengan menggelora. Warnanya putih. Tambah terlihat menggoda sebab setelah digoreng dan ditiriskan ia ditaburi dengan sedikit bubuk garam, sedikit merica, dan cacahan daun entah mint entah daun bay dan bumbu lain. Disajikan sebagai kudapan mereka minum bir dingin, wew.
Jangek babi itu jelas gak membuat saya ngences untuk mencicipi, apalagi birnya. Tapi ide membuat dan menyajikan jangek dengan cara seperti itu menginspirasi buat saya. Ternyata bule dengan kita itu sama saja. Pada titik tertentu ya sama-sama pemakan segala (Omnivora) juga. Cara dan gaya menyajikannya saja yang berbeda. Mereka lebih hygienis, mungkin, dan lebih eksklusif.
Nah, siapa bilang bule gak suka jeroan atau bagian kulit? Buktinya jangek babi. Dan, ah ngopi setelah tarawih dengan camilan jangek babi, eh, sapi berbumbu, mungkin enak ya. Salam.
Nah, siapa bilang bule gak suka jeroan atau bagian kulit? Buktinya jangek babi. Dan, ah ngopi setelah tarawih dengan camilan jangek babi, eh, sapi berbumbu, mungkin enak ya. Salam.
Comments
Post a Comment
Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.