Rapuh dan Rentan

Seberapa kuat sebuah kelompok adalah soal bagaimana mereka mampu bertahan di tengah goncangan. Maka ketika kita bicara soal kelompok yang sebaliknya, yaitu kelompok yang kurang mampu bertahan di tengah goncangan, itulah kelompok yang kata saya... rapuh dan rentan.

Si rapuh dan rentan yang saya maksud kali ini adalah mereka yang berada di atas garis kemiskinan, tapi hampir menyentuh garis kemiskinan. Itulah kelompok rapuh dan rentan. Kelompok yang rentan atau hampir miskin. Jumlah mereka jauh lebih banyak dibanding kelompok yang berada di bawah garis kemiskinan. Sebagaimana namanya, mereka inilah yang sangat rentan saat terjadi goncangan.

Takkala harga BBM naik, harga sembako meningkat, itulah goncangan yang dahsyat bagi mereka  hingga mereka jatuh terperosok ke bawah garis kemiskinan. Itulah sebabnya mengapa penanggulangan kemiskinan juga harus memikirkan kelompok yang rapuh dan rentan ini. Jika penanggulangan kemiskinan hanya berkutat pada kelompok yang berada di bawah garis kemiskinan, maka penurunan angka kemiskinan (baca tingkat kemiskinan) akan sulit dicapai. Seperti menulis di pasir pantai, sia-sia.

Rapuh dan rentan ini, hasil mendengarkan paparan Dr. M. Arief Tasrif, Ketua Advokasi Daerah TNP2K (Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan) tadi siang. Kelompok hampir miskin itu disebutnya kelompok rentan miskin. Saya tambahi, selain rentan mereka juga rapuh. Rapuh dan rentan.

Jangan kau kira kelompok hampir miskin itu orang-orang jauh atau orang-orang yang tak kau kenal. Mereka dekat. Mungkin saudara kita. Mungkin tetangga kita. Mungkin kerabat kita. Mungkin saya atau kelompok PNS lainnya yang gajinya disekolahkan. Yang pergi dinas luar tidak mendapat apa-apa selain menunaikan tugas negara dan sisa uang harian paling seratus dua ratus ribu. Yang jika belanja saat dinas luar, hampir pasti menimbulkan tekor. Yang jika tunjangan penghasilan terlambat datang harus cari pinjaman untuk membayar angsuran KPR dan angsuran kendaraan. Yang jika pengumuman gaji naik %, harga sembako naik melambung di atas 6 %, bahkan naiknya beberapa kali. Yang tetap saja bangga menjadi PNS meski tak bisa kaya dan hampir miskin sepanjang hidup. Mungkin saya berlebihan, tapi kebanyakan seperti itu. He, lebay ya. Tidak bisa kaya itu tak selalu identik dengan hampir mendekati garis kemiskinan walaupun memang hampir miskin jika salah pola hidup. Kalau hidup sederhana, maka PNS itu cukup sejahtera.

Kembali ke soal penanggulangan kemiskinan, memang dibutuhkan kesungguhan dan kerja keras. Termasuk kerja keras aparat. Ketika penanggulangan kemiskinan tidak dilakukan dengan sungguh-sungguh, atau dilakukan dengan kemunkaran, misal karena aparat pelaksananya rentan dan rapuh dari sisi moral (program dilakukan asal-asalan, mungkin dikorupsi juga) maka tentu saja penanggulangan kemiskinan itu tidak akan berhasil sebagaimana yang diharapkan.  Tetaplah banyak kelompok yang berada di bawah garis kemiskinan dan kelompok yang rapuh dan rentan miskin itu juga makin banyak. Salam.

Bersambung. Berikutnya, akan saya tulis tentang strategi penanggulangan kemiskinan ala Dr. M.Arief Tasrif.



Comments

  1. Inilah pilihan hidup mbak. Pilihan itulah kita yang memilih. Apapun hasilnya .
    Selamat malam

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.