Surabaya, Mencari Jejak Leluhur

Siapakah orang yang belum pernah menjejakkan kaki ke tanah leluhur? Mungkin ada. Mungkin banyak. Dan agak menggenaskan, salah satunya adalah saya. Perjalanan sudah banyak dilakukan, hanya perjalanan pulang ke tanah leluhur yang belum pernah saya lakukan. Entah kenapa.

Mungkin karena banyak kesibukan. Pekerjaan yang selalu menyita waktu. Jawaban paling tepatnya.., mungkin karena tak ada lagi keluarga sekandung yang tinggal di kampung halaman. Kakek nenek dan orang tua telah lama hijrah ke Palembang. Saya lahir dan dibesarkan di Palembang. Dusun dimana nenek moyang dan para leluhur itu berasal itu hanya menjejakkan nama di kepala. Hanya, jejak itu tak bisa dihapus. Tidak oleh kesibukan. Tidak oleh buaian perjalanan belahan bumi manapun.

Sebab tak ada manusia yang bisa menghapus jejak kampung halamannya. Seperti sebatang pohon yang tunas dan bijinya menyebar mengikuti angin dan dibawa burung (yang membuatnya beranak-pinak dan menyebar kemana-mana), tempat pertama dia tumbuh adalah tanah dimana akarnya menancap dan menjerat dengan kokoh. Tanah itulah yang kita sebut kampung halaman, tanah leluhur.

Kehilangan akar itu tak membuat nyaman. Meninggalkan rasa tercerabut yang dalam di jiwa. Maka demi mencari jejak dimana leluhur berasal, saya menguatkan diri untuk melakukan perjalanan kesana. Perjalanan mencari akar dimana saya berasal. Desa Surabaya, Kabupaten OKU Timur. Tak ada di peta Pulau Sumatera. Tak ada pula di peta Sumatera Selatan. He, saya yakin ada di peta Kecamatan Madang Suku III, Kabupaten OKU Timur.

Pukul 6 sore saya tiba. Sebab hujan baru saja reda, pelangi menyambut saya di langit desa itu. Buat saya ini sambutan yang lumayan mengharukan setelah terombang-ambing melalui jalan darat yang sangat tidak bagus. Agak mengherankan menemukan jalan yang lebih banyak rusak daripada bagusnya, sementara potensi desa lumayan besar. Kebun karet yang menghampar di sisi kiri dan kanan jalan menuju desa. Sungguh, cukup menakjubkan bagi saya melihat penduduk yang rela lalu-lalang menggunakan mobil mereka yang di mata saya lumayan bagus di jalan yang cukup parah kondisinya.

Sebagaimana kebanyakan desa di Sumatera zaman dahulu, perkampungan dibuat terpisah dari kebun. Kampung (ada 6 kampung) betul-betul hanya berisikan rumah-rumah penduduk dan sarana pemerintahan desa. Perkebunan (karet) terletak di wilayah lain yang memang dikhususkan untuk kebun. Pagi sekali penduduk desa pergi ke kebun, menyadap pohon karet mereka. Setelah selesai, barulah mereka pulang ke rumah.

Sempat terbersit pertanyaan di benak saya, dengan apakah nenek moyang saya merantau ke Palembang zaman dahulu kala? Rupanya dengan perahu. Perahu yang berlayar menyusuri Sungai Komering hingga bermuara ke Sungai Musi dan tiba di Palembang. Ketika jejak perahu itu saya cari di tepi Sungai Komering, saya hanya menemukan beberapa perahu kecil. Bukan perahu besar yang digunakan untuk merantau. Lumayan, setidaknya saya menemukan tepi Sungai Komering dimana nenek moyang saya melepaskan tali perahu untuk merantau.

Perjalanan yang meski melelahkan, membuat saya lega. Ya, saya telah tiba kepada akar saya, jejak leluhur. Masih banyak perjuangan yang diperlukan tanah leluhur saya. Infrastruktur yang tidak memadai. Sarana pendidikan yang terbatas. Tidak ada SMA disana (hanya SMP), untuk melanjutkan SMA generasi muda di kampung halaman saya harus bersekolah ke desa lain yang lumayan jauh. Rupanya desa ini agak terlupakan. Pembangunan yang belum merata. Butuh perjuangan memang. Salam. 


Comments

  1. Bagus tulisan tentang desa Surabayanya.
    Mbak Elly.
    Ketika anda berdiri beberapa jarak dari depan masjid Nurul Wathon itu(foto), dan menoleh ke kiri, maka anda sedang melihat ke rumah saya(kami).
    Salam kenal, nama saya Syamsurrijal Ramdja, desa Surabaya Dusun 3.
    Selamat menunaikan ibadah puasa. Salam.

    ReplyDelete
  2. Terimakasih. Salam kenal juga. Cak ubakku, mun kita sangatiuh hortina kita wat hubungan keluarga. Selamat menuaikan ibadah puasa. Salam

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.