Andrea Hirata dan Si Bunga Teh

Dua hari yang lalu saya bertugas ke Pagaralam. Kota berpagar gunung nan jauh. Sebab jauh dan bergunung-gunung itulah sinyal ponsel timbul tenggelam. Meski begitu, saat sinyal ada saya sempat melirik ponsel saya. He, twitter yang cuma 140 karakter itu cukup efektif membawakan saya berita terhangat tentang apa saja. Pun, tentang Andrea Hirata.

Oh, rupanya buku Laskar pelangi Andrea hirata itu diberi  label "International Best Seller". Oh, rupanya Andrea Hirata baru saja dikontrak pihak FSG,

FSG adalah sebuah penerbit yang dianggap sebagai penerbit terakhir yang hanya menerbitkan karya sastra dan terkenal karena daftar para penulis yang diterbitkan melaluinya, mulai dari karya fiksi sastra, narasi non-fiksi, puisi, hingga sastra anak. Nama-nama pemenang Nobel Sastra seperti Hermann Hesse, T. S. Eliot, Yasunari Kawabata, Aleksandr Solzhenitsyn, Pablo Neruda, Camilo José Cela, Nadine Gordimer, Mario Vargas Llosa. Begitu juga pemenang Nobel Perdamaian, tetapi yang pasti adalah para penulis pemenang anugerah sastra bergengsi Amerika Serikat Pulitzer. Nama-nama mulai Oscar Hijuelos, Michael Cunningham, Jeffrey Eugenides, hingga Marilynne Robinson ada di antara nama-nama penulis lain. Ini berarti Andrea Hirata adalah penulis pertama dari Indonesia yang bekerjasama dengan FSG. Hal yang kemudian disoal Damar Juniarto DISINI.

Damar juga agak keberatan soal pernyataan Hirata yang berkata, Indonesia harus berbangga, setelah hampir seratus tahun berkat buku saya, baru hari ini ada sastrawan Indonesia yang mendapat pengakuan dunia. 

Saya tak punya kapasitas untuk menilai siapa yang benar dan salah. Meski langit Indonesai mungkin telah berteriak bahwa karya beliau layak dibaca, entah kenapa saya belum sempat membaca satupun karya beliau. Sebab saya malas membaca, mungkin itu jawabannya. Sebab itulah saya tak punya kepasitas untuk menilai. Memangnya siapa saya. Hanya, karena karya beliau laris manis dan populer, saya kira dia hebatlah.

Seperti itulah. Kemarin lusa berita tentang Andrea Hirata itu bersaing berat dengan sekuntum bunga Teh yang saya temukan di Gunung Gare. He, baru kali itu saya memperhatikan bunga tanaman teh dengan seksama. Senyum hangat si bunga Teh mengalahkan kehangatan berita tentang Andrea Hirata.

Tadi saya sempat membaca tanggapan Andrea Hirata yang dimuat di Tempo, DISINI. Hohohoho, jujur saya lumayan kecewa. Beliau agak meremehkan pengkritiknya. Ya, situasi jamak ketika sesorang yang merasa diirnya besar menerima kritik. Tak jauh-jauh, tangapannya adalah seputar kompetensi si kritikus. Indonesia butuh kritikus yang kompeten, katanya.  

Begitulah. Gambar bunga Tanaman Teh yang saya jepret di Gunung Gare ini seperti menghibur saya. Seolah saya mendengar dia berkata,

"Andrea Hirata itu penulis hebat. Berkat bukuya, potensi pariwisata Belitung makin membahana...."

"Andrea Hirata itu hebat. Hebat sebagai penulis novel populer yang laris manis.."

"Setiap penulis yang aktif, produktif, lalu masuk ke kancah industri penerbitan buku, gemar promosi, pemasaran bagus, pasti sukses..."

"Tetap saja, buatmu dia bukan sastrawan kan..? Tiba-tiba si Bunga Teh menanyakan itu

"Sebab sastrawan menurutmu adalah para penulis idealis yang tak terlalu akrab dengan industri penerbitan buku. Idealisme kepenulisan mereka prosesnya panjang dan memilukan..."

"Begitu kan...?"  tanyanya lagi.

Tentu saja saya tak perlu menjawabnya. Melainkan, hush, hush, desis saya menghalau kata-kata yang  terdengar dari gambar si Bunga Teh ini.  Lupakan Andrea Hirata. 

Diantara Andrea Hirata dan si Bunga teh ini, tetap saja senyum si Bunga Teh ini lebih menggugah rasa saya. Lihatlah, betapa dia menawan.






Comments

  1. Saya baca semua bukunya Andrea Hirata, dan saya setuju kalau beliau adalah penulis yang hebat mba :)

    ReplyDelete
  2. Adrea Hirata memang hebat, saya sudah membaca empat buku pertamanya.

    Tapi kehebatannya itu tak diiringi dengan kerendah hatian, sebagaimana rendah hatinya ibu Muslimah. Kekayaan dan kepopuleran telah menyebabkan dia anti kritik, dan mempertanyakan si pengkritik...

    Andrea, kembalilah kau ke Belitung dan belajarlah lagi sifat rendah hati dari ibu guru Muslimah, kalau au masih ingin dikenang orang sebagai orang yang layak untuk di kenang.

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.