Era "Konsentrat" Yang Gagal dan Mental Melayu

Hari yang mendung. Telah beberapa hari matahari enggan menampakan diri. Mungkin ia malu, entahlah.  Kulupakan ia dengan melakukan aktivitas di pabrik ini sambil mencoba menyingkirkan sesuatu yang hinggap di kepala. Sesuatu yang merota-ronta minta dikeluarkan. Tentang Era "Konsentrat" Yang Gagal dan Mental Melayu. Simak saja kalau kau mau...

Rasanya baru kemarin. Ruang kelas yang riuh. Seorang guru (entah profesor apa) menyajikan kisah Populasi Versus Lingkungan Hidup. Ledakkan penduduk terjadi menurut deret ukur. Sedangkan bahan pangan berkembang menurut deret hitung. Kondisi yang tidak imbang. Seperti itulah. Kita menyebutnya sebagai Teori Malthus (Thomas Robert Malthus).

Maka atas terjadinya ledakan penduduk itu, manusia harus berjuang untuk memenuhi kebutuhan (sandang, pangan, papan, dsb). Perjuangan yang seringkali tidak mengindahkan daya dukung lingkungan hingga kerusakan lingkungan terjadi.

"Coba pikirkan apa yang harus kita lakukan, untuk memenuhi masalah pangan saja...?", tanya sang guru kepada kami muridnya

Kelas hening sejenak hingga terdengar sebuah suara,

"Prof, mungkin ada masanya manusia tidak perlu tergantung pada pangan..."
"Tak perlu makan nasi, roti atau apa, makan konsentrat saja..."
"Kita buat konsentrat. Dengan menelan satu butir konsentrat saja manusia merasa kenyang, kebutuhah gizinya terpenuhi...", rupanya suara si gadis lugu itu

Sang guru tertawa, begitupun anggota kelas yang lain. Kelaspun menjadi riuh. 

"Saya mau prof makan konsentrat saja, asal sensasinya sama seperti sensasi makan nasi denga  lauk-pauknya...." lanjut yang lain
"Saat makan konsentrat, terasa seperti makan sepiring nasi kapau..." timpal sebuah suara
"Ya, saya mau asal tetap ada sensasi makan nasi dengan rasa tempoyak.." timpal yang lain lagi.

Sang guru terdiam sambil menahan senyum. Jawaban beliau, ya...bisa saja. Mungkin suatu hari kita akan tiba pada era "Konsentrat" itu.

Hari ini, percakapan itu tergiang lagi. Hm, kukira mungkin telah tiba. Tiba pada kalangan tertentu saja. Tidak pada sebagian besar masyarakat kita. Sebab sebagian besar masyarakat kita tak bisa merubah pola makannya. Kita bermental Melayu (Asia Tenggara) yang tergantung nasi. Belum lengkap rasanya hari kalau belum makan nasi. Sehari tanpa nasi, bisa pingsan. Ini fakta. Fakta yang harus kita pahami.

Progress berpikir ke depan itu tidak merata. Ada yang sudah bisa lepas dari nasi, sebagian besar yang lain belum. Ada yang telah berkawan dengan aneka asupan gizi dalam bentuk vitamin dan food suplemen, sebagian besar yang lain belum. Jangankan berpikir untuk merubah pola makan, mungkin listrikpun tak ada. Rumah sakit jauh. Sekolah harus ditempuh dengan susah payah. 

Seperti itulah. Dan jangan kita kira kondisi hidup yang mengenaskan hanya ada di pelosok daerah. Kabupaten Lebak yang hanya berjarak sejari (di peta) dari ibukota negara ini telah menghebohkan dunia dengan kisah "Indiana Jones". Anak-anak meniti jembatan runtuh demi mencapai gedung sekolah.  Mengenaskan bukan ? Lalu bagaimana dengan era "Konsentrat" yang saya sebut tadi. He, tentu saja jauh panggang dari api. 

Ya ya ya. Angan tentang "Era Konsentrat" itu hanya angan masa lalu seseorang. Kini, rasanya ia malu dengan  pikiran lugunya itu. Mental melayu yang kita punya bukan pula sesuatu yang jelek. Adalah hak siapa saja untuk mengkonsumsi apa saja makanan pokoknya sepanjang dilakukan dnegan tidak berlebihan. Mereka yang terbiasa makan nasi, ya makan saja nasi. Yang biasa makan jagung atau ubi tidak perlu diarahkan untuk makan nasi. 

Begitulah. Rasanya mengherankan kalau ada pihak yang sibuk merayakan Hari Bumi dengan melakukan Kampaye "One Day No Rice". Tidak ada bukti kebutuhan akan nasi telah membuat kerusakan bumi. Ledakkan penduduk tidak menyebabkan bertambahnya luas sawah/ladang. Dari masa ke masa luas sawang/ladang terus berkurang. Dari tahun ke tahun telah terjadi peningkatan alih fungsi lahan pertanian menjadi fungsi yang lain-lain. Ada yang berubah menjadi lahan pemukiman. Pertambangan. Industri, dan lain sebagainya.

Jadi,  ya... Era "Konsentrat" memang telah gagal. Dan bukan salah Mental melayu yang kita punya. Makan saja nasi dan tingkatkan luas lahan pertanian. Salam.

One Day No Rice, Betapa Brengseknya Acara Itu !

Comments

  1. Aku merenung dalam dan seharusnya kita semua memulai dari sekarang.

    ReplyDelete
  2. Baca dulu ah...apa kabar Bunda Elly?

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.