Nole Me Tangere

Ya Nole Me Tangere. Kata-kata itu tentu saja bukan mantera. Itu kata-kata milik Jose Rizal, sesorang yang pernah dikisahkan guru sejarah saya sebagai pahlawan dari Philiphina. Nole me tangere, kata guru saya artinya adalah "Jangan ganggu saya". Konon kata-kata itu memiliki kekuatan dahsyat saat muncul di zamannya. Ya, ia tak sekedar untaian kata-kata melainkan sebuah pesan moral melawan penjajah ketika itu.

Entah kenapa kata-kata itu muncul di benak saya. Tak ada alasan yang jelas. Hm, ya...ya...ya, mungkin hanya kebosanan saya pada suasana usik-mengusik yang tertangkap tanpa sengaja oleh saya. Di sebuah komunitas, saya menemukan aroma tersebut. Orang mengusik orang lain entah memang ingin mengkritisi atau sekedar ingin tenar. Sebagai contoh, mengusik fiksi di kompasiana sebagai sampah. Mengusik sang pengusik. Mengusik seseorang bernama Agnes Davonar. Dan lain sebagainya. Akhirnya....., jengah saya tiba.

Meskipun, jujur saja, di satu sisi usikkan itu membukakan mata saya. Saya yang selama ini hanya menulis tanpa menoleh ke tulisan orang lain jadi tau beberapa nama. Saya jadi tau siapa itu Agnes Davonar. Ya, sebuah pengusikkan pada dasarnya akan melahirkan sikap kritis. Tapi, di sisi lain, saya merasa tersesat. Tersesat pada lorong pengap. Rasanya jiwa saya jadi kerdil kalau saya menghirup aroma pengusikkan itu. Entahlah.

Tidak sehat buat saya bila saya harus sibuk mengusik orang lain. Tidak sehat buat jiwa saya bila saya sibuk mengkritisi karya orang lain tapi lengah terhadap karya saya sendiri. Lebih baik saya mengkritisi diri saya sendiri. Bukankah tiap orang punya kelemahan dan kekurangan. Jadi, kenapa harus mengusik orang lain.

Sekedar ajakan saja, marilah setiap kita berkarya sebaik-baiknya tanpa harus mengusik orang lain. Mencamkan pada diri bahwa orang lain punya eksistensi diri yang harus kita hormati. Jadi, mari menyadari bahwa setiap orang pada dasarnya tak ingin diganggu. Seperti pesan Jose Rizal, "Nole me tangere". Tentu saja ini cuma pendapat pribadi. Bila ada orang lain yang begitu bersemangat mengusik orang lain, pasti itu haknya. Karenanya dunia ini jadi penuh warna. Salam.

Comments

  1. Mengkritisi, selama niatnya baik,sebagai indikasinya kata-kata sopan dan memberikan solusi jika memang ada perbedaan pandangan, bagi saya sah-sah saja....:D

    ReplyDelete
  2. Setuju Prof. Cuma, kalau terjebak pada sikap sekedar ingin tenar, maka mengkritisi orang yang sudah tenar, jadi kurang sehat ya.

    ReplyDelete
  3. Benar bunda, mari mulai dari sekrang kita hilangkan sifat2 kurang baik itu..

    ReplyDelete
  4. setuju,.....

    mengapa kita tak lebih mengedepankan saling menghargai ya mba ?

    knp harus saling mengusik, saya tidak suka diusik itu sebabnya saya selalu berusaha untuk tidak mengusik orang lain :)

    selamat pagi mba,...pasti sedang ngopi ya ^^

    ReplyDelete
  5. Benar mbak.. itulah yang aku temukan saat awal2 berada di Kompasiana. Aku kaget bukan maen.. dan sempat berpikir apakah aku salah masuk ke suatu komunitas ?
    Aku baca postingannya yang mengatakan fiksi di kompasiana itu sampah. Aku baca juga postingan2 berikutnya yang 'melawan' dan 'menyerang' postingan itu.. bahkan aku baca juga beragam komentar disana.
    Sangat tidak nyaman... itulah mengapa aku kemudian memilih rehat dulu dari kompasiana (yang sebenarnya belum lama aku kenal).

    ReplyDelete
  6. Mungkin perlu sebuah manajemen kritisi ya mbak..
    kritisi yang bijaksana gitu lah.
    ngga menyakitkan dan menyesatkan pikiran orang lain

    ReplyDelete
  7. mea culpa mea culpa (latin red) sama dgn nole me tangere...mea culpa artinya saya mengaku bersalah/berdosa, jika memang saya menyakiti org

    ReplyDelete
  8. berkatalah dgn menggunakan hati, sbb hati mempunyai rasa yg peka trhdp pnderitaan org lain

    ReplyDelete
  9. Terkadang, sikap kritis sebagai salah satu jalan untuk berpromosi diri. Namun jika tak dikelola dengan baik, akan menjadi boomerang.

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.