Simburi Aku, Simboer Tjahaya

Dia tengadah menatap langit tapi matanya terpejam. Sambil terpejam, dia tersenyum. Senyumnya tipis, setipis kabut. Juga ringan, ringan seringan awan. Sambil terpejam (sekaligus tersenyum itu) dia berbisik,......"Simburi aku, Simboer Tjahaya....!"

Ya, Simboer Tjahaya, kitab Hukum Adatnya yang menghilang. Maka berdesahlah dia....simburi aku., Simboer Tjahaya. Kurang lebih bermakna, sirami aku, Simboer Tjahaya. Mengapa begitu......? Entahlah kawan. Barangkali dia merasakan kekeringan hawa di sekitarnya. Kering akan cahaya. Cahaya indah yang menerangi kehidupan.

Pernahkah anda mendengar tentang Simboer Tjahaya...? kalau belum, he, bukan hal yang aneh. Di tempat asalnya, Sumatera selatan, kampung halamannya, kitab Undang-undang adat yang dibuat pada abad ke-16 oleh Ratu Sinuhun (istri Raja Palembang pada saat itu) telah dilupakan. Simboer Tjahaya, nama sistem sekaligus undang-undang yang pernah berlaku efektif dalam masyarakat Sumatera Selatan selama ratusan tahun. Kitab ini merupakan kitab undang-undang hasil perpaduan hukum adat yang berkembang secara lisan di pedalaman Sumatera Selatan dengan ajaran Islam.

Padahal kitab ini ketika masih digunakan telah menunjukkan kebersahajaan sekaligus keberhasilan menjadikan masyarakat hidup teratur dan tertib. Hubungan sosial seperti etika pergaulan, hak dan kewajiban warga adat. pemeliharaan lingkungan hidup, administrasi pemerintahan adat, relasi jender, diatur dalam kitab Adat Simboer Tjahaya ini.


Tokoh kita pelan-pelan mulai membuka matanya. Matanya mengerjab. Di benaknya masih tersimpan banyak renungan tentang Simboer Tjahaya. Dia sangat menyayangkan meredupnya kitab Simboer Tjahaya ini. Menurutnya, inilah kearifan lokal yang telah berhasil dibuat dalam sebuah kitab undang-undang adat. Sebuah karya yang patut diacungi jempol. Perjuangan yang yang sangat besar menurutnya. Tidak kalah besar besar, bahkan menurutnya lebih besar, dibandingkan perjuangan ibu Kartini yang melakukan korespondensi tentang kemajuan kaumnya (perempuan) dengan para sahabat-sahabat Belandanya.

Begitulah tentang Simboer Tjahaya dalam renungan tokoh kita ini. Dia kembali tersenyum sambil membisikkan hal yang sama, "Simburi aku..., Simboer Tjahaya...." Saya tutup tulisan ini sebelum rasa kantuk menyerang saya. Sebelum si Angin Selatan (yang berada di samping ini) mulai menganggu saya. Selamat malam semua.

Comments

  1. met malam,,

    sprt nya cerita dahulu kala, tentang Palembang ya mba'...
    Simboer Tjahaya...tentang hukum adat istiadat yak

    ReplyDelete
  2. wah belum pernah tau nih
    eh
    met tidur aja mba

    ReplyDelete
  3. Ratu sinuhun, kalau saya tidak menulis tentang 3 perempuan, saya tidak mengenalinya lho mbak :) tulisan yang bagus. Harusnya, teh Anie nulis Dewi Sartika nih, Nitha pula, nulis Cut Nyak Dien.

    ReplyDelete
  4. Selamat malam bunda. Ntar aku balik lagi baca sampe tuntas ya soalnya inet lagi lemot nih.

    ReplyDelete
  5. Simboer tjahaya, tentu pedoman yang bijaksana....

    ReplyDelete
  6. thasnks jadi tahu kata SIMBOER TJAHAYA mbak.. :-)

    ReplyDelete
  7. met malam mba,tepatnya dini hari *_*

    trima kasih untuk sharenya mba,..jadi tahu nih....

    ReplyDelete
  8. Seperti kisah epik saja yah, SIMBOER TJAHAYA! jadi tahu sekarang....

    ReplyDelete
  9. seperti pelajaran sejarah,
    orang jaman sekarang biasa ngelupain hal-hal begituan mba

    ReplyDelete
  10. salah satu kearifan lokal yang terlupakan. seperti halnya kearifan lokal di daerah lain, semuanya tergerus budaya impor :P

    ReplyDelete
  11. @all (Hdsence, Slamdunk, anazkia, Ivan, Buwel, A-chen, SeNja, Bahaudin Amyasi, Antaresa, Baho, semua) terimakasih komentarnya. Ya, kita melupakan tokoh besar (Ratu Sinuhun), sekaligus karyanya kitab undang-unbdang "Simboer Tjahaya". Semoga Simboer Tjahaya kembali menerangi. Antaresa, hey, kemana saja sobat.

    ReplyDelete
  12. Wah...sayang sekali, satu lagi warisan dari leluhur..kini terlupakan. Ya...s'moga Simboer Tjahaya kembali menerangi...

    Oh..ya bun ! ada award dari bang Pendi, bila berkenan silahkan diambil..
    Met wiken...

    ReplyDelete
  13. Keberanian untuk menggali kebudayaan atau kearifan lokal,- perlu dibungkus dengan bumbu bumbu sejarah ?
    Alam memang telah menjanjikan simpul simpul kekuatanm yang perlahan bisa disentuh oleh manusia yang mencobanya.

    ReplyDelete
  14. siang mbak....
    Singgah menyapa ditengah ujian....

    ReplyDelete
  15. Saya kira sumer cahaya, ternyata simbur cahaya..

    adat memang lambat laun mulai terkikis oleh jaman ya mbak..

    ReplyDelete
  16. aku belum pernah dengar bu terimakasih ya sudah membagi pengetahuan ini

    ReplyDelete
  17. baru tau nich tentang simboer tjahaya...
    teirma kasih atas informasi dan sharingnya.

    ReplyDelete
  18. wah, sy jd pengen belajar ttg adat saya :( terlambat kah? heu...

    ReplyDelete
  19. @Noor, ok terimakasih sobat
    @Anonymous, ya karena ini fakta di masa lalu (sejarah)dan sekarang pudar, maka sejarah itu sangat perlu digali lagi. Terimakasih
    @Yunna, hhe, smg ujiannya sukses ya Yun
    @Bre, betul mbak
    @Munir Ardi, sama-sama pak
    @Bukan sekedar Blogger Bertuah, sama-sama mBun
    @Minomino, tidak ada kata terlambat min

    ReplyDelete
  20. wahh..wahh...kumplit ya mba.. semua dah diatur oleh kitab itu.. nama Simboer Tjahaya itu ada artinya gak mba?

    hve a nice weeknd mba Elly :)

    ReplyDelete
  21. bukan adat dari simbor cahaya yang hilang mbak, tapi orang orangnya mungkin yang telah melupakannya.

    selamat hari ibu kartini buat wanita indonesia!!

    ReplyDelete
  22. @Ika, met wiken juga
    @Trimatra, betul tri
    @Achen, pagi chen
    @Buwel, kompak terus ya sama Achen, hehe

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.