Budaya Pop, Pengekor, Latah, Atau Ikut-ikutan....?
Pagi menjelang siang yang cukup hangat. Tiba-tiba saja, sebuah bisikkan sang ilalang, seperti biasa, membuat saya tercenung tentang sesuatu. Baiklah saya mulai saja kawan. Ketika Andy Warhol mulai mempopulerkan Seni Komersil, yang sering kita sitir sebagai Budaya Pop, maka kata populer itu dikejar orang dengan banyak cara. Orang bergerak cepat. Orang membuat gerakan pragmatis, bahkan terkesan instan untuk meraih kesuksesan. Di masa depan orang hanya butuh limabelas menit untuk terkenal, begitu ucap Warhol. He, maka tidak heran bila orang melakukan banyak cara praktis supaya cepat dikenal, lalu komersil.
Beberapa minggu lalu, di situs jejaring sosial yang sedang digandrungi (Facebook), saya menemukan sebuah promosi besar-besaran. Promosi novel "Maryam Mah Kapok". Tentu saja yang promosi adalah penulisnya (silahkan dibrowsing namanya). Ya, sebagaimana kita tahu, karena situs ini gratis, mungkin juga karena gaungnya yang begitu dahsyat, maka promosi selalu gencar dilakukan lewat FB. Tidak hanya oleh mereka yang amatiran, juga oleh mereka yang sudah punya nama cukup tenar.
Begitu melihat judul buku yang dipromosikan tersebut, sebuah pikiran lain tiba-tiba saja muncul di benak saya. Maryam mah Kapok...... dan.....Maryamah Karpov. Hehe, barulah saya tersadar mengapa judul buku itu terdengar nyaman di telinga saya. Rupanya sudah ada sebuah novel berjudul "Maryamah Karpov" oleh Andrea Hirata. Jadi.......? Ya, judul yang mirip itulah yang agak membuat saya miris.
Kenapa orang harus membuat sebuah karya yang memiliki kemiripan judul dengan karya orang lain ? Seakan-akan ingin mendompleng kesuksesan karya yang judulnya mirip tersebut. Gejala apakah ini....? He, pertanyaan yang belum ada jawabannya. Krisis ketidakpercayaan diri. Budaya pop mengambil jalan pintas. Trick supaya cepat laris. Atau ini bagian dari budaya latah, ikut-ikutan. Budaya pengekor. Entahlah kawan.
Begitulah. Ini terjadi hampir di seluruh bidang. Tentu saja semuanya sah-sah saja. Hanya, saya pribadi (meski cuma penulis blog amatiran), sejauh ini masih memiliki harga diri yang tinggi untuk tidak melakukan pendomplengan ketenaran terhadap karya orang lain. Sebab saya percaya, kreativitas kita akan menjadi berkurang begitu kita melakukan hal-hal seperti ini. Bukankah kita memiliki sense kita sendiri yang khas. Bukankah kita memiliki harga terhadap sense kita sendiri tanpa harus mengusik/mengutak-atik sense milik orang lain. Bagaimana menurut anda teman ? Bila berkenan, mari kita renungkan bersama.
Beberapa minggu lalu, di situs jejaring sosial yang sedang digandrungi (Facebook), saya menemukan sebuah promosi besar-besaran. Promosi novel "Maryam Mah Kapok". Tentu saja yang promosi adalah penulisnya (silahkan dibrowsing namanya). Ya, sebagaimana kita tahu, karena situs ini gratis, mungkin juga karena gaungnya yang begitu dahsyat, maka promosi selalu gencar dilakukan lewat FB. Tidak hanya oleh mereka yang amatiran, juga oleh mereka yang sudah punya nama cukup tenar.
Begitu melihat judul buku yang dipromosikan tersebut, sebuah pikiran lain tiba-tiba saja muncul di benak saya. Maryam mah Kapok...... dan.....Maryamah Karpov. Hehe, barulah saya tersadar mengapa judul buku itu terdengar nyaman di telinga saya. Rupanya sudah ada sebuah novel berjudul "Maryamah Karpov" oleh Andrea Hirata. Jadi.......? Ya, judul yang mirip itulah yang agak membuat saya miris.
Kenapa orang harus membuat sebuah karya yang memiliki kemiripan judul dengan karya orang lain ? Seakan-akan ingin mendompleng kesuksesan karya yang judulnya mirip tersebut. Gejala apakah ini....? He, pertanyaan yang belum ada jawabannya. Krisis ketidakpercayaan diri. Budaya pop mengambil jalan pintas. Trick supaya cepat laris. Atau ini bagian dari budaya latah, ikut-ikutan. Budaya pengekor. Entahlah kawan.
Begitulah. Ini terjadi hampir di seluruh bidang. Tentu saja semuanya sah-sah saja. Hanya, saya pribadi (meski cuma penulis blog amatiran), sejauh ini masih memiliki harga diri yang tinggi untuk tidak melakukan pendomplengan ketenaran terhadap karya orang lain. Sebab saya percaya, kreativitas kita akan menjadi berkurang begitu kita melakukan hal-hal seperti ini. Bukankah kita memiliki sense kita sendiri yang khas. Bukankah kita memiliki harga terhadap sense kita sendiri tanpa harus mengusik/mengutak-atik sense milik orang lain. Bagaimana menurut anda teman ? Bila berkenan, mari kita renungkan bersama.
klo diIndonesia semua itu sudah membudaya,apapun yg nantinya membuat nama atau sesuatu itu melambung pasti mereka jalani . tak sedikit budaya itu mengalir,dan sepertinya memang sudah membudaya dinegara tercinta ini.
ReplyDeletebarangkali ada yg bilang , orang2 kita itu ada yg kreati dan ada pula yang asal2an.yg penting jalan dulu sesuai tuntutan dan ketenaran. toh semua sah - sah saja.
mungkin ada sedikit perasaan dongkol dalam hati,jika saja apa yg udah kita lakukan dengan kerja keras ditiru orang lain.apalagi jika itu berkaitan dengan karya,... sungguh sulit
ReplyDelete@Ahmad, ya mungkin sudah mengakar. Sebagian dari kita mungkin sudah tidak bangga lagi, tidak PD lagi dengan kemurnian sense dirinya sendiri.
ReplyDeleteiya mbak...
ReplyDeletetapi aku juga kagum sih sama penulis si kapok itu, cuma ya kenapa judulnya harus hampir sama ya...mungkin itu bukunya edisi lucu2an kali ya...hehehe
@Alrezamittariq, yep. Kasus di atas cuma satu dari sekian banyak contoh. Saya juga mikir seperti itu. Tapi, tetap miris, kok harus membuat edisi lucu-lucuan dari karya orang lain.
ReplyDeleteMutiara akan tetap mutiara walau ditempatkan dalam lumpur sekalipun, begitu juga sebaliknya.. Ada kecenderungan menggunakan judul yang mirip karya sold out, untuk teknik marketing ya saya cukup menghargai usaha itu namun alam yang akan bekerja.. menjustifikasi bahwa ini benar dan itu salah tentu akan menghabiskan energi.. waktu tak pernah ingkar untuk membuat public mengerti dengan sendirinya mana yang termasuk karya adiluhung , semoga kita tidak terperosok..
ReplyDeletedemikian berwarna hidup ya, mbak, sehingga seringkali kita tak mengerti apa maunya orang lain.
ReplyDeletekebutuhan akan duit buat org pakai segala cara mbak :) aji mumpung hehehe
ReplyDeleteemang sekarang byk yg bikin plesetan tuh, mbak. termasuk nulis novel yg judulnya diplesetin.
ReplyDeletehmmm...itu cuma sebagai plesetan kok bunda..^___^..memang tiada lain mungkin sebagai penarik pembaca..dan saya kira selama tidak memplagiat dari isi cerita yang selama ini banyak tersebar luas baik cover maupun isi..saya sendiri maaf..masih menganggap dlm taraf wajar..
ReplyDelete^__^
ya mbak Eli, saya juga menemukan plesetan twilite jadi tuilete, dan new moon menjadi new emon...eyalah, ...saya jadi bertanya2 apa ya yang ada dalam benak mereka yang latah itu...?
ReplyDelete@Moch.Satria Welang, terimakasih komentarnya. Ya,saya setuju itu hanya bagian dari teknik marketing. Saya Masih tetap miris, kok penulis tenar tidak cukup PD dengan nama besarnya sendiri sampai harus bermain-main dengan judul yang diplesetkan seperti itu
ReplyDelete@Annie, betul mbak
@Aulawi Ahmad, hehe, jurus pragmatis ya
@Sang Cerpenis, betul mbak Fanny
@Aisyah Muna, ya di atas juga saya bilang bahwa ini hal yang sah-sah saja. Cuma kalau menetapkan batas kewajaran, ya tergantung sudut pandang dan sistem nilai kita masing-masing.
@Sekar Lawu, eh mbak Ayik, kita selisih di jalan tadi. Ya plesetan, mungkin banyak yang menggemari plesetan ya mbak.
ReplyDeletebukan cuma sebatas plesetan, ada yang benar-benar plagiat. semalam aku nonton ftv di trans tv yang judulnya kampung jagoan yang ceritanya mirip banget ma kungfu hustle.
ReplyDeletetidak cuman di dunia penulis, tapi di musik, di televisi malah lebih ketara lagi. tiap ada acara yang laris, maka di stasiun lain akan buru2 membuat acara "yang mirip". Lihat juga perfileman indonesia juga begitu kan??
ReplyDeleterepotlah kalo begitu,,,
menjiplak, meniru ( dengan paksa ) atau menumpang popularitas dari yang sudah ada, sudah nilai minus buat saya
ReplyDeletewedew...
ReplyDeletesusah jadinya kalo pola pikir demikian dah lekat..
@Lumbung Hati, iya mba, banyak terjadi memang
ReplyDelete@Nirmana, yep begitulah sobat budaya latah, pengekor memang banyak terjadi.
@Abi Sabila, setuju sobat
@Seiri, iya sudah membudaya ya. Selamat malam sobat.
wah ibu..itu hebatnya negara kita lah..plagiat sejati..*cuih
ReplyDeleteibu buku2 yang kek gitu (judulnya mirip ama yang novel udah top) itu buanyaaakk..dan dideretin dengan megahnya itu di toko buku..pas lewat rak buku itu..ughh menyebalkan bin menjijikkan liatnya..apa udah keabisan ide??heloowww...kalo udah keabisan ide mah mending ga usah wat buku dah..malumaluin aja
itu baru buku belum lagi tuh ftv yang banyak menjiplak pilem holiwud *amppooooonnn
and then masih lagi ttg film..tuh gambar2 film layar lebar bu rata2 jiplak film luar negeri...o my goooddd...pas liat kemaren ada email fwd dri temen di bb na dia..hoekz bner2 menjijikkan dah T_T
dimana kreativitas kita???jangan hanya menjadi plagiat dunk..
*kok jadi ngomel hihih
udah gitu aja dulu bu
nitee
mwah
tujuannya cari duit... bukan berkarya.
ReplyDeleteSupaya oplahnya tinggi sengaja dibikin mirip karya Andrea Hirata. Demi oplah dan cetak ulang. Ironis...
Mungkin kalo karya, misalnya maryam mah kapok itu lebih bagus dan bermanfaat dari aselinya dan beda banget dari aselinya beserta si penulis tak tahu kalo sudah ada judul yang mirip dengan itu iyyyaaa Ok Ok saja... hehehhe
ReplyDelete@Buwel:Mungkin si penulis harus riset dulu tentang judul buku2 yang terdahulu, karena sudah ada para pendahulu ya wel.... :-D
ReplyDelete@Ranny, gpp kok ngomel ran, paling tidak artinya Ranny masih punya sikap. Begitulah yang terjadi ya Ran
ReplyDelete@Brencia, iya jeng kelihatannya demi uang orang jadi merasa nyaman saja membuat buku dengan judul plesetan karya orang lain
@Buwel, sah-sah saja wel, cuma tidak memiliki keorisinilan ide dalam membuat judul.
@A-chen, hehe, mungkin justru karena sudah riset dulu. Maryamah Karpov itu booming (sampai dibuat edisi lanjutannya lho, meski saya belum baca),lalu orang membuat buku dengan judul plesetannya.
serius mau kopinya mbak? kirim alamatnya ke panea@amredcross.org ya mbak. ntar nita kirimin, mau yang kasar atau yang udah haluuuss banget. beneran enak lo mbak.
ReplyDeletesaya sendiri kurang tertarik dgn buku2 yg melesetin judul2 buku terkenal
ReplyDeletebenar bu alangkah indahnya jika bisa sukses dengan ide sendiri, orisinil tanpa mendompleng popularitas orang
ReplyDeleteyay...yg instan biasanya tidak tahan lama..
ReplyDelete@Nietha, kopi wah siip deh nanti saya kirim alamat saya
ReplyDelete@Pipit, sama pit
@Minomino, yep, yang instan kurang berkesan
sejelek2nya karya kita..kita harus tetap bangga kok..bangga dengan orisinalitasnya...hehe.. salam kenal mba, mo nitip link boleh gak mba, ijin follow ya mba..(^_^)
ReplyDeletekadang aku menemukan inspirasi tulisan dari tulisannya orang, apa itu termasuk menjiplak mbak?
ReplyDelete@Rika, ya begitulah sobat
ReplyDelete@j4j, ya inspirasi bisa kita peroleh dari mana saja. Cuma, menurut saya lho, saat mengolah tulisan kita harus berusaha menulisnya dengan cara kita sendiri. Baik pemilihan judul, dll. Jadi tidak mengusik milik orang lain.
mampir nich...
ReplyDeletemenarik sekali blog anda dan saya menyukainya..
salam....
kulo nuwon...
ReplyDelete