Entah kapan dan dimana saya pernah membaca beberapa penggal kalimat tentang Narcissus sang tanaman pengagum dirinya sendiri yang tumbuh di tepi kolam sehingga lahirlah istilah Narsis. Apakah di salah satu roman zaman dahulu yang saya baca saat masa SMA ...? Apakah di salah satu sajak Sapardi Djoko Damono...? Masih belum ada jawabannya. Betul-betul ketidakjelasan yang menimbulkan penasaran.
Maka tanpa saya tau sebabnya, pada suatu pagi yang masih agak gelap, berdirilah saya di tepi kolam yang entah dimana. Sepi saja suasana disana. Dingin berkabut lembut yang perlahan-lahan mulai hangat oleh sinar matahari. Ketika matahari mulai menerangi dengan terang benderang, pemandangan kolam dan sekitarnya mulai jelas terlihat. Kolam yang tidak begitu luas. Agak sedikit lebih besar dibanding empang ikan di Balai Diklat tempat saya bekerja awal dulu. Kolam yang bentuknya agak menyempit di ujung kanan, menyerupai estuarium sebuah delta.
Di atas permukaan kolam ada beberapa tanaman teratai mengambang dengan bunganya yang putih. Agak jauh dari kolam tumbuh beberapa rumpun ilalang dengan bunga bak harum manis langsing yang juga berwarna putih. Di tepi kolam terlihat beberapa perdu kecil dengan bunga bulat seperti lonceng berwarna kuning. Inikah sang Narcissus...? Tentu saja sang perdu tidak menjawab. Dia tampak malu-malu, sibuk dengan dirinya sendiri. Saat saya tatap air kolam di bawah sang perdu tumbuh, tampaklah sang perdu dengan senyumnya percaya dirinya yang anggun. Ternyata sang perdu sedang menatap dirinya sendiri dengan bangga di air kolam. Sayapun tersentak. Meski ia mungkin bukan perdu Narcissus yang dimaksudkan tulisan yang pernah saya baca, ialah Sang Narsis. Ya salah satu perdu narsis yang hidup di tepi kolam.
Betapa sebuah kelegaan memang harus dihargai. Maka sayapun menghargai kelegaan yang dimiliki sang perdu terhadap dirinya sendiri. Bukankah ini salah satu perwujudan rasa syukur terhadap apa yang ada dalam diri. Cuma, kalau sering-sering seperti sang perdu yang tidak mau jauh dari kolam tempatnya berkaca, maka menjadi narsis yang berlebihan. Begitukah ? Entahlah.
Sepenuhnya senyap saja. Angin di sekitar kolam mulai membelai-belai kulit saya dengan berani. Selain itu, saya takut sesuatu dalam diri saya tak bisa saya kendalikan. Segera saya jauhi kolam itu, he, takut menjadi narsis. Sungguh sebagian kita (saya, anda) telah menjadi narsis tanpa kita sadari. Begitukah ? tanya si angin Selatan. Sekali lagi, entahlah.
Gambar diambil dari sini
Maka tanpa saya tau sebabnya, pada suatu pagi yang masih agak gelap, berdirilah saya di tepi kolam yang entah dimana. Sepi saja suasana disana. Dingin berkabut lembut yang perlahan-lahan mulai hangat oleh sinar matahari. Ketika matahari mulai menerangi dengan terang benderang, pemandangan kolam dan sekitarnya mulai jelas terlihat. Kolam yang tidak begitu luas. Agak sedikit lebih besar dibanding empang ikan di Balai Diklat tempat saya bekerja awal dulu. Kolam yang bentuknya agak menyempit di ujung kanan, menyerupai estuarium sebuah delta.
Di atas permukaan kolam ada beberapa tanaman teratai mengambang dengan bunganya yang putih. Agak jauh dari kolam tumbuh beberapa rumpun ilalang dengan bunga bak harum manis langsing yang juga berwarna putih. Di tepi kolam terlihat beberapa perdu kecil dengan bunga bulat seperti lonceng berwarna kuning. Inikah sang Narcissus...? Tentu saja sang perdu tidak menjawab. Dia tampak malu-malu, sibuk dengan dirinya sendiri. Saat saya tatap air kolam di bawah sang perdu tumbuh, tampaklah sang perdu dengan senyumnya percaya dirinya yang anggun. Ternyata sang perdu sedang menatap dirinya sendiri dengan bangga di air kolam. Sayapun tersentak. Meski ia mungkin bukan perdu Narcissus yang dimaksudkan tulisan yang pernah saya baca, ialah Sang Narsis. Ya salah satu perdu narsis yang hidup di tepi kolam.
Betapa sebuah kelegaan memang harus dihargai. Maka sayapun menghargai kelegaan yang dimiliki sang perdu terhadap dirinya sendiri. Bukankah ini salah satu perwujudan rasa syukur terhadap apa yang ada dalam diri. Cuma, kalau sering-sering seperti sang perdu yang tidak mau jauh dari kolam tempatnya berkaca, maka menjadi narsis yang berlebihan. Begitukah ? Entahlah.
Sepenuhnya senyap saja. Angin di sekitar kolam mulai membelai-belai kulit saya dengan berani. Selain itu, saya takut sesuatu dalam diri saya tak bisa saya kendalikan. Segera saya jauhi kolam itu, he, takut menjadi narsis. Sungguh sebagian kita (saya, anda) telah menjadi narsis tanpa kita sadari. Begitukah ? tanya si angin Selatan. Sekali lagi, entahlah.
Gambar diambil dari sini
mampir di malam tahun baru...
ReplyDeleteihhiiyy...cantiknya si narsis ini ya mbak :)
ReplyDeletebenar mbak, kelegaan selalu membawa kita kepada rasa syukur terhadap Sang Pencipta, nice post!
ohya, ada award bt mbak...jika berkenan, mohon diambil yach
pertamaxxx,....
ReplyDeletePuas dengan apa yang ada dalam diri kita adalah perwujudan rasa syukur kepada-Nya.
ReplyDeletesementara di kampung nih mbak...
narsis boleh aja asal jgn keterlaluan.
ReplyDeleteselamat malam mba,...
ReplyDeleteselamat tahun baru islam ya,hari ini ada perayaan tahun baru islam di sekolah sean. Semarak...
Narsis,...hehe,betul mba terkadang sadar atau tidak kita seperti bunga itu alias narsis.
semoga tidak berlebihan.
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteternyata gak pertamaxxx hikss....
ReplyDeleteselalu apa adanya itulah yang terbaik
ReplyDeleteseLamat aRy raYa taHun baRu 1431H..,
ReplyDeletemungkin itulah awal mula kata narsis di jadikan istilah untuk orang yang kepedean ya bu?hehe aq tau kok maksudnya apa n mengarah ke siapa....cuma biarlah cukup saya yang tau.....krn pendapat orang kan ga sama (hehe pasti ada hubunganya ma "......" deh)
ReplyDeleteNarsis itu absurd dan hanya bisa dibedakan secara aabsurd pula sebab harus mengacu pada niatnya, motivasinya apa ketika "pamer" ke sekitar? Hehe, maaf lho bunda kebanyakan posting komen nih. Ntar narsis ah, kaburrrr...
ReplyDeletesekali - kali narsis boleh juga mbak.. heheheh..
ReplyDeleteMet malam Mbak Elly...
Selamat Tahun Baru Islam 1431 Hijriah, bunda. Islam akan tetap jaya. Amiin.
ReplyDeleteSelamat tahun baru islam :)
ReplyDeleteMbak, saya narsis gak yah...?? (lho, ko malah nanya) :D
@all ( Stiawan, Zahra, SeNja, Munir, FaiZ, Aditya, Ivan. Yudie, Penulis Pinggiran yang Ivan juga, Anazkia, semuanya) terimakasih komentarnya. Ya mensyukuri apa yang ada itu perlu sehingga kita percaya diri melangkah. Narsis yang berlebihan, sibuk memandang/mengagumi diri sendiri, mungkin itu yang tidak perlu (membahayakan diri sendiri), katanya. Selamat Tahun Baru 1 Muharram 1431 H bagi yang merayakan. Semoga hari esok yang sukses dan barokah menjadi milik kita semua.
ReplyDeleteBetapa sebuah kelegaan memang harus dihargai..
ReplyDeletesuka banget kata2 ini mba......
oya selamat tahun baru ya mba...
bagus gambar bungan Narcissusnya, saya malah baru tau itu nama latinnya, mungkin karena habitatnya di tempat semi basah yang bikin dia tampil elegan dibandingkan yang lain. dan mungkin itu menjadi justifikasi yg membuat dia jadi sedikit narsis ? hehehe
ReplyDeletetapi kan mang dah takdirnya begitu...
ReplyDeletebegitu juga si sombong (Eldelwis) yang tak pernah mau merendah, selalu ingin dipuncak gunung.
bunganya keren.. saya mah narsisnya sebatas ajang poto2... hihihi...
ReplyDeleteselamat tahun baru..
ReplyDeletesalam kenal
postingannya berhasil nyentuh sisi melankolisku
(^^)
selamat tahun baru mbak,,,saat yang tepat untuk narsis. ^narsis yang tak berlebihan tentunya^
ReplyDelete@ninneta, terimakasih nin
ReplyDelete@Rosi, betul sist
@Bang Ais, hehe
@Ega, iya saya juga ga
@Seiri hanako, salam kenal juga
@Trimatra, selamat tahun baru juga, ya asal jangan berlebihan ya Tri.
Cantik banget dengan perdunya mbak
ReplyDeletekadang kita gak sadar ya, kalo perdu itu memang cantik dan membiarkannya tumbuh liar
narsis tu apa kak elly
ReplyDeletehttp://paksuu.com
@Itik Bali, ya betul tik
ReplyDelete@Zumairi (paksu), narsis itu bangga dan suka pamer tentang diri sendiri. Kira-kira seperti itu sobat.