Seseorang yang Menggugat Rasa
Ia seperti air laut yang menepi dan surut,
ketika sesuatu di dada menciut ke titik nol.
Ia seperti air laut menerjang dan pasang,
ketika sesuatu di dada membuncah tak bertepi
ketika sesuatu di dada menciut ke titik nol.
Ia seperti air laut menerjang dan pasang,
ketika sesuatu di dada membuncah tak bertepi
Bila ia adalah busa, maka ia adalah secuil busa di tengah samudera luas. Begitulah kira-kira keberadaanya di alam semesta ini. Ia seseorang, seorang manusia, yang menapaki bola raksasa bernama "Bumi" ini. Dan seseorang ini, tanpa bisa dicegah oleh waktu, menggugat rasa.
Rasa apakah yang ia gugat....? Pertanyaan ini seketika muncul. Dan jawabannya adalah.....rasa yang tak menggenapkan. Rasa yang dirasa-rasa. Rasa yang ketika muncul membuat sesuatu mengelegak di dada. Rasa yang membuat pandangan menjadi gelap, dan menyesakkan. Rasa itulah yang harus digugat. Gugatlah dengan nurani yang ada. Bukankah perjalanan hidup sepanjang jalannya telah mengajari kita.
Maka perlukah lagi kita menggugat bahagia dan tidak bahagia. Perlukah kita menggugat kepedihan kita. Perlukah kita menggugat ketidakpuasan kita. Masing-masing kita akan menjawabnya dengan keinginan kita sendiri. Seseorang pernah berkata atas rasa tidak bahagia kita, kepedihan dan kesedihan kita, perihnya akan menghujam seperih yang kita izinkan. Maka tentu saja ia akan mendera kita sepanjang kita mengizinkannya.
Mari gugat hati nurani kita. Sepanjang perjalanan dunia yang semakin tua, perasaan sering menipu kita. Sedang hati nurani, ia tak pernah membohongi kita. Kita adalah apa yang kita pikirkan. Selamat melangkahkan kaki menapaki bola raksasa bernama "Bumi" ini dengan rasa yang kita inginkan.
Rasa apakah yang ia gugat....? Pertanyaan ini seketika muncul. Dan jawabannya adalah.....rasa yang tak menggenapkan. Rasa yang dirasa-rasa. Rasa yang ketika muncul membuat sesuatu mengelegak di dada. Rasa yang membuat pandangan menjadi gelap, dan menyesakkan. Rasa itulah yang harus digugat. Gugatlah dengan nurani yang ada. Bukankah perjalanan hidup sepanjang jalannya telah mengajari kita.
Maka perlukah lagi kita menggugat bahagia dan tidak bahagia. Perlukah kita menggugat kepedihan kita. Perlukah kita menggugat ketidakpuasan kita. Masing-masing kita akan menjawabnya dengan keinginan kita sendiri. Seseorang pernah berkata atas rasa tidak bahagia kita, kepedihan dan kesedihan kita, perihnya akan menghujam seperih yang kita izinkan. Maka tentu saja ia akan mendera kita sepanjang kita mengizinkannya.
Mari gugat hati nurani kita. Sepanjang perjalanan dunia yang semakin tua, perasaan sering menipu kita. Sedang hati nurani, ia tak pernah membohongi kita. Kita adalah apa yang kita pikirkan. Selamat melangkahkan kaki menapaki bola raksasa bernama "Bumi" ini dengan rasa yang kita inginkan.
saya rasanya makin susah nemuin air laut pasang itu mbak??
ReplyDeleteterkadang nurani tertutupi ego mba,manusia hanya bisa berkeluh...itu yg terkadang aku lakukan,berkeluh pada barisan kalimat,pada mama,pada Tuhan,... hufh aku bersyukur tapi terkadang kita tdk tahu bagaimana cara bersyukur y mba.
ReplyDeletebertanya langsung kepada hati nurani sendiri lebih bermanfaat daripada mempertanyakan dan menggugat orang lain
ReplyDeleteintrospeksi gitu lah ya mba?
gambarnya di edit ya...
ReplyDeletemakasih bu...memang bahaa perenungan begitu indah dan membuat hti saya terpana
ReplyDeletekekadang mengikut kata hati juga bahaya..kerana hati boleh menipu kita..ikutlah kat iman...InsyAllah petunjuk akan datang
ReplyDeletehttp://paksuu.com
kaget nih waktu pertama kali lihat gambarnya. ternyata diedit. hehehehee...
ReplyDeleteyup, mari menjalani sisa hidup kita sebaik baik nya, semampu yang kita bisa. sesuai dengan apa yang kita rasa
hmh ... di saat hampir semua orang berkejaran saling menggugat, menggugat nurani sendiri rupanya bisa jadi penyeimbang agar "Bumi" tak kian berat dan timpang.
ReplyDeleteKita kembalikan semua pada kebeningan hati, disertai sahay iman
mbak, rahma yang koment di atas, maksudnya saya. Tadi salah masuk malah pake nama blog anakku. Maaf ...
ReplyDeletesaya setuju tuh bu: Kita adalah apa yang kita pikirkan... :)
ReplyDeletesaya pikir saya bukan siapa-siapa :P
aku ingin ngugat hati dan diriku biar ngga jadi seorang yang "bodoh" lagi, :), dan akan selalu begitu, menggugat untuk yang terbaik :)
ReplyDelete@Yanuar, he pasang surut di dada tetap ada kan
ReplyDelete@SeNja, Ya itulah gunanya kita introspeksi diri
@Attayaya, siip
@Sewa Mobil, iya neh
@Aditya, sama-sama dit
@Zumairi, ya benar adinda
@Elsa, siip mbak
@Rahma-Annie, mantap mbak
@Baho, ya sayapun setuju Baho
@Inuel, menggugat diri, hm...mantap nuel.
Oke mbak.., aku akan melangkahkan kaki sesuai dg hati nurani.. dan akan aku nikmati rasa yang mengikutinya... dan aku tak akan menggugat rasa itu...
ReplyDeleteCukuplah semua yg terjadi kita jalani aja. Toh kebahagiaan itu akan mengikuti kita, tinggal kita mau menangkapnya ato tidak.
ReplyDeletesaya tertarik dengan kata2 mba di bagian "Kita adalah apa yang kita pikirkan"
ReplyDeleteMemang terkadang qt perlu melawan arus air supaya qt tidak terjerembab ke tempat yang salah..
artikel yang bagus mba..
bagus artikelnya
ReplyDelete