Seperti Apa Rasanya Terbebas dari Hawa Nafsu... ?

Jokpin (Joko Pinurbo) mengilhami saya membuat judul tulisan ini (dari puisinya Seperti Apa Terbebas dari Dendam Derita). Sebuah ide yang sudah lama menganga di benak, tapi belum menemukan bentuk untuk dituangkan. Tiba-tiba saja, malam ini ia seperti mendapat jalan untuk dialirkan. Maka mari kita awali dengan sebuah pertanyaan "Seperti Apa Rasanya Terbebas Dari Hawa Nafsu ?"


Begitulah pertanyaan bodoh yang sering muncul ketika saya menemukan sejumput keinginan dari sebagian besar orang yang baik secara ekspilist dan implisit mengemukakan ingin membebaskan diri dari sesuatu yang bernama Hawa Nafsu. Kenapa...?, karena hawa nafsu adalah pangkal kemudharatan. Kira-kira seperti itulah alasannya.
  • Menyatakan diri hina karena masih memiliki hawa nafsu (terdengar ingin dikatakan lebih mulia dari orang kebanyakan karena telah menyadari hinanya sebuah nafsu)...!?
  • Hanya ingin memiliki sense positif (ingin mati rasa dari semua hal negatif, seperti cemburu, mati rasa dari membenci)
  • Pernyataan yang berkutat pada keinginan membuang hawa nafsu.
Setiap kali menemukan pernyataan itu, jengah saya muncul. Entah kenapa. Ada semacam rasa enggan. Bukankah pada saat kita ingin terbebas dari hawa nafsu itupun karena ditunggangi sebuah nafsu (nafsu ingin dipandang sempurna).!? Semoga bukan. Dan rasanya tidak logis saja menentang sesuatu yang sebetulnya adalah fitrah kita manusia. Sudah menjadi fitrah kita manusia sebagai mahluk yang memiliki air dan api. Ya, kita manusia memiliki hawa nafsu. Ingin membuang hawa nafsu, bagi saya terdengar seperti pengingkaran atas rasa kemanusiaan kita. Rasanya tidak manusiawi, bertentangan dengan hati nurani.

Seperti apa rasanya terbebas dari hawa nafsu ? Entahlah. Saya, hehe, jelas belum pernah merasakan karena saya masih manusia biasa. Itu terdengar absurd dan aneh saja. Hawa nafsu tidak akan bisa kita buang. Bila kita ingin membuangnya, kita tidak akan utuh lagi (hiks, kenapa kita tidak sekalian minta dijadikan malaikat saja).

Kita hanya perlu mengendalikan hawa nafsu kita. Kita perlu memperhatikan dan mengendalikan apa yang menjadi kedambaan kita. Kita perlu memperhatikan dan mengendalikan apa yang menjadi ketakutan kita. Itulah jalan kita mengendalikan hawa nafsu kita, katanya. Saya kira ini benar adanya. Tentu saja, ini cuma pendapat seorang anak manusia yang masih dipenuhi nafsu (diantaranya nafsu ingin memaknai sebuah kehidupan secara natural, apa adanya, dan selaras dengan hati nurani). Wallahu a'lam bishawab. Mari kita renungkan bersama bila berkenan.

Comments

  1. Saya merasa tak pernah terbebas dari hawa Nafsu mbak..
    itu menjadi teman setia dalam hidup saya sebagai manusia
    nafsu marah, kecewa nafsu iri, juga nafsu makan..

    ReplyDelete
  2. mungkin malah hambar kali yah mbak.... gak ada gregetnya.... toh nafsu diciptakan buat manusia... berarti Tuhan mempunyai kehendak dibelakangnya...

    ReplyDelete
  3. Setujuuuuu...wah dapet kuliah subuh nih. .....

    ReplyDelete
  4. kalau mencintai seseorang itu termasuk hawa nafsu enggak ya mbak??

    hohoho....susah juga ya ternyata jadi orang yang sempurna itu.

    ReplyDelete
  5. pagi bunda,.. kultum nih.... pastinya sangat bermanfa'at bagi saya pribadi dan teman2 blogger yg lain..
    selamat beraktivitas,

    ReplyDelete
  6. bagus banget mbak postingannya..you are 100% right on this mbak :)
    nafsu diciptakan Allah untuk melekat pada ke"manusia"an kita, tanpa nafsu kita bukan manusia...ya, bukan manusia..thanks mbak

    ReplyDelete
  7. sepakat mba,,,bila kita tak terlalu teliti menilik si isi hati, besar kemungkinan perasaan2 utuk menjadi "suci" terbebas total dari semua hawa nafsu, itu juga merupakan bentuk tarikan nafsu yg terhijab oleh nafsu itu sendiri...
    liatlah kaca bening itu. apakah ia berdebu?di lihat sih tidak!tapi coba kau lekatkan jemarimu ke sana...bukankah masih ada debu yg menempel???
    kita susah menilik diri sendiri, maka di sanalah peran Guru menjadi sangat relevan dan niscaya...

    ReplyDelete
  8. memang sulit jadi orang baik...oh...

    ReplyDelete
  9. sepakat mbak elly. kita itu bukan malaikat!!!

    yang kita bisa hanya mengendalikan hawa napsu...

    ReplyDelete
  10. @Itik Bali, sama tik, karena kita masih manusia
    @Rangga, begitulah juga menurut saya
    @Aditya, he, bukan kuliah tapi keluhan shubuh
    @Trimatra, hoho cinta, itu anugrah. Tidak ada manusia yang sempurna sobat
    @Ahmad F, bukan kultum, keltum
    @Zahra, iya mbak sama juga sedang belajar
    @Insan, siip. Mari kendalikan diri kita
    @Ernut, hehe baik itu relatif mbak. Hal yang penting menurut saya bagaimana kita mengendalikan diri.

    ReplyDelete
  11. @Becce, mantap. Mari membaca diri kita. Selamat beraktivitas ya.

    ReplyDelete
  12. Untuk menghilangkan samasekali hawa nafsu rasanya sulit bun, bukankah nafsu itu bisa disamakan dengan keinginan...barangkali yang terpenting adalah mengendalikannya..

    ReplyDelete
  13. Benner mbak ... kita manusia diciptakan berbeda dengan yang lain, yaitu dengan adanya hawa nafsu. Kita hanya dituntut untuk bisa mengendalikan hawa nafsu itu.

    Akal sebenarnya dicipta untuk mengendalikan hawa nafsu. Jangan sampai nafsu melampaui batas-batas yang ditetapkan oleh Allah Swt.

    ReplyDelete
  14. nafsu... bukankah itu yg membedakan kita dengan makhluk bernama malaikat ?

    ReplyDelete
  15. salah satu keuntungan menjadi manusia...
    memiliki kesempatan untuk mengungkapkan arti dari segala hal yang diberikan Tuhan,hal-hal seperti hawa nafsu misalnya :)

    ReplyDelete
  16. Kalo aku, tidak bisa mengerem hawa napsu utk berbagi kasih mbak. Makanya aku kesini sambil bawa kado buat mbak Elly. Diambil di Curhat Fanda yaa...

    ReplyDelete
  17. justru hawa nafsulah tantangan utama kita apakah kita bisa menalukkannya

    ReplyDelete
  18. Secara kemanusiaan nafsu itu pasti bertengger dihati,tergantung kita dapat mengendalikannya.bila hari ini serasa hati lg lapang dari amarah ,serasa kita dapat mengendalikan ,tapi sebaliknya bila kita sedang dilingkup amarah kita merasa hati sedang lemah ,begitu dan begitu rutinitas hati dari hari ke hari ,karena kita memang manusia biasa.

    ReplyDelete
  19. @all (Noor, Stiawan, Rosi, Minomino, Fanda, Munir Ardi, Ateh75, semuanya) terimakasih komentarnya. Begitulah, manusia tetaplah manusia mahluk dhoif yang diberi fitrah hawa nafsu. Penyeimbangnya tentu ada akal sehat dan hati nurani (selain iman). Mbak Fanda, makasih ya, segera dijemput.

    ReplyDelete
  20. terbebas dari hawa nafsu = mati ?
    lebih senang dengan istilah yang diperkenalkan di akbir artikel ini: mengendalikan hawa nafsu

    ReplyDelete
  21. mengendalikan hawa nafsu memang susah, tapi ketika kita udah berhasil mengerjakannya maka semua akan terasa indah...
    dan itulah indahnya sebuah kemenangan

    ReplyDelete
  22. @Kelly, siip.
    @Kang Sugeng, mantap kang.

    ReplyDelete
  23. wah... kl saya g punya nafsu, sy bisa mati kelaparan nih. hehehe
    tp nafsu dominan pada kenikmatan sesaat

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.