Awal Yang Baik Untuk Fenomena dan Persepsi
Fenomena dan persepsi, dua hal yang sering berkaitan. Apa yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan, itulah fenomena. Sedangkan cara kita memandang sebuah fenomena, dipengaruhi oleh persepsi kita masing-masing. Betapa selama ini persepsi sering mempengaruhi kita dalam pengambilan sebuah keputusan, menyikapi suatu fenomena. Mungkin telah menuntun kita mengambil keputusan keliru.
Kenapa di republik ini kita lebih banyak berdebat dan ributnya daripada menyelesaikan persoalan bangsa dengan baik dan tangkas...?. Jawabannya, karena kita sibuk melihat sesuatu dengan persepsi kita masing-masing. Sibuk mempertahankannya dengan aneka pertimbangan kita masing-masing (asap dapur kita, gengsi kita, dll). Menyikapi satu fenomena yang sama, bermacam-macam jawaban yang timbul. Itulah alasan kenapa bangsa ini sulit untuk maju.
Begitulah sedikit pengantar seorang Muhammad Tasrif, seorang profesor pengajar di ITB yang ahli Spasial Dinamik. Pemodelan Spasial Dinamik pada rencana pengembangan wilayah, salah satu tugas yang harus diiukuti oleh seorang pegawai kecil seperti saya.
Acara itu tentu saja menarik, dan menyegarkan. Terlebih, he, saya melihat semangat seorang, meski sudah tua, begitu besar. Semangat pada romantisme hidup juga idealisme yang menggugah. Setidaknya itu membuat saya cukup terpana. Ternyata kita masih menyimpan sosok-sosok penuh idealisme seperti Profesor Muhammad Tasrif ini. Di ujung sesi kemarin, beliau menutup pertemuan dengan perlunya melihat fenomena dengan kejernihan. Dan kejernihan hanya bisa kita kita peroleh dengan kejujuran, jujur pada hati nurani kita.
Itulah awal yang baik bagi sebuah fenomena dan persepsi yang saya maksudkan. Yaitu kejernihan yang dilandasi kejujuran. Tentu bukan kalimat saya, kalimat Prof. Tasrif tadi. Saya hanya menyarikannya saja. Mari kita renungkan bersama. Tugas saya masih sampai hari Jum'at. Saya harus menyiapkan diri dulu sobat. Selamat pagi. Selamat beraktivitas.
Kenapa di republik ini kita lebih banyak berdebat dan ributnya daripada menyelesaikan persoalan bangsa dengan baik dan tangkas...?. Jawabannya, karena kita sibuk melihat sesuatu dengan persepsi kita masing-masing. Sibuk mempertahankannya dengan aneka pertimbangan kita masing-masing (asap dapur kita, gengsi kita, dll). Menyikapi satu fenomena yang sama, bermacam-macam jawaban yang timbul. Itulah alasan kenapa bangsa ini sulit untuk maju.
Begitulah sedikit pengantar seorang Muhammad Tasrif, seorang profesor pengajar di ITB yang ahli Spasial Dinamik. Pemodelan Spasial Dinamik pada rencana pengembangan wilayah, salah satu tugas yang harus diiukuti oleh seorang pegawai kecil seperti saya.
Acara itu tentu saja menarik, dan menyegarkan. Terlebih, he, saya melihat semangat seorang, meski sudah tua, begitu besar. Semangat pada romantisme hidup juga idealisme yang menggugah. Setidaknya itu membuat saya cukup terpana. Ternyata kita masih menyimpan sosok-sosok penuh idealisme seperti Profesor Muhammad Tasrif ini. Di ujung sesi kemarin, beliau menutup pertemuan dengan perlunya melihat fenomena dengan kejernihan. Dan kejernihan hanya bisa kita kita peroleh dengan kejujuran, jujur pada hati nurani kita.
Itulah awal yang baik bagi sebuah fenomena dan persepsi yang saya maksudkan. Yaitu kejernihan yang dilandasi kejujuran. Tentu bukan kalimat saya, kalimat Prof. Tasrif tadi. Saya hanya menyarikannya saja. Mari kita renungkan bersama. Tugas saya masih sampai hari Jum'at. Saya harus menyiapkan diri dulu sobat. Selamat pagi. Selamat beraktivitas.
postingan yang pas mbak untuk kondisi sekarang...melihat kasus cicak sama buaya...bingung semua politisi bekomentar hanya mengikuti persepsi mereka...jadinya saya matikan TV saja!!!
ReplyDeletebdw, fenomena butuh landasan sehingga ia tidak dipersepsikan berbeda-beda.
Tapi dari sekian perbedaan persepsi, pada akhirnya menemukan titik temu untuk menjawab persoalan dengan lebih bijak. Tentu kembali pada kejernihan yg dilandasi kejujuran tadi.
ReplyDeleteAgak sulit sich, karena terbentur dengan berbagai kepentingan juga darimana sebuah persepsi itu berangkat.
persepsi begitu individual...
ReplyDeleteSeeep Bu..! Kalau sudah kepentingan yang berbicara, esensi persoalan itu sendiri jadi hilang... Pagi2 baca postingan ini, bikin seger Bu..
ReplyDeleteSuatu fenomena persoalan akan menjadi besar bila pihak2 yang terkait merasa bahwa persepsi mereka adalah yang paling benar...
ReplyDeleteSibuk mempertahankan gengsi kita ya? Hm, itu namanya egois.
ReplyDeleteTapi kalau sibuk mempertahankan asap dapur kita, itu logis.
Tapi yang tidak patut itu, kalau kita cuma memikirkan dapur kita sendiri yang berasap, tapi sebagai akibatnya, ulah kita itu bikin dapur orang lain jadi nggak bisa berasap..
yup, lebih baik kita lihat saja ya. tidak usah byk ribut2. nice post, mbak.
ReplyDeleteSelama ini cara pandangnya adalah berdasarkan kepentingan, jadi bukan kejujuran. Yang diungkapkan di media juga bukan keujuran tapi kepentingan
ReplyDeleteMasing=masing punya persepsi dan merasa paling benar. Tapi lepas dari itu semua ... marilah kita benahi saja diri sendiri dengan nurani yang tulus dn kejujuran hati.
ReplyDeleteLama tidak berkunjung rindu padamu Sis.
Salam
kejujuran dan hati nurani memang hal yang paling utama mbak dan saa tahu mbak memiliki itu
ReplyDeleteMemang mbak, kecenderungan manusia adalah memikirkan diri sendiri dulu baru sesuatu yg ada di sekitarnya. tak heran banyak kesalahpahaman dan gesekan terjadi hanya karena perbedaan pandangan.
ReplyDeletePerbedaan pandangan itu biasa ,karena perbedaan karakter... dan persepsi masing2pun pasti berbeda pula.Akhirnya kesalah pahaman terus terjadi...
ReplyDeletefenomena kah yg mempengaruhi persepsi? ato persepsi kita yg mempengaruhi fenomena?
ReplyDelete*halah*
Fenomena ya ku alami skrang teh adalah kekurangan tahuan diriku trhadap bisni online bersediakah teteh membimbing saya...?
ReplyDeleteselamat malam mbak, setelah lelah seharian mengikuti "gogo-goro" dipagelaran wayang ruang sidang MK....tak lupa menyempatkan diri sebelum ke singgasana peristirahatan ;))
ReplyDeleteiyah...adakalanya persepsi, logika ataulah apapun istilahnya menutupi rasa batin kita yang selalu menyimpan kebenaran nurani.
ibuuuuuu kemana aja neh dua hari ini huhuh tak jumpa di chat >.<
ReplyDeleteya gitu lah kita maunya saling debat..menang sendiri..ga maw menyamakan persepsi mencari win win solution..
saya cuma menonton mba
ReplyDeletekemudian berpikir, layakkah tontonan itu buat anak2?
lalu saya juga mikir, bagaimana kalo cicak vs buaya itu dikartunkan saja..
lumayan bisa menandingi kepopuleran Ipin dan Upin
@all, terimakasih komentarnya. Begitulah bagaimana fenomena dan persepsi kadang menyibukkan kita, membuat kita terlena. Mari memandang fenomena dengan kejernihan dilandasi kejujuran semaksimal yang kita bisa. Ranny, agak sibuk sampai jum'at. Nanti saya buzz pas jam ishoma.
ReplyDeleteSelamat pagi dan selamat beraktifitas juga mbak...
ReplyDeletemenyikapi sebuah Fenomena adalah kejernihan yang dilandasi dengan kejujuran,... namun kejujuran inilah yang sangat sulit didapatkan sekarang ini.
Nice posting mbak....
Mantap bener ulasan sang prof ya.
ReplyDeleteGreat contemplation mbak :) perenunganmu membawaku pada sebuah persepsi bahwa mbak akan jadi sosok seperti Prof. Muhamad Tasrif...let's do something...sukses selalu :)
ReplyDeleteassalamualaikum...
ReplyDeletespacial dinamik itu apa mbak?
bagus banget ni pembahasannya.
sy stuju dgn kejujuran dan kejernihan dalam menanggapi sebuah fenomena
salam
sebenarnya persepsi semua orang tu menuju hal yg lebih baik, masalahnya mungkin keegoisan diri masing2 jadi mereka mrasa persepsinya plg benar, duh jd bingung aq :D
ReplyDeletehe..he..he...
ReplyDeleteMemang itulah Indonesia.
Negara Warung Kopi.
Senengnya Debat gak jelas arahnya.
Yang penting kenceng dan keras.
NARSIS kali ya ?
mencari kejujuran ditengah kondisi masyarakat sekarang ini rasanya kayak mencari jarum ditumpukan jerami ya
ReplyDelete:),
ReplyDeletekejujuran sekarang jarang banget buk, pa lagi di indonesia, jiahhhhh basane Inuel, hehehe
pa kabar ?
Suka banget dengan yang ini : "perlunya melihat fenomena dengan kejernihan. Dan kejernihan hanya bisa kita kita peroleh dengan kejujuran, jujur pada hati nurani kita"
ReplyDeleteNice post mbak...
sidang itu emank bikin pusing mbak
ReplyDeletenggak tahulah musti sandiwara gimana lagi sekarang
hehehe
ooo...jadi begitu alasanya ya bu.Saya pikir alasan bangsa nggak bisa maju,hanya karena kurangnya pendidikan dan banyaknya pengangguran saja.
ReplyDeleteNice post bu..salam kenal.