Newsoul Soal Gempa di Sumbar, Stop Menghujat Bencana Sebagai Sebuah Hukuman Atas Dosa
Sebagaimana kita ketahui bersama, baru saja terjadi gempa di Sumatera barat dan jambi. Mencekam dan memporak-porandakan. Tidak hanya itu, meninggalkan luka yang menganga di benak. Ya, luka karena miris akan suatu kondisi.
Sudah lama saya agak miris dan masgul dengan kondisi ini. Alih-alih kita bergerak cepat atau melakukan tindak preventif penyiapan bencana alam tiba, kita larut saja dalam kondisi pasrah bahkan menghujat. Setiap kali bencana alam menimpa negara kita, entah di pelosok mana, di penjuru mana di tanah air tercinta ini, kita dengan mudahnya menyalahkan Tuhan. Tuhan marah karena dosa-dosa yang telah kita lakukan. Bahkan ada yang tanpa malu-malu menghujat daerah yang sedang dilanda gempa sebagai daerah para pendosa sehingga Tuhan murka.
Sungguh, gerah rasanya melihat situasi kita sendiri yang seperti itu. Bahwa letak negara kita di pertemuan dua lempeng tektonik telah menyebabkan negara kita rawan gempa, telah kita ketahui bersama. Seharusnya kita menyiapkan diri, mempelajari tanda-tanda alam, menyiapkan teknologi penanggulangan bencana sedini mungkin. Bukan dengan berpangku tangan, bermalas-malasan, lalu akhirnya menyalahkan Tuhan. Ya Tuhan mungkin memang murka pada kita, pada kebodohan dan kelalaian kita. Bukankah kita seharusnya berusaha semaksimal yang kita bisa sebelum menyebutnya sebagai taqdir. Dengan begitu agak enak bagi kita untuk berkata bahwa anugrah dan bencana adalah kehendakNya. Entahlah.
Sore ini saya tergugah pada sebuah link yang dikirimkan teman saya di FB, si Saut Situmorang yang katanya doyan ngebir itu menyangkut kejadian Gempa di Sumatera Barat. Meski saya tidak pernah mengawani Saut ngebir (mengingat keyakinan yang berbeda, bertemupun baru satu kali di acara bedah bukunya), saya tau teman saya itu lebih solutif tindakannya dan lebih logis tentu saja.
Ini link yang dikirimkan Saut tadi.
Tentu saja banyak sekali informasi seputar penanganan aman gempa. Setidaknya tindakan yang dilakukan teman saya itu lebih masuk akal bagi saya daripada sekedar larut dalam penghujatan dosa dan dosa. Jadi mari stop menghujat bencana alam sebagai hukuman atas dosa-dosa, mari kita cari jalan keluar untuk menangani bencana ini. Dan tentu saja mari kita menjalankan hidup ini dengan benar sebagaimana keyakinan kita masing-masing agar Dia tidak semakin murka pada kita.
Gambar diambil dari sini
Sudah lama saya agak miris dan masgul dengan kondisi ini. Alih-alih kita bergerak cepat atau melakukan tindak preventif penyiapan bencana alam tiba, kita larut saja dalam kondisi pasrah bahkan menghujat. Setiap kali bencana alam menimpa negara kita, entah di pelosok mana, di penjuru mana di tanah air tercinta ini, kita dengan mudahnya menyalahkan Tuhan. Tuhan marah karena dosa-dosa yang telah kita lakukan. Bahkan ada yang tanpa malu-malu menghujat daerah yang sedang dilanda gempa sebagai daerah para pendosa sehingga Tuhan murka.
Sungguh, gerah rasanya melihat situasi kita sendiri yang seperti itu. Bahwa letak negara kita di pertemuan dua lempeng tektonik telah menyebabkan negara kita rawan gempa, telah kita ketahui bersama. Seharusnya kita menyiapkan diri, mempelajari tanda-tanda alam, menyiapkan teknologi penanggulangan bencana sedini mungkin. Bukan dengan berpangku tangan, bermalas-malasan, lalu akhirnya menyalahkan Tuhan. Ya Tuhan mungkin memang murka pada kita, pada kebodohan dan kelalaian kita. Bukankah kita seharusnya berusaha semaksimal yang kita bisa sebelum menyebutnya sebagai taqdir. Dengan begitu agak enak bagi kita untuk berkata bahwa anugrah dan bencana adalah kehendakNya. Entahlah.
Sore ini saya tergugah pada sebuah link yang dikirimkan teman saya di FB, si Saut Situmorang yang katanya doyan ngebir itu menyangkut kejadian Gempa di Sumatera Barat. Meski saya tidak pernah mengawani Saut ngebir (mengingat keyakinan yang berbeda, bertemupun baru satu kali di acara bedah bukunya), saya tau teman saya itu lebih solutif tindakannya dan lebih logis tentu saja.
Ini link yang dikirimkan Saut tadi.
Tentu saja banyak sekali informasi seputar penanganan aman gempa. Setidaknya tindakan yang dilakukan teman saya itu lebih masuk akal bagi saya daripada sekedar larut dalam penghujatan dosa dan dosa. Jadi mari stop menghujat bencana alam sebagai hukuman atas dosa-dosa, mari kita cari jalan keluar untuk menangani bencana ini. Dan tentu saja mari kita menjalankan hidup ini dengan benar sebagaimana keyakinan kita masing-masing agar Dia tidak semakin murka pada kita.
Gambar diambil dari sini
ditinjau secara hakikatan emang semua kehendak NYA ya mbak....
ReplyDeletesemoga saja tak ada lagi gempa berikutnya dan teknologipun bisa berperan tuk meminimalkannya..
Yang jelas dengan adanya GEMPA kita harus selalu instropeksi diri ya...
ReplyDeleteSemua musibah kan sudah tertulis di Lauh Mahfudz jadi kita tidak perlu suuzon kan sama orang2 yang banyak dosa (seperti saya) karena dosa maka bencana terjadi.
ReplyDeleteSaya pun geram setiap kali bencana terjadi lalu mulai dihubungkan dengan pikiran2 semacam itu lalu mulai mencari kambing hitam dan menduga-duga yg tidak2, ah cape de.., bukannya mencari solusi malah menambah masalah, padahal ya tiap hari juga kita berdosa, sepantasnya justru tiap hari ketiban bencana kalo mau konsisten dengan pandangan semacam itu.
ReplyDelete"Mungkin Tuhan mulai bosan melihat tingkah kita yang selalu bangga dengan dosa-dosa.." begitu kata Ebiet.
ReplyDelete"Kita di uji dengan kesedihan, juga dengan kesenangan" begitu kata Bang Jack.
"Ia yang berkuasa 'ala kulli syaiin...." begitu seyogyanya kata kholifah atas puncak ikhtiarnya.
..mari tunduk dan sujud pada-Nya..
ReplyDelete@all, terimakasih komentarnya. Ya anugrah dan bencana adalah kehendaknya. Bencanapun juga kehendakNya, apalagi bila Ia mulai bosan pada kebodohan dan kelalaian tingkah kita.
ReplyDeleteSemoga saudara kita di Padang dan Pariaman di beri ketabahan yg luar biasa...
ReplyDeletesaya sendiri punya bbrp teman di kota padang, yg sampai detik ini blm bisa di hubungi...(semoga mereka dan keluarga selamat dr bencana gempa...amin)
Ada juga yang bilang nama SBY membawa bencana, alasannya...waktu baru jadi presiden di periode pertama ada tsunami dan kecelakaan di jalan tol lalu awal jadi presiden periode ini..ada gempa di Jawa Barat Dan Sumatera. Masak sih..!? ada yang percaya...? kalau saya nggak tuh....!
ReplyDeleteCukuplah bencana menjadi ajang Introspeksi bagi kita tanpa perlu saling menghujat.
ReplyDeletesemoga kita semua semakin sadar,dan semoga saudara2 kita disana mendapatkan berkah setelah terjadi musibah itu.mari kita berdo'a untuk saudara2 kita disana
ReplyDeleteYa Allah, sedih banget melihat dan mendengar berita tentang gempa di Sumatra Barat ini....
ReplyDeleteSemoga saudara-2ku yang ada di Sumatra Barat diberikan ketabahan... Amin.
@all, sekali lagi terimakasih komentarnya. Ya seharusnya semua anak bangsa ini introspekdi diri, belajar dari kejadian gempa yang rutin kita alami ini. Tindakan dini bisa kita siapkan semaksimal yang kita punya, bahkan bukankah kita memiliki kearifan lokal dalam mengelola kejadian alam di bumi kita berpijak ini. Bila ini teguranNya, maka mungkin ini teguranNya atas kebodohan dan kelalaian kita selama ini. Mari kita belajar dan ambil hikmah.
ReplyDeleteTidak pada tempatnya saat terjadi bencana malah menghujat dan menganggap itu sebagai hukuman.
ReplyDeletekita butuh bantuan
kita butuh uluran tangan
bukan ceramah, pidato bahkan hujatan
kalo tak ada hati untuk membantu, lebih baik diam saja
tak perlu menghujat..
karena akan menambah luka hati kami..
Semoga tidak ada bencana susulan lagi. Saya hanya mampu berdoa dari jauh. Semoga Allah memberi ketabahan kepada saudara-saudara kita yang sedang tertimpa bencana. Amin.
ReplyDeleteHanya mampu berdo'a dan semoga bisa mengumpulkan dana. Masya Allah... sungguh memang benar2 ada yang menghujat mbak. Apalagi, kasus ganyang malaysia kemarin, sepertinya, orang2 malaysia banyak yang mengaarah ke situ, Konon, kita di hukum (ah, entahlah mbak) saya miris membacanya.
ReplyDeleteJangan salah....
ReplyDeleteKetika Allah mencintai diri kita karena Iman kita, Ia sering mengirim kita dengan Cobaan.
Tak selamanya Musibah adalah Hukuman.
Kadang ia adalah tanda kasih yang terselubung.
Hanya orang-orang yg mau menelaah dalam hening yg diberi petunjuk-Nya.