Sebuah Rakor Penanggulangan Kemiskinan Yang Manis
Seseorang sedang merenung. Dan renungannya disampaikan oleh sang angin Selatan kepada saya, baru saja. Baiklah, saya targetkan 30 menit untuk menuliskan renungan seseorang itu sambil menghilangkan rasa sebah setelah makan siang. Anda lihat judul diatas. Itulah yang ingin diceritakan seseorang. Sebuah Rakor Penanggulangan Kemiskinan Yang manis.
Kenapa saya sebut manis, karena diselenggarakan di sebuah hotel megah berbintang 4 yang sangat elit di sebuah kota. Itu kejadian manis. Jadwal tentatif yang padat, simple dan sistematis, sangat manis dalam pandangan saya.
Rakor tersebut berlangsung dengan manis. Jadwal yang sesuai dengan rencana. Tidak sampai 2 hari, rakor usai dan menghasilkan kesimpulan yang cukup memuaskan. Itu juga hal yang manis bagi saya. Pada jam makan siang saya makan dengan lahap, semua makanan tersedia dan ditata dengan manis. Menunya seabrek, membuat saya cukup kewalahan memilih dan mencobanya.
Rakor itupun usai. Saya puas. Diantara kepuasan saya, ada sesuatu yang tertinggal di benak. Teman saya berkata, kenapa kita membahas penanggulangan kemiskinan di tempat mewah dengan cara yang mewah ini...? Saya tidak menjawab langsung. Setelah meringis cukup lama,
"Ah, kau. Kalau membahas soal kemiskinan di tempat kere dimanalah menariknya. Gak ada semangatnya kita para aparat ini...", jawab saya sambil menghabiskan puding pencuci mulut. Teman saya manggut-manggut.
"Dimana-mana seperti ini kondisinya, terima saja...", timpal saya lagi. Teman saya manggut-manggut lagi sembari menghabiskan Rujak Latah (entah kenapa hotel itu menamakannya Rujak Latah!?) yang tadi dia ambil.
Ya rakor itu memang manis. Tapi entah kenapa, saya kini meringis. Betapa kontras antara kondisi si miskin dengan kondisi rapat pembahasan soal si miskin ini. Dan dimana-mana situasinya seperti itu. Entah apa jadinya Republik tercinta ini. Jangan tanya. Saya tidak tau kenapa kalimat itu meluncur begitu saja dari benak saya. Saya masih merenunginya kawan.
Begitulah renungan seorang anak manusia di sebuah kota. Entah siapa dia. Bisa jadi dia adalah saya, anda, atau siapapun. Sayapun ikut merenunginya, sambil meneruskan suasana hati yang sejak kemarin berbunga-bunga ini. Silahkan direnungkan bila anda berkenan. Selamat siang kawan.
Gambar diambil dari sini
Kenapa saya sebut manis, karena diselenggarakan di sebuah hotel megah berbintang 4 yang sangat elit di sebuah kota. Itu kejadian manis. Jadwal tentatif yang padat, simple dan sistematis, sangat manis dalam pandangan saya.
Rakor tersebut berlangsung dengan manis. Jadwal yang sesuai dengan rencana. Tidak sampai 2 hari, rakor usai dan menghasilkan kesimpulan yang cukup memuaskan. Itu juga hal yang manis bagi saya. Pada jam makan siang saya makan dengan lahap, semua makanan tersedia dan ditata dengan manis. Menunya seabrek, membuat saya cukup kewalahan memilih dan mencobanya.
Rakor itupun usai. Saya puas. Diantara kepuasan saya, ada sesuatu yang tertinggal di benak. Teman saya berkata, kenapa kita membahas penanggulangan kemiskinan di tempat mewah dengan cara yang mewah ini...? Saya tidak menjawab langsung. Setelah meringis cukup lama,
"Ah, kau. Kalau membahas soal kemiskinan di tempat kere dimanalah menariknya. Gak ada semangatnya kita para aparat ini...", jawab saya sambil menghabiskan puding pencuci mulut. Teman saya manggut-manggut.
"Dimana-mana seperti ini kondisinya, terima saja...", timpal saya lagi. Teman saya manggut-manggut lagi sembari menghabiskan Rujak Latah (entah kenapa hotel itu menamakannya Rujak Latah!?) yang tadi dia ambil.
Ya rakor itu memang manis. Tapi entah kenapa, saya kini meringis. Betapa kontras antara kondisi si miskin dengan kondisi rapat pembahasan soal si miskin ini. Dan dimana-mana situasinya seperti itu. Entah apa jadinya Republik tercinta ini. Jangan tanya. Saya tidak tau kenapa kalimat itu meluncur begitu saja dari benak saya. Saya masih merenunginya kawan.
Begitulah renungan seorang anak manusia di sebuah kota. Entah siapa dia. Bisa jadi dia adalah saya, anda, atau siapapun. Sayapun ikut merenunginya, sambil meneruskan suasana hati yang sejak kemarin berbunga-bunga ini. Silahkan direnungkan bila anda berkenan. Selamat siang kawan.
Gambar diambil dari sini
Itulah negeri orang-orang manis
ReplyDeleteSemuanya harus serba manis
tak peduli ada yang menangis
atau meringis
yang penting semua aharus berjalan dengan manis
walaupun hasilnya hanya mendesis
alias utopis
memang hebat orang2 negeri manis
Ngebahas tentang kemiskinan di Hotel berbintang?? emang teramat manis....OMG. Mending biayanya disumbangkan aja....
ReplyDeleteSaya juga ikut meringis...
hanya manis di bibir tapi di hati tidak
ReplyDeletebaca ini orang-orang kaya yang nggak punya hati
ReplyDeleteKontradiksi memang terjadi dimana-mana
ReplyDeleteKekayaan dan kemiskinan pun bisa 'hadir' bersama dalam sebuah hotel berbintang
Meskipun.... hadir dalam wujud yang berbeda...
sibuk mikirin kemiskinana tapi juga sibuk menghambur2kan uang ya.. sebuah ironi yang ..hmm agak menyedihkan.
ReplyDeleteKemiskinan?...bukankah tema ini sudah lama bergaung di negeri yg kaya gemah ripah loh jinawi ini (kata Pak Harto)..
ReplyDeleteKenapa kemiskinan selalu menjadi alibi dan legitimasi utk kalangan tertentu sbg jembatan utk mendptkan 'sebuah kekuasaan', sedang yg dibicarakan (maksud saya si miskin) 'terkapar' lunglai tak berdaya menunggu hantaran kebijakan yg riil dr sang penguasa negeri. ahh..saya juga pusing bila mikir itu.. :P
memang ironik....tapi bukan semua ikhlas...hanya retorik saja
ReplyDelete@all, terimakasih komentarnya. Ya ini fenomena lama sbetulnya. Tapi kejadian di atas baru minggu lalu lho peristiwanya. Artinya, republik tercinta ini ternyata cm berinvolusi ya, mandeg.
ReplyDeletekemiskinan kayaknya jadi hal yang paling susah diantisipasi pemerintah Indonesia ya mbak
ReplyDeletekalau cuma memikirkan nasib simiskin saja ya percuma kalau tidak diimbangi dengan pelaksanaannya.
ReplyDeleteironis banget ya,. gimana kalo langsung dipraktekin cara mengentas kemiskinan? jadi gak usah dibahas lagi.
ReplyDeletedah baca dari awal sampe akhir...kok kesimpulannya meringis yah, yang kaya memikirkan si miskin namun tak pernah menyempatkan diri sesekali merasakan laparnya orang2miskin. jadi mana bisa mereka peduli???
ReplyDeleteyasudah, jangan datang ke blogku hari ini, coz hari ini ku lagi posting super panjang ga kira2 ntr capek "pejabat" membacanya.
Biaya untuk nyewa hotelnya saja pasti mahal, coba uang itu dibelikan hal2 yg lbh penting untuk di bagi2 ke masyarkt kecil
ReplyDeletesikaya tidak sadar kalau tanpa ada simiskin maka tak ada sebutan sikaya.
ReplyDelete@all, sekali lagi terimakasih komentarnya. Begitulah kondisi kita, pemungkretan kondisi seperti kata Clifford Geertz. Tokoh "saya" pada cerita di atas, kebetulan cuma pegawai kecil yang diundang menghadiri Rakor tsb.
ReplyDelete@Trimatara, hehehe, tadi pagi saya udah kok ke blogmu yang keren itu. Hm.....disini gak ada pejabat, yang ada cuma para "blogger".
kalo gitu caranya jadi enggak imbang doonk!!huuu hihihi
ReplyDeleteDarai pada buat ramat yang menghabiskan makanan banyak lebih baik dibuat untuk orang miskin saja
Diiih,,,gambarnya tragis mba,,,,,,
ReplyDeleteYah, mba,,,keyakinan kmbli pd masg2 yah....
Tapi yg jelas pemberantasan kemiskinan harus dpraktekin, jgn cuma omdo lewat meeting, dan sbgny yang buang-buang duit saja,,,tahukah berapa berharganya duit pertemuan itu bagi kaum-kaum spt mereka???
Rujak Latah? Mungkin kalo satu orang makan rujak itu, yg lain jadi latah ikutan ngambil soalnya enak, kali mbak?
ReplyDeleteMemang sulit ya untuk dgn sepenuh hati memberantas kemiskinan klo kita tak pernah merasakan miskin...
@Hamster, Aviorcief, Fanda, mantap komentarnya. Sayapun merasakan hal yang sama.
ReplyDeleteinilah sejatinya kita,.... kadang kita ingat kadang juga lupa. apalagi klo udah diatas jarang bisa memikirkan yang dibawah.semoga esok tak hanya tema dan settingnya ja yang manis tapi tindakannya ,...semoga manis juga
ReplyDelete@Ahmad, juga semuanya, hm....apakah kata "manis" pada cerita di atas betul-betul diartikan sebagai manis seperti makna manis sehari-hari..!? Saya rasa tokoh di atas mengartikan manis dengan nada meringis, juga sinis. Artinya, itu bukanlah makna manis sebagaimana yang kita duga. Itu manis yang meringis karena bosan pada kondisi tersebut, tapi tak kuasa mendobraknya karena dia bukan penentu kebijakan. Terimakasih komentarnya. Saya baru bangun neh, terbangun menyelesaikan pekerjaan kantor.
ReplyDeletehehe, iya ya
ReplyDeletembahasnya malah dtempat mewah
gpp lah, yg penting kan bahasannya, bukan tempatnya
manis, ironis...oh..
ReplyDeletekalo masalah pemberantasan kemiskinan harus di praktekin lah ...
ReplyDeletemasak cuma omong doang ...
ya nggak bakalan ngefek walau sampe kiamat!!!!!
republik ini memang menyimpan begitu banyak distorsi ya, bunda.
ReplyDelete@Pipit, Ibnu Mas'ud, Ivan, terimakasih komentarnya yang muantap ini. Ya praktek tentu harus jalan, supaya berjalan dengan baik tentu harus diprogram dengan baik. Ini yang mungkin belum dilakukan dengan baik, belum menukik. Pengentasan kemiskinan adalah tugas seluruh rakyat. Kalau setiap orang minimal mmeberantas kemiskinan pada dirinya sendiri (baik miskin harta ataupun miskin jiwa)yakin saya, kemiskinan tidak akan ada lagi di bumi pertiwi ini.
ReplyDeleteassalamualaikum,
ReplyDeleterenungan yang manis mbak. penanggulangan kemiskinan di negara kita sudah lama dilakukan dan hasilnya masih belum memuaskan, terlihat bahwa HDI kita masih belum menunjukkan angka yang baik. Kemiskinan salah satu kondisi yg harus segera diatasi, oleh semua elemen di negara ini.
salam
@Neng Rara, hey apa kabar mbak ? Alhamdulillah bisa mampir lagi kesini. Yep, terimakasih komentar mantapnya.
ReplyDeletesedih banget.. saya juga aparat..
ReplyDeletegak banyak yg bisa dilakukan..
tapi meski sedikit, kita harus selalu berusaha membantu..
tapi gimana ya?? bingung juga..
posting ini mengingatkan saya pada sepenggal kisah beberapa waktu lalu. Kali sang Semar Badranaya memimpin negeri. Ia hapus Dep. Sosial...langkah tulus karena tak ada sedikutpun pertimbagab "popularitas"
ReplyDeleteOh, jadi mungkin sebab ini ya...
Good post, good blog.
Sy fommow, tlng follow balik lg ya mba..
Thanks be 4
kemiskinan harus dibrantas
ReplyDeleteI like this blog.. also visit jasa security/jasa keamanan
ReplyDeletedan ada satu pertanyaan "apakah setelah itu anda masih bisa menikmati makanan setiap hari, terlebih setelah posting gambar diatas??