Mitos Kecantikannya Naomi Wolf, Apa Hanya Masalah Perempuan...?

Siang ini, begitu buka email di yahoo, saya lihat ada banyak pesan baru. Salah satunya dari Naomi Wolf, penulis buku Mitos Kecantikan, The Beauty Myth itu. Sudah lama saya mengadd beliau untuk menjadi teman di Facebook. Ya semenjak saya baca bukunya yang berjudul "Gegar Gender" (judul asli "Fire With Fire") yang diberikan teman saya Titik, konsultan UNFPA . Setelah sekian lama, dan saya nyaris lupa, rupanya ada jawabannya. Inilah jawabannya: " I have decided not to use this Facebook page but to focus on this one instead .........(sebuah link). I hope you'll come find me there (if you haven't already) and join in the conversation. Thanks!, naomi." Setelah saya klik link tersebut, hehe, rupanya mbakyu Naomi minta saya menjadi fansnya. Baiklah, menyenangkan orang itu berpahala kan. Sayapun klik permintaan menjadi fansnya. Mau tidak mau, pesan tadi mengingatkan saya akan sosok Naomi Wolf, lalu tergoda untuk memposting tulisan ini. Kalau anda ingin tau lebih jauh sosok Naomi, lebih lengkap klik disini.
Saya bertanya-tanya dalam hati .... Mitos Kecantikan, apakah hanya masalah perempuan ? Mari kita telusuri dulu pendapat Naomi itu. Mitos Kecantikan adalah suatu bentuk destruktif dari kontrol sosial dan merupakan reaksi terhadap meningkatnya status perempuan; di mana kini perempuan lebih dihargai dan diperhitungkan secara profesional baik dalam dunia bisnis maupun politik, demikian ujar Naomi. Jutaan perempuan di dunia ini menganggap bahwa kecantikan adalah soal penampilan seksual lahiriah, seperti paras wajah, bentuk tubuh, payudara, rambut indah, dan lain-lain. Dan hal tersebut memperlihatkan bagaimana mitos pandangan tersebut telah merusak perempuan dan membuat mereka terobsesi untuk meraih citra ideal tentang kesempurnaan fisik. Bahkan tidak sedikit perempuan yang mau merusak dirinya sendiri karena terperangkap oleh mitos kecantikan tersebut. Sebagai contoh semakin banyak perempuan menderita bulimia dan anoreksia serta meningkatnya popularitas bedah plastik untuk memenuhi standard kecantikan yang tidak masuk akal tersebut.
Saya tercenung sejenak sahabat saat menuliskan artikel ini di depan compie. Seperti biasa saya kurang tertarik dengan pelabelan ini perempuan itu laki-laki. Bukan issue feministnya yang ingin saya bidik. Saya ingin mengajak kita semua melihat fakta ini sebagai masalah kita bersama. Saya tidak menafikan bahwa yang diungkapkan Naomi benar adanya. Cuma, hm...rasanya keinginan untuk menjadi cantik atau tampan, itu alamiah ya. Itu naluri manusia. Perempuan ingin menjadi cantik, laki-laki ingin menjadi tampan demi mendapat perhatian dan pengakuan dalam lingkungan sosialnya. Ini saya kira wajar. Saya kira masalah penampilan fisik tidak melulu masalah perempuan. Saya lihat sekarang laki-laki juga sudah sangat mementingkan penampilan, banyak juga laki-laki juga yang hari-harinya sibuk mengurus penampilan, banyak juga yang menjalani bedah plastik, ada yang bahkan sibuk setiap minggu ke salon untuk facial, creambath, merawat rambut, pedicure-menicure (he, katanya ini jenis laki-laki metroseksual).
Ya, hal diatas masih wajar. Menjadi tidak wajar kalau personnya menjadi harus tersiksa untuk mencapai keinginan tersebut. Dan perempuan dikatakan lebih terobsesi akan nilai-nilai penampilan fisik. Ini karena prosentase kasus mungkin lebih banyak terjadi pada perempuan. Lihatlah kasus bedah plastik yang merenggut korban jiwa, rata-rata adalah perempuan. Atau kasus kerusakan wajah karena salah pemakaian kosemetik pemutih. Dengan kata lain, perempuan lebih dituntut untuk tampil cantik oleh lingkungannya. Tidak semua perempuan bisa jadi terobsesi pada standar yang dibuat oleh lingkungannya. Tidak semua perempuan memiliki posisi yang rentan tersebut. Biasanya hanya terjadi pada perempuan yang tidak memiliki penghasilan sendiri, semata-mata bergantung pada laki-laki (suami atau pacar). Tetapi ada juga perempuan yang memiliki penghasilan sendiri, bahkan bisa menghidupi suami atau pacar justru sangat terobsesi dan akhirnya menjadi korban penyiksaan akan standar nilai cantik tersebut. Yaitu mereka yang dituntut untuk selalu cantik, mereka yang memang modal pekerjaanya adalah kecantikan penampilan, misal artis. Tentu saja tidak semua artis seperti itu.
Harapan Naomi, seperti harapan kita juga, bahwa perempuan dapat mematahkan mitos tersebut karena hakikinya perempuan mempunyai kebebasan untuk memilih tanpa harus khawatir dan ketakutan pada nilai mereka sebagai perempuan. Harapan saya, kita semua, baik laki-laki atau perempuan harus yakin dulu dengan diri kita masing-masing. Bahwa kita adalah mahluk berharga dan berguna bagi lingkungan kita, kehadiran kita diperlukan oleh keluarga kita, lingkungan kita, terlepas dari ukuran apakah menurut orang lain kita cantik atau tampan tersebut. Marilah kita merenung, perlukah kita menjadi cantik atau tampan dengan ukuran yang telah ditetapkan oleh lingkungan kita ? Kitalah yang tau jawabannya. Masalah ini adalah masalah kita semua, baik kita laki-laki atau perempuan, meskipun kita bukan korban atau penganut mitos tersebut. Kita memiliki saudara perempuan, adik-kakak, ibu, istri, pacar (bagi anda yang laki-laki), tante, keponakan, sepupu, atau bahkan teman perempuan, yang mungkin harus kita selamatkan, kita jauhkan dari mithos tersebut. Mari kita renungkan bersama. Saya makan siang dulu ya.
Saya bertanya-tanya dalam hati .... Mitos Kecantikan, apakah hanya masalah perempuan ? Mari kita telusuri dulu pendapat Naomi itu. Mitos Kecantikan adalah suatu bentuk destruktif dari kontrol sosial dan merupakan reaksi terhadap meningkatnya status perempuan; di mana kini perempuan lebih dihargai dan diperhitungkan secara profesional baik dalam dunia bisnis maupun politik, demikian ujar Naomi. Jutaan perempuan di dunia ini menganggap bahwa kecantikan adalah soal penampilan seksual lahiriah, seperti paras wajah, bentuk tubuh, payudara, rambut indah, dan lain-lain. Dan hal tersebut memperlihatkan bagaimana mitos pandangan tersebut telah merusak perempuan dan membuat mereka terobsesi untuk meraih citra ideal tentang kesempurnaan fisik. Bahkan tidak sedikit perempuan yang mau merusak dirinya sendiri karena terperangkap oleh mitos kecantikan tersebut. Sebagai contoh semakin banyak perempuan menderita bulimia dan anoreksia serta meningkatnya popularitas bedah plastik untuk memenuhi standard kecantikan yang tidak masuk akal tersebut.
Saya tercenung sejenak sahabat saat menuliskan artikel ini di depan compie. Seperti biasa saya kurang tertarik dengan pelabelan ini perempuan itu laki-laki. Bukan issue feministnya yang ingin saya bidik. Saya ingin mengajak kita semua melihat fakta ini sebagai masalah kita bersama. Saya tidak menafikan bahwa yang diungkapkan Naomi benar adanya. Cuma, hm...rasanya keinginan untuk menjadi cantik atau tampan, itu alamiah ya. Itu naluri manusia. Perempuan ingin menjadi cantik, laki-laki ingin menjadi tampan demi mendapat perhatian dan pengakuan dalam lingkungan sosialnya. Ini saya kira wajar. Saya kira masalah penampilan fisik tidak melulu masalah perempuan. Saya lihat sekarang laki-laki juga sudah sangat mementingkan penampilan, banyak juga laki-laki juga yang hari-harinya sibuk mengurus penampilan, banyak juga yang menjalani bedah plastik, ada yang bahkan sibuk setiap minggu ke salon untuk facial, creambath, merawat rambut, pedicure-menicure (he, katanya ini jenis laki-laki metroseksual).
Ya, hal diatas masih wajar. Menjadi tidak wajar kalau personnya menjadi harus tersiksa untuk mencapai keinginan tersebut. Dan perempuan dikatakan lebih terobsesi akan nilai-nilai penampilan fisik. Ini karena prosentase kasus mungkin lebih banyak terjadi pada perempuan. Lihatlah kasus bedah plastik yang merenggut korban jiwa, rata-rata adalah perempuan. Atau kasus kerusakan wajah karena salah pemakaian kosemetik pemutih. Dengan kata lain, perempuan lebih dituntut untuk tampil cantik oleh lingkungannya. Tidak semua perempuan bisa jadi terobsesi pada standar yang dibuat oleh lingkungannya. Tidak semua perempuan memiliki posisi yang rentan tersebut. Biasanya hanya terjadi pada perempuan yang tidak memiliki penghasilan sendiri, semata-mata bergantung pada laki-laki (suami atau pacar). Tetapi ada juga perempuan yang memiliki penghasilan sendiri, bahkan bisa menghidupi suami atau pacar justru sangat terobsesi dan akhirnya menjadi korban penyiksaan akan standar nilai cantik tersebut. Yaitu mereka yang dituntut untuk selalu cantik, mereka yang memang modal pekerjaanya adalah kecantikan penampilan, misal artis. Tentu saja tidak semua artis seperti itu.
Harapan Naomi, seperti harapan kita juga, bahwa perempuan dapat mematahkan mitos tersebut karena hakikinya perempuan mempunyai kebebasan untuk memilih tanpa harus khawatir dan ketakutan pada nilai mereka sebagai perempuan. Harapan saya, kita semua, baik laki-laki atau perempuan harus yakin dulu dengan diri kita masing-masing. Bahwa kita adalah mahluk berharga dan berguna bagi lingkungan kita, kehadiran kita diperlukan oleh keluarga kita, lingkungan kita, terlepas dari ukuran apakah menurut orang lain kita cantik atau tampan tersebut. Marilah kita merenung, perlukah kita menjadi cantik atau tampan dengan ukuran yang telah ditetapkan oleh lingkungan kita ? Kitalah yang tau jawabannya. Masalah ini adalah masalah kita semua, baik kita laki-laki atau perempuan, meskipun kita bukan korban atau penganut mitos tersebut. Kita memiliki saudara perempuan, adik-kakak, ibu, istri, pacar (bagi anda yang laki-laki), tante, keponakan, sepupu, atau bahkan teman perempuan, yang mungkin harus kita selamatkan, kita jauhkan dari mithos tersebut. Mari kita renungkan bersama. Saya makan siang dulu ya.
yup..cantik itu bagus. tapi jangan berlebihan sampai terobsesi ingin canti.
ReplyDeletetadi itu pertama ya? tumbeennn bisa pertama.
ReplyDeletebuat apa cantik tp otaknya ndak cantik. skrg mah bnyk yg cantik tp inner beauty yg susah di temui
ReplyDelete@Sang cerpenis, iya mbak setuju. Tumben ya pertamax, hehe.
ReplyDelete@Dunia polar, Siip Dicky. Sy doakan dirimu dpt yg sholehah, baik hati, tdk sombong, dan punya inner beauty td.
woman was made from rib of man.
ReplyDeletenear from heart to be loved
beside arm to be protected
kecantikan wanita dimata saya adalah ketika akhlaknya adalah identitasnya bu.
Menurutku setiap manusia terlahir dgn kecantikan dan ketampanannya sendiri2. Sayangnya ada yg bisa mengoptimalkan kecantikan itu dari dirinya sendiri, ada yg malah terobsesi utk menjadi seperti org lain. Pdhal selera org jg berbeda, kata X si A cantik, tp Y blg ga suka, lbh cantik B, dst.
ReplyDeleteMenjadi cantik mmg naluri setiap wanita, aku ga akan munafik dan bilang kecantikan ga perlu, krn yg penting inner beauty. Mmg inner beauty yg utama, tp menurutku menjaga kecantikan berarti menghargai diri sendiri, bukan begitu?
sekalian komeng akh... baacanya lanjut ntar lagi... :D
ReplyDeletemenurutku wanita cantik tuh yg pinter / smart, baek, make me hepilaahh..and feel oke beside her...heheheh..
ReplyDelete@all, terimakasih komentarnya. Menyenangkan membacanya. Ternyata, setidaknya dr jawaban sahabat blogger disini, yang perempuan (td diwakili mbak fany, Fanda)....jelas tidak yang terpenjaran pd mitos kecantikan sbg ukuran penampilan fisik sj. Dan yang laki-laki (td diwakili Dunia polar, mas icang, Rangga, mas Yudie), alhamdulillah, sikap kalian yg spt itu akan membantu perempuan keluar dr kungkungan mitos tdk benar yng diciptakan lingkungan, dan disebarkan oleh iklan-iklan di media massa (tv, majalah, radio), industri film, dll. Kita tunggu komentar selanjutnya yuk.
ReplyDeletekadang hanya lelaki yang beruntung dan memahami yang bisa menemukan dan memelihara kecantikan perempuan yang disayanginya...
ReplyDeletekadang cantik disini difahamkan oleh paras /rupa seseorang....
ReplyDeletetetapi sebenarnya cantik itu relatif dan semua wanitapun mempunyai predikat trsebut, dan tak terkecuali...
tetapi jika cantik itu dipandang dari sudut lain, maka artinya pun menyesuaikan .
sef mba, saya gak terobsesi jadi orang cakep lho mba, saya rela dengan keadaan saya yang tidak kece ini hehehehhe
ReplyDeletesaya bersyukur banget, karena jarang2 lho ada orang yang wajahnya gak kece seperti saya heheheheh
wah mbak, kebetulan bukunya mbak naomi aku udah baca.... tapi udah lamaaaaa banget, jadi lupa... tar baca lagi deh. aku jadi inget posting aku yang udah lama banget - "kasta cantik", otak dan penyakit jiwa - ya kira2 ada pemikiran dia yang aku kutip plus beberapa pemikiran tokoh lain.
ReplyDelete@Suryaden, siip, akur mas
ReplyDelete@Ahmad F, jawaban bijak neh.
@Jonk, justru dr dirimu (yg ngakunya gak kece ini) sy menemukan sisi kece dlm pendapatmu Jonk, hehe
@eden, siip, dibaca lg ttp asyik den.
Setiap orang memandang berbeda terhadap kecantikan. Wanita yg suka berdandan ala kadarnya juga banyak, sementara banyak juga pria yang kini menjadi "metroseksual".
ReplyDeleteSementara aku.., masih saja seperti ini, yang hanya mampu tampil seadanya saja ^_^
perempuan pada akhirnya menjadi ikon sekaligus korban bagi setiap item kecantikan.
ReplyDeleteiklan kecantikan misalnya, selalu meng-ekploitasi perempuan dan akhirnya banyak perempuan yang "tersisksa" untuk mendapatkan image cantik
@Trimatra, thanks atas komeng yg maknyus ini. inilah yang dimaksudkan Naomi sbg mitos yg harus diperangi oleh perempuan itu sndiri, tentu saja dengan dukungan mitranya, kaum lelaki, hal ini akan lbh mudah tercapai.
ReplyDeleteKetertarikan pertama memang pada kecantikan namun akan lambat laun memudar tatkala dibalik kecantikan itu terdapat kepribadian yang buruk...
ReplyDelete@Reni, siip mbak, sama
ReplyDelete@Tukang komen, ya setuju, itu wajar skl. Ketertarikan pd kecantikan/ketampanan bathiniah lbh jangka panjang sifatnya. Kl bs kan cantik/tampan dua2nya kan, katanya....
Alinia terakhir menjadi sebuah kesimpulan yang menarik, dan saya sepakat dengan hal tersebut.
ReplyDeleteSejak jaman Nabi Adam sampai Adam Malik hehehe...jaman dulu maksudnya, adalah naluri manusia untuk tampil "menarik" di hadapan lawan jenisnya. Perempuan akan berusaha tampil secantik mungkin untuk menarik lawan jenisnya secara biologis, begitupun sebaliknya.
Hanya saja streotip yang terbentuk menjadi bergeser di setiap jaman. Ukuran bahwa perempuan itu cantik dan menarik, kalo jaman dulu mungkin mereka yang berambut hitam panjang, sintal, maaf, pinggul mereka jg menjadi ukuran bahwa mereka layak disebut cantik, dll. Kalau laki-laki yang layak disebut tampan dan menarik adalah mereka yang bertubuh kekar yang dianggap perempuan akan mampu melindungi mereka, dll.
Tapi sekarang agaknya berbeda. Alinia terakhir tulisan mbak tersebut di atas menjadi sebuah jawaban yang patut kita renungi bersama, terlepas kita perempuan atau laki-laki.
Yups siip mbak.....cantik orangnya belum tentu cantik hatinya,tapi biasanya orang cantik itu baik hatinya mbak....*halah koment apaan sih* heheheh nice posting ajah wes mbak...
ReplyDeletesecara lahiriah ke"cantik"an perempuan hanya bisa di"bedah" berdasarkan peradaban dan culturenya, beda kalau dikupas ke"dalam"nya. cantik perempuan asia,tidak sama cantik orang afrika ataupun eropa, disini kita selalu berbeda penilaian. tapi kalau kecantikan terpancar dari hati dan jiwanya pastilah kita semua sepakat, atau (belum) sepakat ya...?
ReplyDeletemasalah yang nggak pernah usai untuk perempuan. kadang karan konstruksi masyarakat..kadang karena dirinya sendiri..
ReplyDeletecantik..kata yang masih menjadi idola cewek jaman sekarang, gak bisa dipungkiri sang adam juga senang yang cantik-cantik, jadi?...hehe tetap berias saja yang cekci biar bisa menyegarkan dahagaku ya
ReplyDeletetarget nikah,belum ada mba,cuma target blog pacar,udah ada, ntar ya
@Yans"dalam jeda:, mantap neh komengnya, thanks.
ReplyDelete@buwel, siip jg deh
@Patah Hati, sepakat mas.
@Ika Rahutami, ya Ika. Lama2 bs berubah, asal perempuan jg merubah diri, jgn terkungkung oleh nilai yang dibuat oleh sesuatu diluar dirinya.
@Advintro, halah, enak sj menyegarkan dahagamu. Makanya cepetan merit, xixi.
menurutku kecantikan dan ketampanan adlah suatu hal yang relatif dan sudah dikaruniai sendiri2 tergantung dari bagaimana orang tersebut mengapresiasikan kencantikan dan ketampannya.
ReplyDeleteSalah satu alasan mengapa aku menghindari menonton televisi adalah iklan-iklan yang membuat banyak penonton menjadi kehilangan akal sehatnya. Contoh: iklan-iklan yang menonjolkan perempuan cantik sebagai model, sering kali tanpa ada hubungannya dengan produk yang diiklankan. Hasilnya bahkan terkadang membuat banyak perempuan ngiler melihat kecantikan perempuan tersebut, dan membuatnya menjadi minder tatkala dia sadari bahwa dia 'jauh' dari standar kecantikan tersebut. Dan dia pun mulai membiarkan diri menjadi korban iklan.
ReplyDeleteAku pernah dekat dengan seorang perempuan yang sangat cantik, bahkan di usianya yang sudah berkepala empat. Menyadari dia kurang cerdas, maka dia pun sangat bangga dengan kecantikannya tersebut. Kadang, kalau sedang berjalan bersamanya di sebuah mall, kemudian dia berkomentar tentang seorang perempuan lain yang rada miring, tentang fisik perempuan tersebut, aku sering jengah mendengarnya.