Senyum Cik Muk Ay




Senyum itu sangat saya sukai. Itu senyum optimis, itu senyum penuh harapan. Itu senyum Cik Muk Ay, peranakan Cina Bangka, yang selalu datang membawa empek-empeknya ke kantor saya. Ya, sekitar jam 09.30 WIB (he, seperti jam keluar main anak sekolah) Cik Muk Ay datang menghampiri kami dengan tenong berisi empek-empek dan kue-kue, dan tentu saja dengan senyumnya. Hm...waktu sudah mulai butuh makanan ringan, waktu yang tepat untuk makan empek-empek dan minum segelas teh manis. Kalau kopi, hehe, itu minuman saya setelah selesai sholat Shubuh.

Lihalah senyum Cik Muk Ay, senyum cerah yang optimis. Sesekali wajahnya tampak serius, tapi bila ia mengangkat wajahnya memandang kami, dia tersenyum kembali. Sekali lagi, itu saya sukai. Padahal kehidupan yang ia lakoni begitu berat. Saya sudah cukup lama mengenalnya. Dia berpisah (cerai) dari suami, dengan alasan teknis ya tidak perlu saya sebutkan disini. Dia menghidupi 3 anak sebagai single parents, dengan berjualan empek-empek. Cara dia bercerita sangat biasa, tidak ada penekanan, tidak ada dramatisir supaya saya kasihan, atau memborong empek-empeknya. Saya melihat, dia sama sekali tidak sedang mengasihani dirinya sendiri. Dia juga tampak segar, tidak kuyu, dia berdandan, pakaiannya walau sederhana terlihat pantas. Dia mensyukuri apa yang ada, dia ikhlas dengan apa yang sudah ia hadapi. Itu saya sukai. Maka atas seizinnya, saya angkat kisah beliau.

Sementara, di luar sana, jauh melintasi berbagai kota, ada begitu banyak teman-teman saya sedang mengasihani dirinya sendiri, merasa dirinya tidak cukup berharga, dengan berbagai alasan. Padahal dia memiliki segalanya, suami yang menyayangi dan tidak banyak menuntut, anak yang manis, kecuali profesi sebagai pegawai. Padahal profesionalisme bisa kita ciptakan sesuai dengan keahlian dan minat kita, tidak harus menjadi pegawai. Ada pula seorang teman yang wajahnya tampak selalu kuyu, dan layu, seperti tidak bahagia. padahal diapun memiliki segalanya, finansial yang lebih dari cukup, tiap tahun umroh. Saya heran. Ya.....teman, apa saja yang sudah kita lakukan sampai kita tidak mensyukuri nikmat yang telah kita peroleh ? Keluhan cuma mendatangkan kelemahan. Tidak ada manusia yang sempurna. Tidak akan bisa kita mendapatkan semua hal yang kita angankan. Jadi kenapa kita harus mengeluh.Orang-orang tua dulu sering berpesan, jangan suka mengeluh, karena keluhan akan membuat rezeki menjauh, katanya.

Hari ini saya belajar merenungkan senyum optimis Cik Muk Ay. Kenapa kita tidak menyunggingkan seyum di wajah kita. Senyum akan membawa kebahagiaan bagi diri kita sendiri dan bagi orang-orang di sekitar kita. Mari bangkit, dan jangan mengasihani diri sendiri. Buatlah diri kita sendiri sebagai orang pertama yang bangga dengan apa yang sudah kita tekuni/ kita lakukan. Kita harus respect pada diri kita sendiri. Tentu tidak dengan maksud narsis dan menepuk dada takabur. Bangga karena kita telah melakukan hal benar. Bangga karena kita tidak terpuruk dan tidak memperpuruk keadaan. Bangga karena kita telah menjadi ahli syukur dan ikhlas dengan apa yang menjadi milik kita. Bangga walaupun, mungkin, kita belum berlebih kita bisa berbagi kebahagian dengan sesama. Itulah syarat supaya kita tidak jatuh dalam kubangan "mengasihani diri sendiri". Inilah soul journey saya hari ini sahabat, mari kita renungkan bersama. Oh ya Selamat Hari Bumi, save our earth. Mari kita buat bumi kita ini bahagia dengan senyum kita, seperti seyum Cik Muk Ay tadi.




Comments

  1. adooohhh, mbak elly!!! bikin ngiler aja dehhh!!! lempar atu napa tuh empek2, ngilerrrrr bangeettt nihhhhh!

    ReplyDelete
  2. Mba Newsoul (nyusul)... nyusul? Hmm emang aku ke mana, Mba? Tenang saja.

    Aku di sini
    Menemani malam ini
    tak... (lupa lanjutane)

    malah nyanyi, hehehe ini aku senyum juga, Mba

    ReplyDelete
  3. wah empek-empek makana favoritku, senyum cik muk ay senyum yg mempesona apalagi pada saat dia masih muda..he..he..kok malah ngawur komennya, yang penting komen dulu

    ReplyDelete
  4. @Jeng, ealah udah pertamax aja. Ntar tak lempar
    @Advintro, hehehe, apalin dulu lagunya.

    ReplyDelete
  5. @eri, hehehe. Tau aja yg agak bening. Wl sdh tua, Cik Muk Ay bening. Senyum tulusnya, keikhlasannya, bening. Thanks komennya.

    ReplyDelete
  6. Cantik banget Cik Muk Ay
    apalagi dengan empek-empeknya
    apalagi dengan senyumnya

    sungguh cantik

    ReplyDelete
  7. salut dgn cik mu ay..
    kita bisa belajar bnyk dr beliau.
    memberiku semangat utk makin berkarya dgn skill yg aku punya walaupun aku bukan pegawai kantoran.. :)

    ReplyDelete
  8. Senyum yang ikhlas memang satu sedekah kan...

    ReplyDelete
  9. Pertama, q Salut dngan idenya Mba Elly, mnampilkan sosok Cik Mu Ay. sempat2nya motret jga...
    Kedua, ada pelajaran berharga yg q dapat dari sepenggal cerita Cik Mu Ay.
    Ketiga, Empek-Empek Palembang tuh kaya gimana ya rasanya ? pengen nyoba dan bandingkan dengan POPEDA SAGU dari Tidore.
    Keempat,skdar info, blog aq lgi tribel alias Error, shngga blom bisa buat postingan baru.mhn dimaklumi. OKI tuk smntr Q hanya bisa keliling ke blognya teman2 buat skadar baca2 atau numpang koment.
    Kelima,Jabat Erat, tebarkan damai dan cinta buat seluruh blogger seantero Nusantara....

    ReplyDelete
  10. Memang menerima diri apa adanya sulit ya? Apalagi di dunia yg serba menuntut kesempurnaan. Aku punya seorang sahabat, saat pertama kenal masih karyawan, rumah di gang sempit. Orgnya murah senyum, humoris, yg bikin dia makin manis. Kami bisa tertawa terbahak2 kalo lg guyonan. 10 thn kemudian dia yg otaknya mmg moncer akhirnya bangun bisnis sendiri. Tahulah kesibukan dan tanggung jwbnya kan makin besar. Suatu hari aku sadar bhw sekrg dia makin serius, selalu tergesa2, dan senyum serta tawa itu perlahan pudar. Dia bukan lg sahabat yg enak diajak guyonan, dan aku tahu pasti dia makin kesepian dibanding dulu. Wah...kok jd panjang ya? Kyknya bisa dijadiin posting jg nih...hehehe... Anyway, ternyata org sukses makin sulit tersenyum yah!

    ReplyDelete
  11. @Itik Bali, ya mmg manis, semanis senyummu.
    @Tisti, pegawai kantor gajinya kecil mbak
    @Tidore, hey senang sdh muncul lg, thanks ya
    @Fanda, siiip, tak tunggu postingannya.

    ReplyDelete
  12. @Zumairi, iya adinda. Terimakasih ya sdh mampir.

    ReplyDelete
  13. Hehe, saya merasa tersindir.
    Makasih, bu :)

    ReplyDelete
  14. @utin,he, jujur, sy sdg menyindir diri sy sendiri. Kl ini ada manfaatnya, ya kita ambil manfaatnya. Sering-sering mampir ya.

    ReplyDelete
  15. puas tidak berhenti kan bu?

    kita memang harus selalu tetap menginginkan lebih. tapi ya harus tetap bersyukur :)

    ReplyDelete
  16. @Baho, sy lg maksi neh. Ya benar. Puas tdk berarti berhenti, hehe, itu mandeg namanya. Pada senyum optimis di atas terdapat sejuta harapan, harapan akan perubahan kehidupan yang lebih baik. Dan setuju jg, sambil meraih masa dpn yg lebih baik, hrs ttp bersyukur dan ikhlas menjalani yg ada. Thanks for your comments.

    ReplyDelete
  17. haha... pengen pempeknya..sumpeeh deeh

    ReplyDelete
  18. minum kopi sambil bayangin makan empek2nya si cik mu ay.

    ReplyDelete
  19. @ducky.....hm, emang, maknyus, hehe
    @JengSri, ngupi kaga cocok sm makan empek2 jeng, sm cukanya br mantap. Dublin jauh sih...., hehe

    ReplyDelete
  20. terimaksih atas renungan hari ini...
    sebuah seting kemanusian yang sering pula saya jumpai..tapi entahlah, sayapun sesekali mengeluh ketika gaji hanya sekedar transit di rekening saya...hmmm....

    ReplyDelete
  21. waduh,,jadi pengen beli kue itu!!!

    ReplyDelete
  22. @boykesn, ya semuanya disyukuri. Yang transit ada,pemasukan di luar itu kan banyak juga, hehe.

    @rezky pRatama, hayo, kesini (blog ini) aja sering2.....

    ReplyDelete
  23. hmmm,, jd kepingin empek2 neh.. hehehe

    ReplyDelete
  24. pempek asli palembang kah?
    huahhhh dah lama gak ke palembang euy...
    pagi siang malam menunya pempek terussss....
    dan herannya? gak bosen2 pulak

    ReplyDelete
  25. Jaf suka empek-empek mauuuu... its my first comment on this blog... Salam kenal...
    Salud sama Cik Muk Ay...

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.