Ah, STD, Standard.....!


Gambar ini saya sukai. Bagi orang lain selera saya mungkin STD katanya.

Sialan juga. Demi tidak kehilangan sesuatu yang tiba-tiba mencuat di jiwa, saya harus balik lagi ke blog saya ini. Padahal tadi sedang asyik dengan cucian saya yang sebakul. Biasalah, kalau tidak perlu-perlu sekali, saya tidak pergi, ya di rumah saja. Weekend saya isi dengan berbenah, beres-beres, berkebun di taman mungil saya, cuci baju seisi rumah. Suami tidak suka kalau bajunya dicuci pake mesin, saya juga iya (baju jadi rusak). Pembantu, ya kami semua pembantu di rumah kami sendiri, hehe. Kalau saya mencuci, suami memasak, begitu, gantian. Gantian saling mengisi. Saya senang-senang saja menjalaninya. Itu kehidupan yang standar sekali bukan ?

Omong-omong soal standard ini. Jadi teringat saya dengan Mutia Kasim yang dulu pernah jadi juri Indonesian Idol. Ya, sebentar-sebentar dia akan bilang ah STD, standard sekali, bila salah satu kontestan tidak memberi perfomance yang baik di matanya. Acara ini butuh sesuatu yang lebih dari sekedar STD, katanya lagi. Hm..., saya suka senyum-senyum melihat, maaf, kejutekannya itu waktu itu. Dan kalau saya pikir-pikir dia ada benarnya juga. Terkadang kita memang harus mengekspolarasi potensi kita dengan utuh, semaksimal mungkin. Bila itu dilakukan, tentu memberi kepuasan tersendiri. Lho, bukannya ini pikiran standard juga ? Hehehe, ya sabar, mari kita renungkan dulu

Sekali lagi, tidak usah ribet dengan definisi. He, saya paling anti dengan keribetan soal definisi. Setiap orang tentu memiliki pemaknaan tersendiri soal standard ini atau soal apapun. Semuanya benar-benar saja untuk sikon masing-masing. Bagi saya sendiri, standard itu bila kita memiliki selera, pikiran, pendapat yang sekedar sama dengan orang lain. Ya sekedar sama, tanpa memiliki alasan kuat di dalamnya. Jadi standard itu bagi saya agak mirip dengan latah. Bagi saya lho, bagi anda mungkin tidak begitu.

Ini berkaitan dengan teman saya (mantan redaktur sebuah majalah wanita) yang terlalu mengagungkan standard. Di luar standard dia bilang, ah nyeleneh, hehe. Perempuan Maju di Indonesia, selalu identik dengan sosok Kartini, di luar itu ah nyeleneh. Maka ramai-ramailah orang membidik 21 April sebagai Hari Kartini. Padahal, di luar Kartini ada begitu banyak sosok perempuan Indonesia yang berjasa pada kemajuan perempuan, baik pada kesempatan untuk bersekolah, juga kesempatan untuk duduk setara dengan laki-laki dalam perjuangan hidup. Sebut saja nama Cut Nyak Dien, Rangkayo Rasuna Said, Dewi Sartika, Christina Martha Tiahahu, dan tokoh perempuan yang berjasa memunculkan Undang-undang Simboer Tjahaya (yang sebetulnya sangat fenomenal, sayang sekali tidak terekspose, saya sedang mempelajari ini), dll. Padahal lagi, di luar sana orang-orang sudah membahas tentang banyaknya polesan dalam buku Terbitlah Terangnya Kartini itu. Termasuk tentang turunnya SK Presiden atau apa untuk menjadikan Kartini sebagai Pahlawan Nasional. Baiklah, itu sekedar contoh betapa opini kita mudah sekali dibentuk dengan apa yang telah kita terima, kita baca, kita dengar, sejak kita kecil sampai sekarang. Apapun yang terjadi, saya tetap kagum dengan Kartini, meski tidak menjadikan moment 21 April sebagai moment untuk menjadi dan mencari perempuan hebat.

Saya berkompromi saja dengan standard dan tidak standard ini, toh demi kebaikan saya sendiri juga kebaikan semua. Tapi jauh di lubuk hati saya yang paling dalam, saya menghargai apapun bentuk pikiran, pendapat orang lain, apakah itu standard dan tidak standard. atau di luar standard. Sebab ini sangat relatif kebenaran dan kesalahannya. Cuma, saya tidak terbiasa melihat sesuatu dengan menggunakan kacamata yang telah dipergunakan semua orang. Saya memiliki kacamata saya sendiri, tidak perduli apakah itu standard atau tidak standard, atau di luar standard. Bagi orang seperti Mutia Kasim, STD atau standard itu artinya ya...cuma kualitas pas-pasan. Bagi orang seperti teman saya yang mantan redeaktur majalah wanita itu, standard itu justru artinya selera yang diakui masyarakat, sesuatu yang tidak neko-neko. Karenanya harus dicuatkan demi meningkatkan oplah pembelian majalahnya, hehe.

Yah begitulah. Dan hal yang sangat penting bagi saya adalah bahwa saya harus menghargai kacamata orang lain, apakah modelnya standard atau tidak standard tadi, hehe. Apakah itu sekedar standard, atau diluar standard. Begitu kan. Kalau anda kebetulan memakai kacamata dengan model yang sama dengan orang kebanyakan itu hak anda. Saya tentu harus menghargai itu. Saya yakin anda memakainya tidak saja karena kacamata tersebut sedang model (musim), tapi mudah-mudahan karena anda merasakan kenyamanan memakainya. Itu penting kan, kalau tidak mata anda akan rusak.

Ah, capek juga ya menulis. Padahal sekedar menuliskan soal STD, standard saja ya. Eh, baru ingat saya, standard mesin jahit ibu saya minggu lalu rusak. Beliau meminta saya memperbaikinya. Tentu bukan saya, minta dipanggilkan tukang servis mesin jahit maksudnya. Baiklah teman, inilah soul journey saya hari ini. Mari kita renungkan bersama soal STD, standard ini. Bagaimana kestandard-an ini bagi anda ? Saya mau melanjutkan kegiatan saya tadi, mencuci. Ada yang mau membantu....???








Comments

  1. wah kalo soal mencuci, pura2 ga baca ah...krn sy sudah capek mencuci piring setumpuk pagi ini. Menurutku tdk ada yg standard pd diri kita, krn kita diciptakanNya unik, ga ada kembarannya, meski anak kembar sekalipun. Jd, kalo unik, berarti ga standard kan? Klo toh jawaban kita atas suatu pertanyaan sama, cara pemikirannya atau latar belakangnya pasti ga sama. At least penyampaiannya ga sama. Ya gitu deh maksudnya...

    ReplyDelete
  2. mbae, gak mudeng blas ngomongin apa sih?STD?hehe

    mudenge di cerita nyuci-nyuci sama masak-memasak apa kudu aku boyong ke Mall ku aja ya,biar lebih bersih karena ada tambahan tukang beres-beresnya
    hehe

    ReplyDelete
  3. @Fanda, ya gitu deh. Everybody so unique.
    @Advintro, lha sampeyan saya skrg sudah selesai nyuci baru nawarin. Hehehe, suka sy sm gaya adem tp khas si vintro ini. Inilah ketidak satandar-an vintro yang sy sukai.

    ReplyDelete
  4. standard sih sah-sah saja sepanjang selalu ditingkatkan kualitasnya: pursuing a dream greater than ourselves :)

    btw, bu, kenapa setting captcha pada komentar tidak di-disable aja :D repot komennya

    ReplyDelete
  5. Mbak, ada mesin jahit yang mereknya Standart juga lho
    trus ada sepeda yang mereknya standart

    artinya kata standart itu menjadi tidak standart lagi kalo sampe dipake brand name

    Standart menurut ukuran kita mungkin buat orang lain menjadi usefull, standart menurut juri, tapi menurut kita sudah yang terbaik.

    Yang penting melakukan sesuatu yang kita mampu
    kalo hasilnya menurut orang lain standart ya engga apa2
    mungkin sebagai koreksi diri agar lebih baik dimasa mendatang.

    ke pasar naik becak
    Nyambung gak??
    he..he

    ReplyDelete
  6. @Baho, ya itu setuju. Dan sesuatu yg bg kt tdk standard, tdk bearti jelek kan, hehe.

    @Itik Bali, ya nona. Dan, hehe, ah sy mah kdg tdk perduli mau org lain sebut sy standard atau malah nyeleneh. Yang penting karya saya memiliki dasar, orisinalitas renungan jiwa milik sy sendiri. Yang kalau itu sy lakukan, artinya sy bertanggung jwb pd esensi hikmah dan kemanfaatan di dalamnya. Setidaknya, ada kepuasan bathin di benak saya. Ke pasar tugu naik delman, tunggu di episode lanjutan (yang ini nyambung gak?). Eh terimakasih link saya sdh dimasukan di blog Itik ya.

    ReplyDelete
  7. saya setuju kebanyakan orang menganggap standar itu adalah pas-pasan, kaku, acuan dan prosedural tapi jika didunia kreatif agak sulit mengimplementasikannya. Jika Lomba, atau kompetisi, tentu wajib mengikuti standar. Tapi kalau dihubungkan dengan Indonesia Idol, pasti sulit memisahkan mana standar dan mana kreatif...
    standar bagi penjurian dan standar para juri tsb...(selera)

    ReplyDelete
  8. @boykesn, ah, it's great mas. Anda benar skl. Soal Indonesian Idol , hehe, td cm mereview kata2 STD, yg sering dilontarkan Mutia Kasim. Tp anda benar, jelas ada kriteria tertentu yg mrk inginkan. Di bawah itu tentu mrk blg ah STD. Walaupun, itu juga menyangkut keluasan, kelenturan, dan kreativitas para juri tsb mengembangkannya. Terimakasih untuk komen yang segar ini.

    ReplyDelete
  9. aku bantu nyuci piringnya aja mbak Elly. Selebihnya masalah standar menstandar tak serahkan sama yang lebih senior,hehehehe

    ReplyDelete
  10. baru pulang, buka kompi...eh, baca soal standart...

    standart yg aku tau cuma standart sepeda/motor itu mbk...
    tp kalo arti yg laen...mmm apa yaa??..*mikir mode on*...mungkin landasan/penopang..
    hehehe... jawaban yg memang benar2 standar ya, mbk...

    ReplyDelete
  11. mengapa di dunia ini ada Standard Internasional,

    atau di Indonesia mempunyai Standard Nasional Indonesia {SNI}

    dan standard yang ini bbeda maknanya dengan standardnya Mutia

    ReplyDelete
  12. @JengSri, wah jeng piringnya sdh dicuci semua tuh. Siapa yang senior (SENang Istri ORang)...? hehe, just kidding.

    @Tisti, bukan standard mbak, itu jawaban diplomatis org yg kecapek'an, br nyampe soalnya.

    ReplyDelete
  13. @black_id, ayo kt pikirkan bersama, hehe. Ya standard tiap lembaga, negara, mmg tidak sama, masing2 punya kriteria sendiri. Pun standardnya Mutia Kasim, bagi dia standard itu maknanya ah, pas-pasan. Nilai STD diapun kdg berbeda dgn anggota tim lainnya, ya... kdg spt kt boyke katakan td, menyangkut taste, selera pribadi juga.....

    ReplyDelete
  14. kalo saya sih suka ama yang standard aja mbak. nggak lebih-lebih dan di paksakan.

    mau kendurian ya, jeng sri mo bantu nyuci piring tuh. kalo win bantu apa yaaaa...
    hmmm bantu liatin aja boleh gak mbak hehehe
    kabuuurrrr

    makasih kunjungannya ya mbak

    ReplyDelete
  15. hohooho.. saya numpuk neh buu cucian dirumah... maklum deh cowok pemalas dalam hal mencuci... hihihiihi..

    Masalah optimalisasi yg tante tanya di blog saya, coba di fokus kan disalah satu nya dulu.. bisa di "Life With Your Own Vision" atau sesuai URL blog tante "newsoul sayangi dirimu"

    keep share

    ReplyDelete
  16. saya lebih 'newsoul sayangi dirimu' :-)

    ReplyDelete
  17. @dwina, standard itu gpp kok, asal kt melakuannya dgn ikhlas, maka nilainya jd lebih.

    @alil, ya terimakasih sarannya

    @Zumairi, hehe. Terserah dirimu adinda.

    ReplyDelete

Post a Comment

Tulisan hasil kontemplasi. Mohon maaf, komentarmu perlu saya cerna dulu untuk menghindari riweh dan tidak spam. Terimakasih.